Advertisement

Responsive Advertisement

Gunung Gede - I Wonder How It Happens

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh 


Suit up! It's time to walk.


Selamat sore rekan-rekan pembaca blog saya. Lagi-lagi saya ngepos, gak tau ya kok suka aja jadinya cerita-cerita lewat postingan gini. Walaupun capek ngetiknya, tapi kalau sudah jadi artikel itu, serasa ada sesuatu yang berharga gitu output nya. Memang awalnya tujuan aku membuat blog ini adalah biar aku bisa lebih menghabiskan waktu ke sesuatu yang berguna dan ada hasilnya, daripada scrolling laman Instagram, Facebook dan gak ada apa-apa juga kan, mending saya menuliskan apa yang ingin saya curahkan kesini. Juga sebagai arsip pribadi mengenai apa yang pernah saya lakukan selama hidup saya ini hehe. Soalnya kalau mengandalkan ingatan, belum tentu saya bisa mengingatnya sampai tua nanti kan hehe. 


Gerbang menuju perjalanan kali ini, menaiki Gunung Gede

Oke, jadi kali ini saya akan bercerita sedikit pengalaman saya yang saya raih di tahun 2019 ini. Di kampus aku, STMKG, ada organisasi pencinta alam atau taruna pencinta alam yang namanya "Wanasetya" (kunjungi blognya di sini). Nah setiap tahun, Wanasetya mengadakan pendakian massal (Penmas) yang berbarengan dengan serangkaian pendidikan dasar (diksar) anggota mereka. Nah memang tekad saya di tahun ini mengikuti penmas ini dikarenakan tahun sebelumnya saya belum berkesempatan untuk mengikuti acara ini. Walhasil, segera setelah jarkom pendaftaran peserta penmas keluar, saya langsung mendaftar dengan antusiasme yang tinggi. Kalau tidak salah waktu itu adalah bulan April. 

Waktu terus berjalan dan hari pelaksanaan penmas semakin dekat. Saat bulan Ramadhan (sekitar bulan Mei-Juni), Wanasetya melakukan pembekalan presentasi mengenai persiapan "muncak". Diantaranya adalah mengenai PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat), cara packing carrier, pembekalan mengenai tata laksana acara dan sebagainya. Lengkap pokoknya sudah yang dipresentasikan oleh Wanasetya. Pembekalan ini dilakukan setiap hari Rabu sore di ruangan kelas STMKG.

Setelah bulan puasa, kami juga masih mendapatkan beberapa kali pembekalan, namun karena ada halangan, saya tidak bisa menghadiri pembekalan tersebut. Padahal salah satu pembekalan adalah latihan fisik yang kata temen saya, Maryam, cukup melelahkan. Oh iya saya lupa, dalam pendakian massal ini, peserta dibagi dalam kelompok. Saya termasuk kedalam kelompok 2. Anggota dari kelompok 2 itu sendiri ada saya, Thareq (ketua), Izza, Helpon, Hadi, Thur, Tayo (Andu), Aji, Aan, Mitra dan Maryam. Cukup banyak, 10 orang. Persiapan yang kami lakukan pasti bersama-sama, termasuk masalah logistik, perlengkapan dan lain-lain dibawa bersama. Kami juga dipandu oleh dua orang dari Wanasetya bernama Ardi dan Raisan. 

Penmas dilaksanakan pada tanggal Jum'at, 28 Juni - Minggu, 30 Juni 2019. Waktu yang sangat panjang ternyata. Acara dimulai dengan pengumpulan anggota pendakian pada hari Jum'at, 28 Juni 2019 di depan Guest House STMKG. Kami diizinkan dari kegiatan LBB tiap Jum'at sore untuk melakukan persiapan ini. Saya berangkat bersama Maryam dari kos-kosan menuju kampus dengan membawa carrier masing-masing 60 L dan trekking pole untuk Maryam. Saat di kampus alhamdulillah kami datang dengan tepat waktu karena belum banyak yang datang walaupun jam sudah menunjukkan waktu untuk berkumpul sesuai di jarkom. Memang orang Indonesia yaa ... 
Kelompok 2 Pendakian Massal Wanasetya ke Gunung Gede

Semakin sore, semakin banyak yang datang dan akhirnya kami di brief oleh panitia. Saat waktu maghrib, kami sempatkan untuk makan terlebih dahulu walau terburu-buru. Hal ini karena saya sudah tidak tahan dengan rasa lapar yang mendera perut saya. Akibat susunan acara yang padat dan kami hanya punya waktu sekitar 20 menit untuk makan dan sholat, kami cepat-cepat makan dan sholat. Setelah itu, kami sholat isya' dan setelah itu dikumpulkan oleh panitia untuk di-brief oleh pembina kami, Bapak Nardi. Disini bapak berpesan untuk tidak usah mencari tempat yang aneh-aneh untuk mendapatkan foto yang bagus dan agar selalu hati-hati bersama kelompok masing-masing. 


Siasana dalam bis. Can you find me?

Bis sudah menunggu kami di depan rektorat kampus. Kami satu-persatu masuk ke dalam bis dan perjalanan dimulai. Kurang lebih selama 2 jam bis melaju, kita sudah sampai di salah satu rest area di Bogor. Dan kurang lebih 1 jam kemudian, kami sudah sampai di simpang ... (lupa namanya). Kami turun di depan toko waralaba dan berganti moda menjadi angkot yang akan membawa kita menaiki lereng gunung. Angkot yang kelompokku naiki adalah angkot pertama yang melaju. Kami kena apes nih ceritanya, kira-kira 1 km sebelum sampai di basecamp pendakian kami diturunkan dengan alasan bahwa angkot sudah tidak kuat lagi untuk ke atas. Padahal banyak saja angkot yang naik ke atas setelah angkot kami. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan dengan jalan menuju basecamp. Namun, keberuntungan tidak ada habisnya memang, kami ditumpangi oleh angkot lain menuju basecamp dan faktanya, kuat saja angkot menuju atas itu. 

Sesampainya di basecamp kami memakan konsumsi dari panitia dan sejak ini, tiap kelompok dibebaskan untuk melakukan pendakiannya kapan saja. Oiya di basecamp ini kami ketambahan anggota baru, senior kami yang sudah lulus, bang Richat dan bang Falih. Sekitar pukul 05.30 pagi, setelah melaksanakan ibadah Subuh, kami melaksanakan pendakian. Tak lupa sebelum berangkat, doa kami panjatkan dan menanamkan motto tidak usah terlalu tergesa-gesa yang penting sampai dengan selamat. Raisan menjadi pemimpin di depan dan Ardi di belakang, bersama saya yang selalu lambat memang jika mendaki. 


Puncak Gunung Gede dari Alun-Alun Surya Kencana

Kira-kira 45 menit, kami sampai di pos 1 dan kami bertemu kelompok 1. Disini kami istirahat sebentar dan melanjutkan perjalanan menuju pos 2. Di setiap pos pendakian, pasti ada orang yang berjualan. Jadi pendakian kali ini tidak akan kehabisan logistik karena ada orang yang berjualan dari pos pertama hingga terakhir. Berjam-jam kami melakukan pendakian dan cukup lama karena Maryam yang cukup kelelahan akhirnya kami sampai di surganya Gede, Alun-Alun Surya Kencana. Dinamakan alun-alun mungkin karena tempatnya luas seperti alun-alun dan tempat ini adalah padang sabana yang luas sekali. Ditumbuhi rerumputan yang kering akibat kemarau dan tumbuhan edelweiss. 


Alun-Alun Surya Kencana

Selfie with my hiking stuffs

Setelah kami sampai di tempat berkemah kami, kami mendirikan tenda dan mulai beristirahat dengan memasak logistik. Di sini ada sumber air yang cukup untuk mengisi pasokan air lagi sehingga tidak perlu khawatir akan kehabisan. Saya menikmati siang itu dengan tidur dan bangun pada sekitar pukul 5 sore. Saya melaksanakan ibadah dan persiapan untuk menuju tempat sunset spot

Tempat ini berada di sisi barat alun-alun dan langsung menghadap ke arah matahari terbenam. Pemandangan indah dimulai sekitar 15 menit sebelum matahari terbenam dan hingga piringan matahari benar-benar terbenam kami saksikan dengan penuh. Sungguh momen khidmat yang makin lengkap apabila sama si dia (ehe!). Hari mulai dingin dan kami kembali ke tempat kami berkemah. 



Sunset dan si dia ehe!

Malam hari, saya hiasi dengan "melungker" di dalam tenda karena kelelahan dan terlebihnya kedinginan. Alun-Alun Surya Kencana malam itu sangat dingin mungkin dibawah 10 C. Bahkan anak-anak diluar memasak mie untuk makan malam saya tidak ikut. Andu sudah mulai sakit, ia tiduran saja di dalam tenda. Setelah makanan selesai dimasak, kami makan di dalam tenda bersama-sama. Aku bahkan tidak nafsu untuk makan, aku hanya ingin tidur. Hingga kira-kira pukul 9 malam, kami semua tidur. 

Esok harinya, kami dibangunkan pukul 4 pagi untuk persiapan melihat matahari terbit dari sisi timur Alun-Alun Surya Kencana. Kami berangkat kira-kira pukul 5 setelah melakukan ibadah subuh. Sampai di sisi timur sekitar 30 menit setelahnya. Kami menunggu dan akhirnya muncullah sang matahari. Sang matahari agak tertutup oleh semak-semak, tidak tepat di depan kami seperti saat matahari terbenam. Tapi, namanya matahari terbit, dimanapun selalu cantik terlihatnya. Sumber kehidupan makhluk hidup di Bumi yang bisa dinikmati gratis oleh manusia. 


Saya bersama teman-teman Kontingen Borneo STMKG yang ikut dalam Penmas.
Di Kalimantan gak ada gunung, makanya disini ikut muncak.

Rerumputan kering yang membeku, menimbulkan pemandangan indah bagai salju tipis di pagi hari

Sekitar pukul 7.30 kami kembali ke tempat berkemah dan melakukan persiapan untuk pulang. Kami bungkus tenda kami kembali, lalu kami kemas ulang barang-barang ke dalam tas carrrier kami. Kira-kira pukul 9.30 kami berangkat ke puncak Gunung Gede. Dalam perjalanan saya memikirkan bagaimana terjadinya padang sabana yang luas ini. Saya berpikir bahwa dulunya Alun-Alun Surya Kencana adalah kaldera letusan gunung dan lambat laun ternyata arah tumbuh gunungnya tidak tepat di tengah kaldera ini. Sehingga menimbulkan padang sabana berbentuk bulan sabit yang dikeliling oleh Puncak Gunung Puteri dan Puncak Gunung Gede. 

Perjalanan menuju puncak menapaki tangga bebatuan yang cukup rapi hingga ke atas. Perjalanan dapat ditempuh selama 30 menit kalau terus-terusan berjalan. Namun kami menempuh sekitar 45 menit dan akhirnya sampai di puncak Gunung Gede. Disana ternyata ada warung yang menjual makanan dan minuman. Puncak Gunung Gede cukup sempit dan banyak sekali orang diatasnya. Ada kawah besar yang mengeluarkan asap berbau belerang yang cukup pekat. Tidak pernah aku mencium bau belerang sepekat ini. Kira-kira 25 menit kami berada di puncak, kami melanjutkan perjalanan untuk turun dari gunung agar tidak sampai bawah terlalu malam. 


Can you guess the guy besides me?

Perjalanan turun, melewati jalur yang berbeda. Kami melewati jalur Cibodas yang katanya jalur terpanjang pendakian. Kami melewati jalur di pinggiran kawah yang rindang. Wah ternyata perjalanan turun ini cukup menyiksa saya dikarenakan sepatu yang saya pakai ternyata terasa sempit saat dipakai turun. Hal ini menyebabkan jari jempol kaki saya mati rasa, bahkan hingga saat ini. Enggak tau kenapa selama ini mati rasanya. 


Kawah Gunung Gede

Gunung Pangrango yang terlihat anggun dari puncak Gunung Gede

Big congratulation to Maryam for reaching peak of Gede Mountain

Ada banyak shelter yang kami lewati selama perjalanan. Yang paling menarik dari jalur Cibodas adalah kami melewati air terjun panas yang sangat berbahaya, lalu melewati satu perhentian yang ada air terjunnya lebat sekali. Dan yang paling satisfying sebenarnya adalah melewati air terjun Cibeureum. Namun, saat kami sampai disana, hari sudah terlalu sore. Ditakutkan akan memperlambat perjalanan pulang sementara kami masih harus apel di esok harinya, maka kami hanya istirahat sebentar untuk melanjutkan perjalanan. Ada satu pemandangan yang membuat saya kagum juga. Ada rawa-rawa yang luas di tempat setinggi ini. 


Melewati air terjun panas. 

Melewati jalur vertikal dan harus turun menggunakan tali.

Salah satu air terjun indah dalam perjalanan.

Kami sampai akhirnya di pos terakhir saat adzan maghrib berkumandang. Saya dan Maryam meneruskan perjalanan hingga ke perhentian bus. Lalu kami ibadah maghrib dan di jamak dengan isya'. Lalu kami makan bakso dan satu jam setelah itu, kami memulai perjalanan pulang. Selama perjalanan saya tidur dan sampai di Pondok Betung sekitar jam setengah 3 pagi. Saya tidak tidur setelah itu agar tidak kebablasan. 


Mitra berusaha menghabiskan bakso dengan mie indomie.

Perjalanan kali ini adalah perjalanan yang mengasyikkan karena merupakan tempat baru bagi saya. Pelajaran yang saya ambil banyak dan insyaallah akan selalu teringat. Apalagi kesenangan yang saya bawa pulang, sangat berharga untuk disimpan. Siapa tau aku akan mengulang perjalanan kembali menuju tempat ini, tempat yang sama namun dengan orang yang berbeda.

Post a Comment

0 Comments