Advertisement

Responsive Advertisement

Gunung Pangrango – Berbuah Kesalahan


Berawal dari ajakan Adi terhadap taruna kelas, berakhir pada hanya aku yang bersedia menemaninya.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Selamat pagi teman-teman pembaca. Sudah lama sekali rasanya aku gak ngisi konten di blog ini. Maklum, menjelang akhir semester ganjil, diriku disibukkan dengan kegiatan PKL yang nantinya kalau sempat aku tuliskan pengalamannya di blog ini juga hehe. Lagi-lagi aku mau berbagi pengalaman naik gunung nih. Pengalaman kali ini aku trip privat bersama temanku yang gak pernah beres alias gesrek, Adi. Langsung saja ya.

-- Akhir Oktober 2019 –-
Tiba-tiba, Adi bilang di grup taruna kelas mau ngajak ke Gunung Pangrango. Sebenarnya dia waktu itu sudah pernah ke Pangrango tapi gak sampai puncak dikarenakan suatu kendala. Akhirnya kali ini keinginan dia hampir terkabul kembali. Waktu ngajak di grup taruna kelas sih beberapa ada yang respon dan pingin ikut, namun pada akhirnya hanya aku yang jadi ikut sama Adi. Yasudah kami jadi melakukan perjalanan ini berdua saja, sejoli ahahaha.

-- Jum’at, 8 November 2019 –-
Hari ini adalah hari keberangkatan. Sewaktu di Kampus, paginya, kami tidak terlalu membicarakan masalah keberangkatan kami hari itu. Kami kuliah seperti biasa dan sewaktu kami hendak pulang, kami baru membicarakannya. Pun, tidak terlalu serius. Hanya sebatas aku harus minjam kerir 60 L, nanti Adi mau naruh kerirnya di kosku terlebih dahulu dan aku bawa beras seberapa banyak. Dari sinilah, persiapan yang harusnya matang namun dilaksanakan dengan enggan-engganan kami melakukan banyak kesalahan dan kealpaan nantinya.
Ba’da sholat Jum’at, Adi ke kosku untuk menaruh kerirnya dan semua barang bawaan lainnya. Biar enak berangkatnya nanti dari tempat aku karena Adi yang membawa sepeda motor hehe. Syukur sekali dia dapat pinjaman sepeda motor dari salah satu temannya yang bersekolah di STAN. Barang bawaan Adi kurang lebih sama dengan barang bawaan yang aku bawa. Kecuali, dia bawa barang-barang kelompok yang dia punya pribadi seperti kompor, nesting dsb. Setelah Adi menaruh barang-barangnya di kosku, ia kembali ke kosnya untuk mengambil barang-barang yang masih ketinggalan dan aku kembali melanjutkan kegiatan packing di kerirku. Oiya, aku ingin berterimakasih juga kepada Ardi Paijik yang udah mau minjamin kerirnya ke aku. Aku gak pakai kerir aku sendiri karena kurang besar ruangnya untuk barang bawaan kami berdua.
Waktu semakin sore hingga ba’da ashar, kami kumpul kembali di kosku. Alhamdulillah semua persiapan kami rasa sudah dilakukan dan tidak ada satupun hal yang tertinggal. Bismillah, kami meninggalkan Pondok Betung untuk menuju Cibodas, Cianjur. Perjalanan terpantau lancar. Ciputat, Pamulang, Sawangan, Parung hingga Bogor kami lewati. Hingga langit sudah mulai gelap ketika kami hendak menuju Jalan Raya Puncak. Kami melewati jalanan kampung dan berhenti di sebuah musholla untuk menunaikan ibadah sholat maghrib. Setelah kami sholat, kami segera berangkat kembali. Ternyata, jalanan yang kami tempuh tembus ke Bendungan Katulampa, yang sering dibicarakan di televisi dan menjadi penanda banjir di Jakarta jika bendungan tersebut telah melewati batasan tertentu.
Motor kami terus melaju seiring malam yang semakin malam. Jalan Puncak ternyata masih belum terlalu ramai dilalui orang untuk berakhir pekan. Rasanya kami tidak ada hambatan di jalanan kecuali satu, rem motor yang tidak terlalu cakram. Berkali-kali Adi (sebagai pengemudi) harus menggunakan “ekstra” (re: kaki) untuk mengurangi kecepatan sepeda motor kami. Tapi, itulah uniknya perjalanan kami haha. Tidak ada halangan yang berarti kecuali masalah rem ini saja hehe.
Semakin malam, suhu juga semakin dingin. Aku sempat berpikir, “Kok jauh banget ya?” Sampai pada akhirnya jalanan sudah mulai meliuk-liuk dan kami memasuki wilayah Kabupaten Cianjur. Kami belok ke kanan untuk menuju pintu masuk Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Tempat ini masih saja sama, seperti beberapa waktu lalu saat aku mengikuti Pendakian Massal yang dilaksanakan oleh Wanasetya. Banyak warung-warung dan orang yang berjualan bibit tanaman di pinggir jalan. Kami akhirnya berhenti pada suatu rumah yang menjadi basecamp sebelum pendakian kami. Rumah ini dimiliki oleh Kang Hendrik yang dengan baik hati menumpangi kami tidur semalam sebelum kami pergi mendaki. Malam itu, karena kami kelelahan menempuh perjalanan menuju tempat ini, tak lama setelah makan malam, kami tertidur dengan pulasnya.

-- Sabtu, 9 November 2019 –-
Dinginnya pagi dan ada pendaki lain yang datang ke rumah Kang Hendrik membuat kami terbangun. Pukul 4 pagi, kami sudah mulai terbangun dan susah untuk tidur kembali. Alhasil kami memilih untuk ibadah dan mempersiapkan pendakian kami. Sarapan kami lakukan di tempat kami makan malam kemarin. Saat kami re-check barang bawaan kami, kami ternyata melupakan beberapa hal. Tabung gas dan koreknya! Dua barang bawaan yang sangat penting untuk kelangsungan perut kami hahaha. Untung saja di warung-warung sekitar sana ada yang jual. Kami beli satu tabung gas seharga Rp. 25.000.
Setelah kami pikir lagi, kami juga lupa membawa kain lap. Kan kami mau nol sampah nih, makanya kami gak mau menggunakan tisu dan mau membawa kain lap. Tapi apa daya, kami lupa membawa dan malah membeli tisu kering di toko setempat. Buat pelajaran selanjutnya ya! Tak berhenti sampai disitu, ternyata Adi juga bisa-bisanya kelupaan membawa topi. Padahal itu barang esensial untuk dibawa lho (bagiku). Yasudahlah kami terima semua kekurangan kami kali ini dan menutup acara cek dan ricek kali ini.
Ketika matahari sudah mulai memberikan sinarnya untuk Bumi dan seisinya, kami bersiap untuk berangkat. Kami titipkan semua barang yang tidak perlu dibawa di Kang Hendrik dan kami tentu saja tidak akan lupa membeli gas terlebih dahulu hehe. Pendakian di hari ini cukup ramai, mulai pagi buta saja sudah ada yang mulai berangkat. Walaupun kami tergolong pagi berangkatnya, namun kami bukanlah yang paling pagi. Di jalanan sebelum masuk ke TNGGP, ada bumi perkemahan yang masih ada orangnya karena baru saja dilaksanakan acara disana. Saat kami melewati Pos Pelaporan TNGGP, kami melapor dan cukup banyak orang yang ada disana menunggu waktu untuk mereka mulai mendaki. Setelah kami melapor, kami segera berangkat.

- Pos Pelaporan hingga Pertigaan Cibeureum
Perhentian kami setelah berjalan cukup jauh dari Pos Pelaporan adalah Pertigaan Cibeureum. Kami melewati banyak tempat seperti Telaga Biru (kami sempat berfoto disana) dan rawa-rawa (gak tahu namanya). Disini masih cukup banyak orang karena ada orang yang ingin berwisata ke Curug Cibeureum dan tidak mendaki sampai ke Gede Pangrango. Sesampainya di Pertigaan Cibeureum, jika hendak ke Curug Cibeureum, kalian bisa terus kebawah hingga menemui curugnya. Jika kalian hendak mendaki, maka bisa mengambil jalan ke kiri. Sejauh perjalanan ini, alhamdulillah cuaca tidak membuat kami kesusahan. Matahari masih bersinar dengan cerah.

- Pertigaan Cibeureum hingga Shelter Air Panas
Perjalanan kami lanjutkan. Kali ini kami melewati banyak shelter dan kami memilih untuk melewatinya. Kami hanya berhenti sesaat untuk meneguk air putih untuk menghilangkan dahaga. Ternyata kalau mendaki hanya berdua lebih enak untuk mengatur perjalanannya. Menurutku lumayan juga ternyata aku jalan jauh tanpa istirahat kali ini (haha sombong). Saking banyaknya shelter yang ada di pendakian Gede Pangrango jalur Cibodas ini, aku gak bisa mengingat namanya satu persatu.
Jalanan terus mendaki hingga di suatu waktu ternyata kami sudah sampai di jalur Air Panas. Jalur ini berupa air terjun dengan air yang mengalir adalah air panas. Aku sangat tertarik ketika melewatinya. Entah kenapa takjub dengan bagaimana bisa air panas keluar dari dalam batuan, bagaimana proses di dalamnya gitu. Setelah melewati jalur ini, kami beristirahat sejenak. Kami menikmati pemandangan dan aliran air yang ada disana. Cukup segar ketika dirasakan. Disini kami mengisi botol kami yang ternyata sudah lumayan terkuras isinya. Cukup lama kami beristirahat, akhirnya kami melanjutkan perjalanan kembali.


Foto-foto saat bermain di shelter Air Panas
Foto-foto saat berhenti di Shelter Air Panas

- Shelter Air Panas hingga Pos Kandang Badak
Sekitar 15 menit berjalan, kami sampai di Pos Kandang Badak. Pos ini adalah pos terakhir sebelum menuju puncak Gede maupun Pangrango. Disini banyak pendaki yang mendirikan tendanya dan berkemah. Disini juga ada bangunan beton yang digunakan untuk ibadah, berjualan dan ada bangunan terpisah untuk wc. Aku sama Adi memutuskan untuk mampir disini. Kami taruh kerir kami dan mengeluarkan makanan untuk dimasak. Ternyata udah lapar juga kerasa setelah mendaki cukup lama. Disini kami bertemu dengan pendaki dari Jawa Barat juga, beberapa pemuda yang baru saja turun dari Gede. Kami berbincang-bincang sembari makan bersama. Setelah makan dan tentunya coklat hangat dirasa cukup, kami mengisi tempat air kami untuk persediaan selama di atas. Air yang mengalir sangat kecil debitnya, jadi cukup membuat antrean saat aku mengisi tempat air. Setelah itu, we’re done.

- Pos Kandang Badak hingga Puncak Pangrango
Kami melanjutkan perjalanan, mengambil arah ke kanan di persimpangan Gede Pangrango. Jalan menuju Pangrango sangat berbeda dengan jalan menuju Gede. Jalannya sudah ada, namun cukup primitif menurutku dengan banyak batang pohon yang melintang di tengah jalan dan tanjakan yang cukup menggoda. Harus menunduk, membungkuk, jongkok berkali-kali untuk melewati jalur ini sembari terus berjalan mendaki membawa kerir kami. Selama perjalanan tidak ada satu manusia-pun yang lewat ke arah atas. Adanya, beberapa orang yang turun ke bawah.

Foto penunjuk arah. Ambil kanan untuk ke Pangrango!

Di suatu waktu, kami berhenti untuk beristirahat sejenak. Kami duduk di sebuah batang pohon yang besar dan lagi-lagi melintang di tengah jalan. Lagi enak duduk, kok tiba-tiba kami melihat ada aliran kecil air dari water carrier kami. Mulai curiga, akhirnya kami mencari tahu. Ternyata, water carrier kami ada lubangnya, kecil sekali, tapi bisa membuat air keluar. Waduh ini harus hati-hati bawa airnya jangan sampai diatas nanti habis malah haha. Akhirnya kami menemukan cara untuk membawanya setelah itu. Perjalanan dilanjutkan kembali.
Kurang lebih setelah kami berjalan selama 1,5 – 2 jam (lupa aku), setelah kami melewati berbagai tanjakan dan jalanan sempit selebar kerir, akhirnya kami sampai di bibir kawah Pangrango. Kawah disini adalah kawah tidak aktif yaa, cuma bekas pembentukannya kan masih berbentuk bibir kawah gitu. Di puncak ini, kami bertemu beberapa pendaki lain yang tidak banyak jumlahnya. Puncak waktu itu ditutupi kabut, sehingga kami tidak bisa melihat jelas apa yang ada di depan kami. Setelah kami beristirahat cukup, kami melanjutkan lagi perjalanan menuju Kawah Mandalawangi.

Kabut Mandalawangi siang itu.

Di kawah, ada satu tenda yang sudah berdiri dan ada juga rombongan keluarga yang bersiap turun. Serasa surga, Kawah Mandalawangi hanya dimiliki oleh kami, tidak ramai orang. Banyak tumbuhan edelweiss disini dan lebar kawahnya tidak besar. Ada bekas aliran air yang lurus ke arah barat dan membentuk cekungan cukup besar di ujung barat (bisa digunakan untuk mengambil air). Namun, berhubung kemarau, tidak banyak air yang ada disana. Setelah kami puas melihat kawah ini, kami survei dimana kami bisa mendirikan tenda. Walhasil, dipilihlah tempat dibawah pepohonan “hobbit” (karena batangnya meliuk-liuk hehe) yang aman dari angin dan cukup melindungi dari udara bebas.
Sebelum kami mendirikan tenda dan merapikan isinya, kami menunaikan sholat terlebih dahulu. Setelah kami mendirikan tenda, kami makan siang. Makan kali ini, kami memakan bekal yang diberikan oleh Mbak Dea untuk Adi. Enak mbak bekalnya! Mau lagi haha. Setelah itu, kami tidak punya agenda selain santai-santai.


(Atas) Sepatu yang aku pinjam dari Ardi. (Bawah) Jaket murah yang dibeli dari Kak Dewi. 

Suatu ketika, kami hendak membuat susu jahe hangat instan. Setelah kami masak dan menuangkan bubuknya, kami taruh di bawah dulu karena kompornya hendak dipakai untuk masak yang lain. Kami taruh si panci di tenda, belakangku. Sewaktu aku hendak menaruh pancinya, aku taruh ponselku juga di belakang aku, agak jauh. Eh tiba-tiba saja, aku menyenggol panci berisikan susu jahe hangat! Airnya mengenai kakiku dan terasa panas. Airnya meluber kemana-mana, bahkan hingga ke ujung-ujung tenda dikarenakan tenda kami berada di tanah yang miring. Airnya mengenai matras, beberapa perabot dan yang paling parah, ponselku!!!!
Aku kalang kabut, takut ponselku rusak atau gimana. Ternyata, alhamdulillahnya masih bisa menyala dengan keadaan speaker-nya agak rusak suaranya. Tapi aman, karena itu hanya perlu dikeringkan dan benar saja, lama-lama dia sudah bisa sendiri. S*ms*ng memang tangguh ya hahaha. Setelah insiden itu, kami memilih untuk menaruh panci diluar haha.
Kami masih santai-santai hingga tidak terasa, orang-orang mulai ramai datang. Ada rombongan dari suatu sekolah, ada juga yang pribadi. Tiba-tiba saja ada inisiatif dari Adi untuk mencari kawah aktif dari Pangrango. Setauku sih gak ada kawah aktifnya ya. Cuma dia lihat di foto Mbak Dea katanya dia foto di depan kawah. Akhirnya kami mencari kesana kemari hingga mbrasak mbrusuk ke hutan dan gak ketemu. Akhirnya kami turun lagi dan belakangan, ternyata foto Mbak Dea itu adalah foto di Puncak Pangrango dengan latar belakang kawah Gede haha. Cukup lama kami mencari, tak terasa tiba-tiba sudah senja. Kami menyaksikannya diatas matras, disamping pohon edelweiss dengan suhu yang mulai dingin. Sungguh indah ketika warna langit mulai berubah dari oranye ke merah muda. Masyaallah!
     Hingga malam tiba, tak banyak yang kami lakukan kecuali makan, ibadah lalu bersiap-siap untuk istirahat setelah Isya’. Istirahat yang dimaksud disini adalah tidur! Karena kami sudah menempuh perjalanan cukup melelahkan satu hari ini. Tak lupa kami membuat jelly dulu sebelum kami tidur. Saatnya meloncat kedalam mimpi yang mengantarkan ke hari selanjutnya.
Sunset di Mandalawangi.


-- Minggu, 10 November 2019

Pagi hari di Kawah Mandalawangi, Pangrango

Pagi hari, udara mulai dingin dan kami sudah siuman kembali. Tidur yang sangat nikmat, terasa setelah bangun, lelah hilang haha. Setelah ibadah, kami masak untuk makan pagi. Setelah itu, kami siap-siap untuk turun ke bawah lagi. Sekitar pukul 8, kami sudah siap untuk turun. Akhirnya kami turun melewati jalur yang sama dengan keadaan yang berbeda. Banyak orang menuju Puncak Pangrango. Banyak yang beristirahat di pinggir jalan dan banyak juga yang menanyakan “Masih jauh gak mas?” Haha, semangat aja bentar lagi juga kelar. Ada pula yang meminta air kepada kami dikarenakan air dia sudah mulai habis. Dalam hatiku, “Orang ini nanti gimana mau turunnya kalau airnya aja udah habis buat naik, turun juga cukup melelahkan kan?” Kami beri air, dan kami melanjutkan perjalanan turun. Kurang lebih satu jam, kami sampai di Pos Kandang Badak lagi.


Terima kasih tenda dari Anwar!

    Selama perjalanan turun kami tak banyak beristirahat kecuali di Shelter Air Panas 2 karena kami mau foto-foto haha. Hingga kira-kira pukul 1 siang, kami sudah sampai di pintu masuk TNGGP. Perjalanan turun kami agak ngebut karena kami sudah mendapatkan cara yang enak untuk turun, dengan melompat-lompat ke bebatuan hihi. Oiya, selama perjalanan kami bertemu dengan cewek-cewek yang juga turun dan mereka menggunakan pakaian syar’i. Keren sekalii!! Setelah sampai bawah, kami ke rumah Kang Hendrik dan melaksanakan sholat di musholla dekat sana. Tiba-tiba saja, hujan turun.

Foto terakhir sebelum pulang.

    Agak kepikiran sih aku sebenarnya, gimana kalau hujannya ternyata lama? Namun, tidak berselang berapa lama hujan sudah reda dan kami memulai perjalanan pulang Cibodas-Pondok Betung. Nah selama perjalanan pulang ini kan jalanannya turun, Adi menjadi ahli rem disini. Karena rem sepeda motor tadi yang kurang pakem, Adi sering menggunakan kakinya untuk rem, terkadang juga minta bantuanku untuk memperlambat menggunakan kaki haha. Kocak sih disini. Apalagi keadaan Jalan Puncak di Minggu sore itu, ramai sekali. Jadi harus sering-sering ngerem mendadak. Kaki udah berotot untuk ngerem kayanya nih. Tapi secara keseluruhan, perjalanan kami lancar walaupun sangat lama. Bayangkan saja, kami berangkat pukul setengah 3, dan sampai di Pondok Betung pukul 9 malam! Melelahkan guys!

Motor yang kami gunakan untuk perjalanan kali ini.

Oke, jadi sekian cerita perjalananku kali ini. Pesan dari cerita ini adalah, persiapkan kebutuhanmu ketika perjalanan dengan baik! Jangan sampai banyak ketinggalan kaya yang aku dan Adi alami. Ada baiknya didaftar apa saja yang harus dibawa dan efisienkan barang bawaanmu! Sekian, salam lestari lan rahayu!
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Post a Comment

1 Comments

  1. Perjalanan yang selalu ingin diulang. Mendaki...😊. Semoga setiap perjalananmu membuat semakin dekat pada Allah swt.

    ReplyDelete