Advertisement

Responsive Advertisement

Gunung Andong - Mendaki Saat Musim Hujan


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selamat sore! Alhamdulillah cuaca sore ini di rumahku terpantau cerah dan cukup bersahabat untuk melakukan jalan-jalan. Tapi kali ini aku milih untuk tetap di rumah saja sembari beristirahat setelah melakukan kerjaan yang harus aku kerjakan walau liburan. Walau liburan, kewajiban dan tanggung jawab harus tetap dilakukan ya teman-teman! Jangan dijadikan beban, mumpung di rumah, kalau capek bekerja, ya keluar saja. Suasana rumah dan kampung halaman pasti akan meredakan capek bekerja mu!

Hayo ini dimana ???

Oke, kali ini aku mau bagi pengalaman mendaki gunung lagi, entah kenapa aku lagi pengen nulis dengan tema seperti ini. Kali ini aku bakal bagi pengalaman mendaki gunung Andong. Gunung Andong adalah gunung yang terletak di Magelang, tepatnya di lereng Gunung Merbabu yang sangat besar. Gunung ini adalah gunung yang tidak terlalu tinggi, dengan tinggi sekitar 1.726 mdpl. Gunung ini bukan gunung aktif, namun jika dilihat dari depan, terlihat sangat terjal. Di sebelah gunung ini, juga terletak Gunung Telomoyo yang kabarnya dari internet, bisa dinaiki dengan sepeda motor hingga ke puncaknya, entah juga saya belum pernah mengunjungi.

Kali ini aku dalam rangka liburan akhir tahun yang berlangsung sekitar 10 hari atau 12 hari aku agak lupa. Cukup lama dan aku memutuskan untuk pelesir ke Jogja, ke rumah Adi lagi. Sudah dua kali ini aku mampir ke rumah Adi untuk sekadar menghabiskan liburan. Bedanya dengan yang kemarin saat tengah tahun, kali ini aku bersama rombongan sepertiga kelas yang ke Jogja. Namun, tidak semuanya menginap di rumah Adi. Ada yang di temannya sendiri, ada yang memisahkan diri menyewa penginapan juga. Dan namanya bulan Desember, Natal dan akhir tahun selalu identik dengan puncaknya musim hujan. Kalau kata mama, Desember artinya “gede-gedene sumber” (besar-besarnya sumber, re : air) dan Januari artinya “hujan sehari-hari”. Namun memang, dalam ilmu meteorologi dan karena faktor Indonesia yang punya dua musim, puncak musim hujan jatuh pada dua bulan ini.

Owalah di Gunung Andong. Can you guess who is that?

Rombongan yang ikut ke Gunung Andong kali ini juga jumlahnya banyak. Ada aku, Adi, Roi, Tian, Ucup, Agung, Aan, Ardi, Rainy, Mbak Gita, Mbak Dea, Blemod, Baul dan Lintang. Yup, total 14 orang. Pada satu hari sebelum pendakian, kami mengantarkan Aan membeli sandal gunung. Sedangkan, Ucup, Agung dan Tian memilih untuk membeli sandal gunung KW di tempat langganan Adi, dekat dengan Panggung Krapyak. Setelah semua perlengkapan terbeli, kami kembali ke rumah Adi untuk istirahat. Malamnya, kami ke Alun-Alun Kidul untuk sekadar ngumpul sambil bicara-bicara ringan masalah pendakian besok harinya. Intinya, semuanya sudah siap, besoknya tinggal beli keperluan logistik dan pribadi.

Pada saat hari pendakian, kami pagi-pagi segera membeli keperluan pribadi. Lalu kami juga ke Pasar Klithikan untuk membeli sesuatu entah apa. Kebetulan ada sablonan topi di pasar ini, Tian, Aan, dan Ardi tertarik untuk membelinya dan jadilah kami memesan. Kami kembali dari pasar sekitar pukul 12 siang, sangat telat dari rencana awal keberangkatan sekitar sebelum tengah hari. Kami segera makan siang dan bersiap untuk berangkat. Setelah semuanya terkumpul, kami berangkat. Pada saat itu jam sudah menujukkan pukul setengah tiga. SANGAT TELAT DARI ESTIMASI. Pada saat berangkat kami masih harus mampir ke Pasar Klithikan lagi untuk mengambil topi dan setelah itu mampir ke Anak Rimba untuk menyewa alat-alat pendakian. Semua urusan di Jogja ini selesai pada sekitar pukul 16.00-an. Setelah itu kami langsung OTW menuju Magelang.

Ini namanya Gita, tapi biasanya sama Adi dipanggil Mbah Gito.

Perjalanan menuju Magelang cukup mulus, tidak ada hujan yang turun. Langit memang mendung, namun masih bersahabat untuk kita yang ada di jalan. Kami ada mampir di Muntilan untuk membeli minuman di salah satu gerai. Waktu itu langit sudah gelap karena memang sudah maghrib. INI BENAR-BENAR TELAT. Setelah itu, kami tetap lanjutkan perjalanan. Sewaktu kami sampai di lampu merah yang ada di Mungkid, kami kehilangan Blemod dan Baul. Harusnya jalan kami lurus saja, namun mereka malah berbelok ke kanan. Untung saja mereka berhasil dikejar dan tidak sampai jauh. Kami kembali jalan dan setelah melewati Hotel Grand Artos yang menjadi penanda kalau sudah memasuki Kota Magelang, kami berhenti di suatu SPBU. Kami melaksanakan kewajiban sholat maghrib kami dan isya’, karena memang waktunya sudah mepet waktu itu. Nah, mulai disini perjalanan menjadi agak sulit.



Hujan rintik mulai turun disini. Namun, kami tetap nekat untuk melanjutkan perjalanan kami. Karena masih jauh jarak yang harus kami tempuh memang. Karena hujan masih rintik, kami berpikir untuk tidak usah menggunakan ponco, hanya jaket saja. Namun, lama kelamaan semakin kami menapaki jalanan di lereng Merbabu ini, hujan semakin deras saja. Bahkan kami harus berhenti beberapa kali di pinggiran jalan. Waktu itu, kami berhenti di depan warung orang dan juga di depan SD. Hingga akhirnya pada suatu waktu, hujan sudah berhenti. Namun, digantikan oleh kabut yang sungguh tebal. Jarak pandang sudah tidak jauh lagi. Kami berhenti sekali lagi di warung yang waktu itu sedang buka di pinggir jalan. Kami menghangatkan badan di sini. Bapak pemilik warung berkata bahwa kami sudah dekat dengan tujuan. Bahkan kalau gak ada kabut beliau berkata Gunung Andong bisa dilihat dengan jelas dari warungnya.

Sekitar 20 menit kami istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Bapak tadi benar memang, jalan yang kami tempuh dekat, namun berbelok dan menanjak. Bayangkan hal ini dilakukan ditengah kabut yang sangat tebal dan malam hari. Cukup lengkap perjuangan yang kami tempuh untuk menuju gunung ini. Saat kami sampai di desa tempat jalur pendakian, kami dihadapkan pada jalanan yang rusak hingga memaksa orang-orang boncengan kami harus turun untuk melewati jalan rusak ini. Ternyata kami melewati jalan yang sedang dibangun, padahal ada jalan alternatifnya yang cukup enak hahaha. Namun, pada akhirnya kami bersyukur karena sampai, walaupun jam sudah menunjukkan pukul 10.30 malam. HAHAHAHA.

Snow White weather. Diatas sini hanya ada kabut putih, tidak ada apa apa lagi.

Malam itu, parkiran sangat ramai dan kami memasuki salah satu basecamp yang ada disana. Setelah kami menyelesaikan administrasi pendakian, kami istirahat sebentar, makan, minum hangat-hangat untuk sedikit meredakan kelelahan selama di perjalanan. Sekitar pukul 00.30, sebagian dari kami berangkat untuk mendaki. Adi dan Roi memilih untuk mendaki pada pagi harinya saja. Jadilah kami ber-12 berangkat. Tak lupa kami berdoa terlebih dahulu dan memohon kelancaran selama perjalanan. Saat kami berangkat, ada jalan yang bercabang, kami ambil cabang yang kiri dan ternyata kami salah jalan. Jalan ini tembus ke jalan raya yang ada di sebelah gunung. Jadilah kami kembali ke percabangan jalan tadi dan mengambil jalan sebaliknya. Benar saja, kami bertemu dengan gerbang pendakian akhirnya. Belum sampai di Pos 1, baru di tempat dimana jalan semennya berakhir, kami didera oleh hujan yang sangat deras sehingga memaksa kami untuk menepi di pondok yang ada disana. Selain deras, hujan ini juga cukup lama ternyata. Mungkin ada sekitar 1 jam kami berhenti di pondok tersebut sampai kami memutuskan akhirnya untuk kembali ke basecamp menunggu hujan reda untuk melakukan pendakian.

Pupus sudah rencana untuk mendaki dan melihat sunrise dini hari itu. Kami harus kembali ke basecamp dan beristirahat untuk pagi harinya. Adi dan Roi yang ada di basecamp kaget melihat kami yang turun kembali. Lalu kami jelaskan penyebabnya. Malam itu kami pindah tempat ke basecamp sebelah yang lebih luas dan cukup memadai untuk kami ber-14. Nah, ada kejadian ternyata setelah ini. Mbak Dea tiba-tiba terkena gejala hipotermia. Aku sih, waktu itu tidur terlelap walau kedinginan ya. Gak tau sama sekali kalau Mbak Dea mau hipotermia. Waktu itu, Mbak Dea katanya marah-marah gitu anehlah pokoknya. Sampai akhirnya, ia harus dibungkus oleh emergency blanket dan alhamdulillahnya reda sudah gejalanya. Semuanya melanjutkan tidurnya malam itu.

Pagi hari, sudah terang, kami terbangun. Kami segera sarapan untuk melanjutkan rencana mendaki di pagi hari. Alhamdulillah kami didukung oleh cuaca yang lebih bersahabat walau masih mendung. Puncak Andong tidak terlihat saat itu, tertutup oleh kabut yang sangat tebal. Berangkatlah kami dengan harapan diatas sana tidak mendung maupun kabut. Pendakian menuju puncak gunung termasuk mudah, seperti yang dibilang di internet. Jalan yang ada dalam jalur pendakian tidaklah susah, sudah ada tangganya. Namun karena kami mendaki sewaktu musim hujan, kami harus berani kotor karena beceknya jalanan yang berupa tanah ini. Kami juga harus ekstra berhati-hati agar tidak terpeleset. Pos yang kami lalui ada 4, dengan tiap pos yang tidak teralu jauh jaraknya. Mungkin setiap 30 menit kami menemukan pos. Di Pos 3, ada sumber air yang dikumpulkan ke dalam kendi. Bisa digunakan untuk mengisi botol yang sudah mulai kosong karena diminum.

Setelah kurang lebih 2 jam mendaki, kami akhirnya sampai di puncak dari Gunung Andong. Pertama kali dalam batin saya “All I can see is white”. Karena hidup tidak semulus itu broo, ternyata diatas sini tidak bisa melihat apa-apa karena kabut semua isinya. Namun, di puncak sini ramai sekali orang. Bahkan seperti pasar. Karena kami tidak berencana untuk menginap setelah perubahan rencana tadi malam, akhirnya tenda yang kami sewa menjadi tidak berguna dan hanya menambah bawaan dan biaya saja hahaha. Hidup memang kadang plot twist-nya sebercanda itu hahaha. Kami malah berdiam di warung yang ada di puncak gunung ini, yang dijaga oleh seorang mas-mas. Ada sekitar 2 atau 3 warung (saya lupa) diatas sini. Warung-warung ini menyediakan gorengan, mie instan dan minuman hangat untuk keperluan perut kita.

Ditengah-tengah awan. Ternyata gak seempuk yang dibayangkan hahaha.

Setelah beristirahat yang cukup, kami semua tertidur di warung tersebut. Waduh emang kurang ajar ya, kan kami jadi mengambil tempat orang (ampun mas). Kurang lebih 2 jam kami istirahat (tepatnya tidur) di warung itu, kami semua terbangun. Kami segera berencana untuk turun sebelum hari terlalu sore, dingin, gelap dan siapa tahu hujan lagi kan. Sebelum kami turun, kami menyempatkan untuk berfoto di tulisan puncak Andong. Seriusan harus ngantri buat foto disana karena banyak yang ingin berfoto hahaha.


Kru pendakian kali ini. Foto atas adalah para cewek-cewek cantik yang ikut mendaki. 


Perjalanan turun tidak begitu mulus, Tian beberapa kali terpeleset karena salah mengambil langkah. Namun, hal itu justru menjadi bahan tertawaan kami. Setelah beberapa lama, kami akhirnya sampai di gerbang masuk pendakian tadi. Selesai sudah cerita kami mendaki Gunung Andong. Saat kami di basecamp kami melakukan “pembersihan” diri. Tak menyangka juga kami bakal sekotor ini gara-gara mendaki. Setelah itu, kami segera pulang kembali ke Jogja. Perjalanan pulang cukup mulus, namun ternyata ada kejadian saat sampai di Jogja (kejadian apa hayo?!).

Saat kami mengembalikan alat-alat ke Anak Rimba, semuanya lengkap sampai kami baru menyadari kalau kami cuma membawa dua tenda. Kami menyewanya tiga. Ada 1 yang tidak kami bawa. Kami kalang kabut kala itu, bingung bagaimana nasib tenda satu ini. Roi menelpon orang basecamp menanyakan apakah bisa ditanyakan ke orang yang ada di puncak kalau ada tenda yang ketinggalan. Mereka bilang tidak ada tenda yang ketinggalan. Dan pada akhirnya kami harus menerima sanksi yang dikenakan kepada kami, untungnya mendakinya ber-14 jadi bisa dibagi murah patungan sanksinya hehehe.

Selang dua hari dari hari kami turun, aku, Ucup dan Blemod berencana untuk ke Gunung Andong lagi. Dengan misi mencari tenda yang tertinggal. Alhamdulillah cuacanya cukup mendukung, langit cukup cerah. Namun ternyata nasib baik memang belum berpihak kepada kami. Tenda tersebut tidak kami temukan. Namun, kami setidaknya mendapatkan pemandangan yang lebih baik dari pendakian sebelumnya. Merbabu, Merapi, Sumbing dan Sindoro yang terlihat walau tipis-tipis. Sungguh menyebabkan eyegasm pemandangan didepan saya!



Foto yang diambil waktu pendakian kedua bersama Ucup dan Blemod. Lereng Merbabu ternyata memukau dan pemandangan Merbabu dan Merapi di belakangnya tak kalah memukau. 

Perjalanan kali ini walau banyak kegagalannya, baik di waktu, rencana dan kejadian-kejadian di luar ekspektasi mengajarkan bahwa kita harus bisa ikhlas akan apa yang tidak berhasil kita raih. Kita pasti mengeluarkan biaya yang sama dengan apa yang akan kita dapat, kalau yang kita dapat tidak sesuai ekspektasi kita, maka pasti ada hal lain yang diluar ekspektasi, namun sepadan dengan biaya yang kita keluarkan (biaya disini bukan artinya uang saja ya!). Teruslah berjalan dan melihat, banyak hal dikanan kiri jalan yang akan memberikanmu pelajaran. Carilah pelajaran sebanyak-banyaknya!

Post a Comment

0 Comments