Berkunjung ke rumah teman selalu menyenangkan. Mengenal keluarga dan menerima keramahan sang tuan rumah adalah hal yang membuat hati gembira. Sambung silaturahmi itu dianjurkan karena mengundang manfaat.
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat
sore rekan-rekan baca! Kembali lagi bersama saya dalam kisah saya yang saya
alami sendiri haha. Kali ini aku (kembali ke aku) mau membagikan pengalamanku mengunjungi
rumah kerabat kuliahku, Bintang yang berada di Bogor. Ini adalah pertama
kalinya aku mengunjungi Bogor dan jalan-jalan di Bogor sejauh ini. Kalau dulu, cuma
berkunjung sebentar dan tidak pernah sampai bermalam. Hanya perjalanan singkat
kalau tidak, cuma lewat saja ketika menuju Cibodas.
-- Selasa, 21 Januari
2020 --
Sama
seperti perjalanan ke Pangrango beberapa tempo waktu lalu, perjalanan ini juga
dimulai dengan ajakan. Bintang mengajak anak-anak kelas untuk mengunjungi
rumahnya. Mungkin ini adalah pelunasan hutang janji mau ngajak anak-anak kelas
ke villa di Bogor ya hehe. Namun, yang minat ternyata sedikit, tidak banyak.
Ada Agung, Ardi, Adi, Aan, dan tentunya Aku. Waktu yang disetujui adalah Selasa,
21 Januari 2020. Waktu itu, kami sudah tidak ada kuliah lagi, dikarenakan UAS
sudah selesai dan sisa minggu-minggu sebelum PKL. Kebetulan di hari itu tidak
ada agenda apa-apa sudah.
Rencana
kami, mau berangkat menggunakan motor. Alhamdulillah motornya tercukupi. Aku
dengan Bintang, Adi dengan Aan, dan Ardi dengan Agung. Rencana kami di rumah
Bintang ya intinya mau main-main aja, sekalian bakar-bakar jagung, makan-makan
dan tentunya, jalan-jalan. Melepas penat setelah UAS selama dua minggu yang
cukup menguras tenaga dan pemikiran.
Pagi
hari, kami mempersiapkan apa yang diperlukan untuk keberangkatan kami. Aku sendiri mengerjakan beberapa tugas garis mati dan tanggung jawab yang
belum aku kerjakan. Cukup melelahkan pagi itu, mau pergi tapi malah masih
banyak kerjaan. Tapi, alhamdulillah semuanya berhasil dilaksanakan pelan-pelan.
Kan memang dalam bekerja sebaiknya jangan tergesa-gesa atau grasak-grusuk.
Kita boleh bekerja maunya cepat, tapi tetap harus pelan-pelan dalam meneliti.
Jangan sampai ada yang tertinggal ataupun salah. Lah kok jadi salah bahasan? Back to reality topic!
Kami
berjanji untuk kumpul di kos Adi dan Bintang setelah zuhur. Waktu yang
ditentukanpun tiba. Aku masih agak kalang-kabut memasukkan berbagai barang ke
dalam tasku ketika Bintang tiba-tiba datang menjemput. Walhasil, aku harus
menyuruh dia untuk menunggu sebentar agar aku bisa cek ulang barang-barangku.
Alhamdulillah semuanya sudah dibawa dan insyaallah tidak ada yang tertinggal.
Setelah itu kami meluncur menuju kosan Bintang. Di kos Bintang ternyata sudah
ada Agung dan Ardi. “Wah aku telat!” batinku. Karena sudah lengkap, kami lalu
berangkat untuk menjemput Aan yang menunggu di fotokopi Ar-Rayyan.
Perjalanan keberangkatan dilakukan di siang hari yang cukup terik. Matahari tak berhentinya
menyinari kami dengan sinar terik nan panasnya. Namun, entah kenapa, kemacetan yang
terjadi di sepanjang jalan setelah Stasiun Pondok Ranji tidak begitu parah
sehingga perjalanan juga tidak terlalu sumpek. Berbagai daerah kami lalui
sepanjang Jalan Jakarta-Bogor hingga kami sampai di Parung. Di Parung, kami
mengambil belokan ke kanan untuk menuju pasar yang ada di pinggir jalan. Tujuan
kami adalah membeli beberapa bahan yang kami butuhkan untuk masak nanti malam.
Namun, si Ardi menyalip aku dan dia kira memang mau lewat sini. Walhasil dia
gak berhenti di pasar melainkan malah terus menyusuri jalan yang kata Bintang,
tembus ke Ciseeng dan memperjauh perjalanan. Akhirnya
kami berusaha mencari jalan tembus untuk kembali ke jalan raya. Untung saja masih
bisa dan belum terlalu jauh.
Setelah
beberapa menit, kami akhirnya sampai di suatu pertigaan dan itu sudah mulai
masuk Bogor. Untuk perjalanan tadi Jakarta sampai Bogor, aku yang menyetir,
karena Bintang agak masuk angin. Selanjutnya, Bintang melanjutkan kemudi.
Katanya, kalau sudah mulai masuk kota banyak belokan dan repot kalau dia harus
ngasih tahu aku belok kesana-sini terus wkwk. Maaf yak!
Setelah
melewati beberapa tempat, termasuk Stasiun Klimatologi Dramaga, kami tembus ke
IPB. Kami melewati gerbang belakang IPB dan selanjutnya menyusuri jalanan
kampus IPB. Kami mampir ke masjidnya untuk melaksanakan ibadah. Tak disangka, kami
bertemu dengan sepupu Bintang yang dulu sempat mau masuk STMKG, bahkan sempat
ikut latihan lari bareng kami dulu. Setelah Bintang berbincang dengannya, kami
melanjutkan perjalanan menuju rumah Bintang.
Keluar
dari IPB, menuju jalan besar dan tak berapa lama kami belok ke kiri. Jalanannya
turunan dan merupakan arah ke Kampung Wisata Cinangneng. Lanjut menyusuri
jalan, kami akhirnya sampai di rumah Bintang. Letaknya ada di ujung perumahan
dan didepannya masih merupakan kebun dengan pemandangan langsung Gunung Salak.
Bahkan Gunung Gede Pangrango juga kelihatan jika dilihat dari kebun tersebut.
KAWAI!
Sore
hari, kami menikmati pemandangan dan juga bermain-main di kebun. Kebetulan
kebun tersebut baru saja selesai memanen ubi jalar. Masih banyak ubi yang agak
kecil-kecil yang tertinggal di kebun. Kami mengambil ubi tersebut dan akan kami
bakar malamnya. Kami juga jalan-jalan di sekitar rumah Bintang. Ada pohon
kelapa gading yang dijadikan hiasan pinggir jalan. Reflek, Ardi langsung manjat untuk memanen kelapa tersebut. Untunglah kami bisa memetik beberapa.
Setelah itu kami minum air kelapa yang tidak terlalu banyak isinya tersebut.
Menjelang
maghrib, kami membersihkan diri dan bersiap-siap untuk menuju masjid
melaksanakan ibadah. Alhamdulillah jaraknya tidak jauh. Setelah itu, Bintang
pergi bersama Aan untuk membeli bahan-bahan masakan. Hal ini dikarenakan tadi
siang tidak mampir ke pasar. Tak berapa lama mereka kembali dengan membawa ikan
teri dan serai. Semua bahan siap, saatnya membuat NASI LIWET!
Nasi
kami masak menggunakan rice cooker dan dicampur dengan serai, garam,
gula dan teri. Kami juga menggoreng telur sebagai lauk. Tak lupa juga, sambal! Setelah
30 menit memasak, akhirnya kami selesai. Lalu kami menaruh masakan kami di daun
pisang yang sudah dibersihkan dan makan di pelataran rumah Bintang. Nikmat
yang sungguh nyata! Makan hasil masakan sendiri yang ternyata enak banget
bersama teman-teman kelas dengan berbagai perbincangan hangat yang terjadi
diantara kami (hiperbola ini haha).
Setelah
itu, kami akan melaksanakan bakar-bakar. Sempat ada keraguan di benak kami. Hal
ini dikarenakan kami sudah kenyang dan medium untuk bakar-bakar masih belum
kami beli. Rasa malas menimpa kami seiring malam yang semakin larut. Namun,
kami tepis semua itu demi jadinya acara bakar-bakar. Kami pergi ke kota untuk
membeli jagung dan berbagai perlengkapan lainnya untuk bakar-bakar. Kami sampai
di rumah kembali sekitar pukul 23.30. Nekat memang.
Sesampainya
di rumah, justru yang melanda kami adalah rasa kantuk dan malas! Bintang bahkan
sudah tidur duluan. Diikuti dengan beberapa dari kami termasuk aku, hingga pada
akhirnya, hanya Adi yang tersisa. Ia membakar jagung dan ubi sedangkan yang
lain sudah berlabuh ke dunia mimpi masing-masing.
-- Rabu, 22
Januari 2020 --
Pagi
hari, kami melakukan sholat shubuh. Pagi ini, kami akan menuju suatu tempat, yaitu air terjun. Tapi kami tidak tahu air terjun mana yang akan kami
tuju. Tiba-tiba saja, aku teringat suatu postingan di Instagram tentang air
terjun yang airnya terlihat jernih, bahkan terlihat biru. Ya walaupun aku tau
ada editnya, paling gak, artinya air terjunnya jernih. Setelah berdiskusi
dengan anak-anak lainnya, kami setuju untuk mengunjungi air terjun itu.
Gunung apa ini ya? Kayanya Salak sih, dilihat dari rumah Bintang |
Nama
tempat itu adalah air terjun Kiara. Terletak di kaki Gunung Salak dan berjarak
lumayan jauh dari kediaman Bintang. Tapi, tetap saja kami tempuh jalanan untuk
menuju kesana. Kami mengepaki barang kami untuk dibawa kesana. Rencananya kami
akan mandi-mandi di air terjun. Jadi kami membawa baju ganti. Kira-kira pukul
7, kami sudah cabut dari rumah Bintang.
Kami
menyusuri jalan kecil dan mampir di sebuah warung untuk sarapan nasi uduk.
Pemandangan di depan warung sangat indah. Gunung Salak dengan jelas di depan
mata kami. Setelah sarapan, kami melanjutkan perjalanan melewati pedesaan
dengan ladang padinya dan jalanan kecil yang agak rusak. Bahkan kami melewati
pasar-pasar. Lalu sampailah kami kembali di jalan besar yang membawa kami ke
jalan kecil lagi. Di jalan kecil kali ini, jalanan menjadi tanjakan bukit. Motor
Bintang sampai hampir tidak kuat membawa kami berdua. Adi bahkan harus turun dari motornya untuk jalan dan membiarkan Aan naik sendirian menggunakan motor. Lalu akhirnya kami sampai di pos retribusi.
Pemandangan selama perjalanan, salah satu view terbaik yang pernah aku lihat |
Setelah
menyelesaikan urusan di pos retribusi, kami lanjut ke suatu kampung kecil yang
menjadi akses masuk ke air terjun. Dari kampung ini, kami harus berjalan menuju
hutan belantara. Sepanjang jalanan hutan belantara ada aliran air untuk irigasi
yang sangat jernih. Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, akhirnya kami
sampai di Curug Kiara.
Oiya aku ada cerita lucu nih waktu di kampung tempat kami menaruh motor untuk parkir. Jadi waktu itu aku menaruh hp di kantong baju di dada yang tidak aku kancing. Nah, tiba-tiba, melihat parit irigasi dengan aliran air deras dan jernih, reflek aku pingin membasuh muka. Aku mengambil kuda-kuda dan posisi badan agak aku bungkukkan untuk mengambil air. Tiba-tiba saja, suatu benda meluncur kedalam air dengan lancarnya. Ya, hp-ku! Hp-ku masuk kedalam aliran air yang deras ini dengan tanpa hambatan hahaha. Aku langsung panik mengambil hp-ku yang sudah basah kuyup ini. Untungnya, setelah itu masih bisa dipakai sih. Walau mengalami eror berkali-kali. Oke lanjut ke cerita utama.
Sebelum
menuju curug ini, akan ada turunan dan jembatan. Di jembatan ini, kamu jangan
menyeberang, melainkan menuju bawah, menapaki tangga yang cukup tinggi. Tangga
ini adalah akses satu-satunya menuju tempat pemandian curug. Kami turun satu
persatu untuk mandi-mandi. Satu kata sebagai kesan pertama, DINGIN! Benar-benar
bikin tidak kuat walaupun kejernihannya menggoda. Tapi, sudah jauh-jauh sampai
sini masa gak mau mandi? So, let’s go swimming!
Jalanan setapak menuju curug, untungnya sudah diberi jalan semen |
Jembatan yang ada di atas curug, nah kita gak lewat jembatan ini, melainkan turun melalui tangga yang ada di sebelah jembatan ini |
Curug
ini dikelilingi oleh dinding batuan yang tererosi oleh aliran curug itu
sendiri. Tidak diperbolehkan untuk kita mendekati jatuhan air. Dikarenakan ada
arus yang dapat menghisap kita kata Ardi. Maka dari itu, kita hanya
bermain-main di alirannya saja. Alirannya pun cukup deras. Kami lompat-lompat
dan berenang. Lama sudah aku gak renang dan akhirnya renang di air terjun. Kesempatan
yang gak tau kapan akan datang lagi hehe.
Kru perjalanan Curug Kiara |
Sudah
terlalu lama beraktivitas dalam air, kami kedinginan dan memutuskan untuk
menyudahi kegiatan main air. Kami lalu berganti baju dan berjalan turun ke
kampung tempat kami berhenti tadi. Setelah itu kami menempuh perjalanan pulang
dengan jalur yang berbeda. Pada akhirnya jalanan menuntun kami ke jalanan utama
yang ramai dan macet. Cukup mengesalkan. Tapi pada akhirnya kami sampai di
rumah lagi. Di rumah Bintang, kami membersihkan diri, lalu larut dalam tidur
kami karena kelelahan.
Agak
sore, kami semua terbangun. Kami bersiap pulang ke Pondok Betung. Kami pulang di sore hari dan
saat kami sampai di daerah Pamulang, ada tragedi. Langit waktu itu sudah gelap.
Tiba-tiba Bintang dari belakang bercakap bahwa ban motor Adi bocor. Walhasil
kami yang sudah jauh didepan harus berbalik arah kembali untuk mencari mereka.
Setelah kami menemukan mereka di bengkel, kami menunggu ban motornya
diperbaiki. Ternyata ban-nya sobek karena sudah lama gak diganti. Jadinya harus
mengganti ban deh.
Setelah
permasalahan ban selesai, kami melanjutkan perjalanan dan sampai di Pondok
Betung sekitar pukul 8.30 malam. Sangat menyenangkan ternyata berjalan ke rumah
teman dan mendapat sambutan yang hangat dari tuan rumah. Lain kali ajak kami
kesini lagi ya Tang! Sekian ceritaku kali ini, jangan bosan untuk membaca yaa.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
0 Comments