Advertisement

Responsive Advertisement

Lintas Waktu dan Ruang – Tanjung Perak ke Trisakti

 Namanya manusia, selalu saja ingin mencoba hal baru. Setelah mencoba, terpenuhi rasa keingintahuan, baru akan merasakan kepuasan. Baik dalam cara yang bagus ataupun tidak.

 

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Berawal dari keingintahuan, perjalanan ini bisa terlaksana. Ceritanya, tahun kemarin, 2019, orang tuaku mudik dari Kalimantan ke Jember menggunakan kapal mudik gratis. Orang tuaku bercerita banyak mengenai perjalannya selama di Jember. Walhasil, aku menjadi penasaran untuk pulang ke Kalimantan menggunakan kapal juga. Pucuk dicinta, ulam pun tiba, kesempatan datang tidak aku sia-siakan. Aku akan berlayar!

Teman perjalanan saya kali ini, Izza Pizza Boy


-- Pra-liburan Akhir Semester Genap 2019 –-

Liburan semester genap akan dilaksanakan selama 3 minggu berdasarkan kalender akademik STMKG. Waktu yang panjang, pikirku. Aku memutuskan untuk tidak langsung pulang ke Kalimantan, melainkan melipir ke kota budaya Yogyakarta untuk naik gunung dan wisata lainnya (cek postingan tentang Sindoro). Aku tinggal di Yogyakarta selama seminggu dan kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, Pelaihari.

Kali ini, aku mau mencoba moda transportasi umum yang jarang dijadikan sarana berpindah tempat untuk pulang kampung oleh anak STMKG mungkin ya? (sok tauu). Ya, kapal laut. Walaupun katanya boros waktu, goyang banget, tapi gak papa. Waktu yang aku miliki sedang banyak, tidak dalam tuntutan apapun. Mari kita sedikit aneh-aneh dan mencoba hal yang baru.

Setelah seminggu di Jogja, aku bertolak ke Surabaya untuk menjemput Izza yang tidak jadi ke Jogja karena ada halangan. Akhirnya dia langsung ke Surabaya dan menginap di rumah rekan kosku, Adry. Sebenarnya bukan di Surabaya, tapi di Sidoarjo, dekat dengan Stasiun Gedangan. Perjalanan Jogja-Surabaya memakan waktu yang lama. Seingatku, waktu itu aku berangkat sebelum Ashar dan sampai setelah Isya. Waktu tepatnya lupa tapi hehe. Waktu itu aku naik kereta Pasundan, relasi Bandung-Surabaya lewat Jogja.

Aku bertemu dengan orang yang hendak turun di stasiun sebelum di Surabaya. Ia bercerita, bahwa ia sekolah di sekolah Islam di daerah Kebayoran ternyata. Wah deket sama Tangerang Selatan. Kok bisa ya, kita diketemukan dengan orang yang keberadaaanya dekat dengan kita secara acak gitu? Ia juga bercerita bahwa ia pernah bepergian hingga ke Nusa Tenggara Timur. Melalui ceritanya, aku dapat menangkap bahwa NTT sepertinya adalah daerah yang asyik untuk jadi tujuan menetap. Tapi gak tau kapan haha, mungkin penempatan kerja?

Setelah aku sampai di Stasiun Gubeng, aku keluar melalui pintu lama. Adry sudah menunggu dengan motor M*g*apro-nya. Tak makan waktu lama, kami segera cabut menuju rumah Adry yang memakan waktu sekitar 30 menit dari stasiun. Sampainya di rumah Adry, semuanya sudah tidur, termasuk Izza. Akupun segera beristirahat karena duduk lama di kereta juga membuat punggung sedikit banyak lelah.

Oiya aku lupa kalau aku dapat SMS dari pihak kapal kalau keberangkatan kami ditunda. Awalnya pada Selasa, 26 Agustus 2019 jadi ke Rabu, 27 Agustus 2019. Awalnya aku kecewa karena sampainya di Kalimantan menjadi lebih lama. Namun tak apa, aku punya waktu luang sehari di Sidoarjo dan aku akan manfaatkan untuk berjalan di sekitaran Sidoarjo.


-- Senin, 26 Agustus 2019 --

Mengisi waktu luang, aku berinisiatif untuk mengunjungi rumah Izharu yang terletak tak jauh ternyata dari rumah Adry. Aku dengan Izza berkunjung di pagi hari dengan menggunakan Gojek. Waktu itu lagi banyak potongan jadi murah mau kesana kemari. Rumah Izharu ada di Sedati, sekitar 5 km dari rumah Adry. Setelah menaiki Gojek selama kurang lebih 20 menit, kami sampai. Kami disambut oleh Ayahnya Izharu, sendirian. Ibunya masih bekerja dan Izharunya sendiri, di Pondok Betung, gak pulang ke rumah waktu itu. Kalau bincang sama ayahnya Izharu, pasti bincang tentang gunung dan jalan-jalan, gak ada habisnya!

Cukup lama kami di rumah Izharu. Menjelang ashar, kami pulang dan beristirahat sebentar di rumah Adry. Tak berapa lama, aku dijemput oleh temanku, Kharis. Ia mau mengantarku ke Terminal Purabaya untuk mencari angkutan umum menuju pelabuhan. Namun, kami tidak dapat dan kebetulan waktu itu juga, kami ditawari ibunya Adry untuk menggunakan Gocar saja. Ibunya berkata waktu itu, sedang ada promo juga. Entah kenapa, tengah tahun semua orang kebanjiran promo ya hehe.

Suasana Terminal Purabaya atau lebih dikenal sebagai Terminal Bungurasih


Walhasil, kami pergi dari terminal. Di jalan keluar, kami sempat beli es cendol (ngidam banget ini). Setelah itu kami pergi ke Bandara Juanda. Jalanan ke arah bandara cukup mulus dan sepi. Enak buat ngebut hehe (JANGAN DITIRU!) Bahkan ada suatu saat waktu ngebut, kami melewati gundukan jembatan sampai aku yang dibelakang terbang! Untungnya, gak sampai jatuh. Setelah kami sampai di bandara, kami langsung pulang haha! Gak jelas memang, tujuannya cuma mau lihat bandara. Di pintu keluar, kami kebingungan untuk mencari pintunya, mana pintu untuk motor dan mana pintu untuk mobil. Kenapa? Karena kami sama-sama rabun jauh.

Pintu masuk Bandara Juanda T1

Stasiun Meteorologi Juanda yang berfungsi untuk pengamatan cuaca untuk penerbangan

Ba’da maghrib,kami sudah sampai lagi di rumah Adry. Malam ini, aku dan Izza harus packing kembali barang-barang memastikan tidak ada yang tertinggal dan siap untuk berangkat besok, sangat pagi. Malam itu kami akhiri dengan cepat agar besok kami tidak ketinggalan waktu. Selamat malam!


-- Selasa, 27 Agustus 2019 --

Pukul 3 pagi, kami sudah bangun dan bersiap-siap. Kami bergegas karena dijadwalkan kapal akan berangkat pada pukul 6 pagi. Setelah semuanya siap, termasuk sarapan, kami berangkat dari rumah Adry menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Oh iya, mungkin aku mau bilang terima kasih untuk semua yang sudah terlibat dalam perjalananku. Keluarga Adi, keluarga Adry, keluarga Izharu dan bahkan Izza yang menemaniku berlayar kali ini.

Perjalanan berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu kami sampai di Pelabuhan Tanjung Perak. Di sini, kami dibuat kebingungan. Kami melihat satu terminal besar, kami kira inilah terminal kapalnya. Tapi ternyata kami salah, ini adalah terminal untuk kapal lain. Kata satpam yang sedang bertugas, terminal untuk kapalku ada di sebelah sana (intinya begitu). Akhirnya kami menuju terminal yang dimaksud dengan barang-barang yang cukup banyak di pundak kami.

Setelah berjalan ke suatu arah, ternyata kami salah! Kami salah masuk ke suatu tempat. Jadi sebenarnya terminal ini bangunannya terlihat, namun kami tidak tahu dimana masuknya. Karena kelelahan mondar-mandir sana-sini, kami beristirahat dan membeli minuman terlebih dahulu. Setelah itu, kami segera mencari pintu masuk lagi dan akhirnya dapat. Terminal ini adalah bangunan dengan bentuk hampir kotak sempurna dan ternyata sudah dipenuhi banyak orang.

Karena masih terlalu pagi, check in masih belum dibuka. Kami ngemper di luar terminal dengan orang-orang lain. Tau kan ya? Stigma orang kalau di pelabuhan pasti masalah keamanan, orang tua juga wanti-wanti masalah itu. Hati-hati copetlah atau apalah. Maka dari itu, kami saling jaga disini. Kami melaksanakan ibadah sholat subuh bergantian. Alhamdulillah aman. Setelah waktu ibadah, pintu check in baru dibuka.

Pintu check in disini ada dua yang dijaga oleh dua petugas. Samar-samar, di sebelah kiri pojok, aku lihat ada mesin check in otomatis. Loh? Kenapa mesinnya tidak digunakan? Akhirnya aku berinisiatif untuk menggunakannya dan ternyata bisa! Aku terselamatkan dari antrean yang sangat panjang. Setelah itu, tiket check in kami diperiksa dan kami dipersilahkan untuk menunggu di ruang tunggu.

Suasana terminal keberangkatan feri DLU. Kapal pesiar besar yang ada di foto ini bukan kapal yang aku naiki ya haha

Ternyata, keberangkatan pukul 6 pagi adalah suatu kemustahilan. Pukul 6 terlewat, kami juga masih belum naik ke kapal. Kira-kira pada pukul 8.30, kami baru naik ke kapal. Wah, ternyata segininya ya telat di kapal haha. Bener kan kata orang-orang kalau naik kapal suka molor-molor gitu. Pengalaman tapi hehe. Nah setelah naik, kami kira bakal langsung berangkat. Ternyata, tidak! Kami harus menunggu sampai jam 10-an, baru kami diberangkatkan. Entah prosedur apa yang sedang dilaksanakan oleh awak kapal, tapi demi keselamatan, ya tidak apa-apa.

Kapal mulai menjauh dari dermaga terminal. Oiya, nama kapal ini adalah KM Kumala yang dioperasikan oleh PT. DLU. Kalian bisa pesan tiketnya daring lho! Cukup memudahkan. KM Kumala melewati Selat Madura, Jembatan Suramadu, dan akhirnya lepas ke Laut Jawa. Ternyata, Laut Jawa indah ya! Airnya terlihat biru dan menyegarkan. Namun, namanya laut lepas, gak ada yang bisa dilihat kecuali air dalam arah 360o. Sehingga, tak lama berada di luar, aku dan Izza segera masuk lagi karena sudah puas melihat-lihat keadaan di luar.

Kami diberikan kamar yang dapat diisi oleh 4 orang. Kebetulan kami ditemani oleh 2 bapak-bapak. Mereka masing-masing membawa mobil yang ditaruh di dek bawah kapal. Kami berbincang-bincang, menanyakan dari mana dan hendak ke mana kami. Tak terasa, waktu sudah semakin siang dan perut kami mulai keroncongan. Namun, karena makanan belum datang, kami harus mengganjal perut kami dengan roti terlebih dahulu yang kami bawa dari Sidoarjo. Kira-kira pukul 3 sore, kami diantari makanan oleh petugas. Ternyata makanan di kapal tidak mengikuti jadwal makanku hehe. Diberikan 3 kali namun agak telat dari jadwal makanku. Deritaku menjadi orang yang harus makan tepat waktu hehe. Setelah makan, kantuk mendera, kami berlayar dalam mimpi.

Bangun, tak terasa hari sudah mulai sore. Udara sudah mulai sejuk, tidak panas menyengat seperti siang tadi. Kami keluar untuk menikmati sore dan menunggu matahari terbenam. Saat matahari sudah mulai beradu ke ufuk barat adalah waktu yang sangat indah. Melihat matahari bersinar kemerahan dengan awan tipis sebagai penghiasnya. Syahdu, itu yang aku rasakan. Kemudian, azan maghrib dikumandangkan dari musola kapal. Segera, kami menuju tempat ibadah dan melaksanakan ibadah.

Matahari tenggelam di tengah laut Jawa

Setelah selesai beribadah, kami balik ke kamar. Makan malam tidak lama diantarkan dan kami menghabiskannya. Kegiatan malam ini tidak terlalu banyak selain membaca buku dan memainkan gawai. Karena memang tidak ada hal yang bisa kami lakukan. Oiya, mulai di kapal ini padahal aku sudah ada niat untuk menuliskan pengalaman ini, dan berakhir setengah tahun kemudian, hari ini aku baru bisa menuntaskannya. Dasar aku! Mana publikasinya akhir tahun lagi ya. Dasar aku! (2)

 

-- Rabu, 28 Agustus 2020 --

Matahari terbit di tengah Laut Jawa

Akhirnya pagi tiba kembali. Perjalanan kami sudah cukup lama dan sudah mendekati Kalimantan. Kami sudah bisa melihat kapal-kapal nelayan yang mencari ikan dan sayup-sayup di sebelah timur terlihat daratan. Sepertinya itu adalah daratan Tanah Laut. Lampu-lampu rumah penduduk pun sedikit terlihat. Mentari semakin naik, air lautan juga berubah semakin coklat. Artinya, kita sudah berada di muara Sungai Barito. Wah sudah dekat nih! Akhirnya perjalanan kami hampir selesai.

Kapal tongkang pembawa batubara melewati Sungai Barito yang lebar, teringat sesuatu?

Saat benar-benar memasuki bibir Sungai Barito, banyak kapal-kapal kecil, sampan dan kapal tongkang yang lalu lalang. Sungai ini menjadi salah satu nadi ekonomi bagi Provinsi Kalimantan Selatan. Selain menjadi jalur kapal, di sungai ini jua-lah Pelabuhan Trisakti berada. Kira-kira 30 menit sejak pertama kami masuk bibir sungai, kami akhirnya sampai di Pelabuhan Trisakti. Memang, pelabuhan ini bertuliskan “Bandarmasih” pada dindingnya. Namun, nama dari pelabuhan ini adalah Trisakti. Entah kenapa begitu, aku juga tidak mengerti.

Kami turun dari kapal, kemudian kami segera keluar dari terminal pelabuhan. Cukup ramai angkot yang mau membawa kami. Tapi untungnya kami sudah dijemput oleh orang tua masing-masing. Tak susah untuk dicari, aku menemukan orang tua ku dan kami akhirnya pulang menuju Pelaihari. Selesailah perjalanan kali ini.

Terminal kedatangan Pelabuhan Trisakti

Misi pelayaran, done!

Sekian cerita dari aku. Doakan aku semangat dan berlanjut dalam menulis! Salam lestari lan rahayu!

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Post a Comment

2 Comments

  1. Itu kapal ferri gedenya dah kaya mall :)

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah...bisa merasakan keseruan naik kapal laut. Semoga ada hikmah yang didapat.

    ReplyDelete