Advertisement

Responsive Advertisement

Perjalanan Akhir Tahun – Refleksi

2019 seperti buah dan biji yang berguguran akibat angin yang kencang.

 

-- Selasa, 24 Desember 2019 --

Sudah lama aku berjanji kepada Adinda (Uni) untuk mengajaknya bersepeda bersama di Rangkasbitung, seperti yang (sepertinya akan jadi hobi) sering aku lakukan jika aku sedang membutuhkan udara segar dan sedang ada waktunya. Kalau gak salah aku pernah memberi janji waktu sebelum lebaran dulu dan akhirnya terlaksana di penghujung tahun. Uni juga mengajak Maryam untuk menemaninya. Akhirnya terlaksanalah rencana ini.

Kami menggunakan sepeda lipat yang kami pinjam dari teman-teman kami. Aku meminjam ke Rainy, Maryam ke Adry, dan Uni ke Luthfi. Emang seniat ini kami hehe. Setelah kami siap di hari itu, kami berangkat kira-kira pukul setengah dua siang. Kami menggunakan sepeda kami untuk berpindah dari kos ke Stasiun Pondok Ranji. Lalu kami melipat sepeda kami dan memasukkannya kedalam KRL. KRL waktu itu cukup ramai dan kami harus menaruh sepeda kami berjejer bertiga. Agak gak enak sebenarnya karena sangat memakan tempat. Namun tidak apa, memang tidak dilarang untuk membawa sepeda lipat kedalam KRL kan?

Setelah 1,5 jam, kami sampai di Stasiun Rangkasbitung, stasiun KRL terakhir di jalur ini. Kami lalu turun dan menggotong sepeda kami ke pintu keluar yang sangat jauh. Kenapa jauh? Karena stasiun ini habis selesai di renovasi, pintu keluarnya dipindah jadi agak jauh kedepan gitu. Apalagi kalau kita mau melanjutkan perjalanan menggunakan kereta lokal, kita harus keluar dari loket KRL yang jauh itu, dan jalan ke arah pintu masuk gerbang lama. Cukup menguras energi, apalagi ternyata sepeda-sepeda lipat ini walau terlihat ringkas, mereka cukup berat haha. Tapi, Maryam dan Uni bisa ngangkat lho! Wanita seteronk.

Setelah kami sampai di luar, kami buka lipatan sepeda kami dan kami mengayuh sepeda kami menuju pusat kota Rangkasbitung yaitu Alun-Alun Rangkasbitung. Tujuanku adalah untuk mengenalkan kota ini ke mereka. Melewati jalan Multatuli yang rindang dan tidak ramai kendaraan (kaya di Pelaihari). Lalu kami menuju masjid besar Rangkasbitung, Masjid Al-A’raaf. Kami melaksanakan ibadah lalu kami nyantai di alun-alun.

Kebetulan kami membawa bekal untuk makan siang dan kami belum makan. Kami lalu makan disini dan mereka membeli bakso yang dijual oleh bapak-bapak disana. Ditengah-tengah kami makan, tiba-tiba hujan. Aku sudah agak pesimis dengan masa depan kami bagaimana mau pulang ini. Namun, tak berapa lama, ternyata hujannya reda. Akhirnya kami langsung gaspol bersepeda mengelilingi kota ini. Dalam perjalanan kami, kami menemukan  fakta bahwa hujan tadi hanya turun di daerah alun-alun. Karena agak menjauh dari alun-alun, jalannya kering semua hahaha. Kami ke arah barat kota lalu mutar ke utara kota dan berakhir di Stasiun Rangkasbitung lagi.


Saat kami foto di "jembatan pelangi", salah satu spot favorit untuk sekadar lihat-lihat di Rangkasbitung

Saat di stasiun, aku menanyakan kepada mereka, “Kalian bisa gak pulang sendiri?.” Terdengar sadis ya membiarkan cewek pulang sendiri, membawa beban sepeda lagi hahaha. Namun, aku disini harus meninggalkan mereka karena ada perjalanan yang harus aku lanjutkan. Dan jika perjalanan itu tidak dilaksanakan sekarang, maka akan boros waktu dan biaya. Oleh karena itu aku memilih untuk melanjutkan perjalanan, sementara mereka pulang ke Pondok Betung. Aku percaya dengan mereka yang sudah dewasa, bisa menjaga diri dan sepeda lipat (yang cukup berat itu). Akhirnya mereka pulang sendiri.

- Perjalanan Selanjutnya

Perjalananku selanjutnya adalah perjalanan yang sebenarnya sudah aku inginkan sejak lama, namun masih tidak ada waktu untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, kali ini aku bertekad untuk mewujudkannya dan alhamdulillah, Allah SWT melancarkan keinginanku kali ini. Aku berpisah dengan Uni dan Maryam untuk melanjutkan perjalanan menggunakan kereta lokal KA Merak tujuan ke Stasiun Karangantu, tempat tujuanku.

Kereta berangkat pada saat maghrib. Aku duduk di gerbong belakang dan tempat duduk paling depan. Sendirian. Sampai pada suatu waktu, ada seorang pemuda lewat dan sepertinya tidak menemukan tempat duduk sehingga dia kembali ke tempatku dan menanyakan apakah dia boleh duduk disana. Kujawab saja boleh. Ia segera mengambil tempat duduk didepanku, sama-sama berdampingan dengan jendela.

Seiring waktu, kami berbincang-bincang dan berkenalan. Namanya adalah Fahri dan ternyata dia lebih muda dari aku satu tahun. Ia bekerja di Cikarang dan sekarang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah orang tuanya di Serang. Entah kenapa, kami jadi banyak berbicara, bercerita hal-hal yang kadang gak saya ceritakan sama orang. Gak tau kenapa enak banget bawaannya cerita sama dia haha. Mungkin karena pribadi yang kurang lebih sama jadi saling membenarkan dan memahami eyakk. Cerita ini di skip ya.

Kami terhanyut dalam cerita kami hingga tak terasa kereta sudah sampai di Stasiun Serang. Fahri turun terlebih dahulu dan disitulah perpisahan kami. Aku masih harus menempuh perjalanan untuk sampai di Stasiun Karangantu yang terletak di utara Kota Serang. Kurang lebih 10 menit kemudian, aku sampai dan turun.

Selamat datang di Stasiun Karangantu yang gelap dan agak menyeramkan awalnya bagiku. Namun, kutepis semua ketakutan dan pikiran negatif. Aku turun dari stasiun dan mulai membuka sepeda lipat. Aku bersepeda menuju arah dermaga dan ternyata kota kecil ini cukup nyaman kerasanya. Sepi, tidak ada kemacetan dan keriuhan kota disini. Setelah cukup kelilingnya, aku mampir di sebuah kedai nasi goreng untuk makan malam. Lapar yang aku rasakan ini sudah tidak bisa dibendung.

Selepas makan, aku kembali berkeliling dan kali ini aku menuju Masjid Agung Banten. Setelah mengayuh sepeda sekitar 15 menit, aku sampai di suatu kompleks peninggalan sejarah di Banten. Di kompleks tersebut yang jelas terlihat adalah Benteng Surosowan dan Masjid Agung Banten. Gemerlap lampu hias begitu indah dan ternyata walaupun malam, tempat ini masih ramai dikunjungi. Setelah itu, aku mencari tempat untuk parkir dan menitipkan sepeda untuk satu malam. Karena rencananya aku akan bermalam di Masjid Agung Banten.

Entah darimana asalnya gak tau juga aku tiba-tiba kepikiran mengenai keamanan sepeda yang aku taruh di tempat parkir. Ya walaupun kata satpam yang berjaga itu aman, tapi aku masih agak ragu. Akhirnya aku coba gunakan pengunci sepeda yang aku punya. Tapi ternyata, pas lagi dites kekuatannya dengan ditarik-tarik, dia patah dong! Paniklah aku setelah itu. Mau nitip didalam ruangan satpam gak dibolehin juga. Padahal aku sudah bilang kalau sepedanya bisa dilipat jadi gak bakal ngambil tempat banyak. Tapi apa daya, aku gagal bernegosiasi.

Hari sudah semakin malam. Jam 9 malam, aku mencari dimana aku bisa mencari sesuatu yang bisa aku gunakan untuk mengunci sepeda. Wajar saja kalau aku gak dapet dikarenakan memang sudah kemalaman. Bingung banget sudah aku. Tiba-tiba akhirnya aku mendapatkan suatu toko pancing. Sebenarnya gak nyambung kan kalau aku menanyakan apa ada pengunci sepeda disana, tapi ya namanya orang sudah agak putus asa, hal yang gak masuk akal pun dilakuin.



Ini adalah penampakan interior masjid, terdapat kandil yang mewah dan bangunan yang masih dipenuhi kayu sebagai tiang

Menara yang ada di depan masjid saat malam hari

Alih-alih punya apa yang aku dapatkan, pemilik toko malah menawarkan aku untuk menitipkan sepeda di rumahnya. Wah ini namanya pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tanpa basa-basi aku menerima tawaran ibu pemilik toko ini. Terimakasih banyak ya Allah sudah memberikan aku jalan ditengah keputus asaanku. Gimana gak putus asa, itu sepeda kalau hilang kan lumayan harganya, apalagi bukan punyaku sendiri haha.

Setelah menitipkan sepeda dan berpamitan dengan ibu pemilik toko pancing, aku berjalan menuju masjid. Cukup jauh ternyata kalau ditempuh dengan berjalan. Aku cukup kelelahan sudah malam itu dan sesampainya di masjid aku segera melaksanakan sholat dan sesudahnya, istirahat. Aku berbaring di pelataran luas masjid ini dan banyak orang melakukan hal yang sama. Masjid ini ramai dengan peziarah dan pengunjung biasa seperti aku. Aku juga baru tahu malam itu kalau ternyata masjid ini adalah tujuan wisata religi yang cukup terkenal.

Aku menghabiskan malam itu dengan menghabiskan beberapa lembar buku Bara yang ditulis oleh Febrialdi R. yang aku pinjam dari Hilmi. Setelah satu jam, aku sudah tidak kuat lagi. Kantuk begitu berat menyerang setelah hari yang melelahkan. Akhirnya aku pergi ke pelataran yang beratap dan aku tidur disana. Tidurku sungguh lelap diantara para peziarah yang juga sama-sama mengejar mimpi.

 

-- Rabu, 25 Desember 2019

Selamat pagi Karangantu! Alhamdulillah pagi hari ini cukup bersahabat cuacanya. Setelah aku sholat subuh, aku melaksanakan perpisahan dengan masjid yang begitu baiknya memberikan aku suaka selama satu malam (re: berfoto). Memang, rencanaku pagi ini adalah menuju Dermaga Karangantu. Aku sudah mempunyai rencana untuk sarapan disana dan melihat tenangnya lautan. Akhirnya aku cabut dari masjid.



Suasana masjid saat di pagi hari

Sudah ke Masjid Agung Banten tapi gak mampir ke reruntuhan keraton yang ada didepannya? Wah rugi! Pada akhirnya aku mampir ke reruntuhan Keraton Surosowan yang menyisakan dinding yang tidak lagi tinggi ini. Aku masuk kedalamnya dan bertemu dengan bapak-bapak penjual minuman. Beliau menceritakan bahwa pondasi yang ada dibawah kaki beliau ini dulunya adalah istana yang ada di komplek keraton ini. Untuk masuk ke komplek ini tidak diperlukan biaya. Ada juga pemandian berupa kolam disini dan di dinding pagarnya ada beberapa ruangan rahasia gitu dan aku gak berani masuk haha.


Keraton Surosowan dan taman diluarnya serta pemandian yang ada didalamnya

Setelah puas, aku beranjak menuju toko pancing tempat aku menitipkan sepeda tadi malam. Syukur, tokonya sudah buka jadi aku gak perlu menunggu untuk mengambil sepedaku. Setelah aku mengambil sepedaku, aku mau memberikan imbalan untuk ibu yang sudah bersedia untuk menampung. Namun tak disangka, ibunya menolak dan aku gak bisa maksa. Yaudah, jadi aku cuma berterimakasih sebanyak-banyaknya dan pamitan baik-baik. Mungkin di perjalananku selanjutnya kesini aku akan berkunjung kembali bu. Semoga ibu masih ingat dengan aku ya hehe.

Lanjut, aku bersepeda menuju Dermaga Karangantu. Aku melewati jalanan disebelah kanal gitu. Kanal tersebut langsung menyambung dengan laut dan menjadi tempat parkir banyak perahu nelayan. Sayangnya, kanal tersebut juga dipenuhi dengan sampah yang berasal dari pasar yang letaknya disebelah kanal. Tak berapa lama aku sampai di Pelabuhan Ikan Nasional Karangantu. Tempat ini sungguh antik menurutku. Tapi aku gak tahu alasannya apa ya? Nah setelah itu, aku masuk menuju dermaga. Tak disangka, disini ramai dikarenakan hari libur!

Dermaga ini sepertinya sudah tidak dipakai untuk tempat berlabuhnya kapal. Banyak orang rekreasi pagi, olahraga dan berjualan. Akhirnya aku membeli sarapan (re: mie cup) dan menikmati suasana disana. Pasang ­headset, ambil buku, membaca, menulis, menjadi kegiatan yang mengundang ketentraman hati. Mungkin lebay ya, tapi aku mau bilang terimakasih Karangantu karena sudah mencoretkan perasaan indah di akhir tahunku. Aku gak mau cerita apa yang aku rasakan yaaa haha.

Memang gak ada apa apa di dermaga ini kecuali suasana tenang

Setelah itu, aku harus bergegas pulang. Kereta paling pagi di stasiun datang sekitar pukul 8.20 dan aku harus sampai disana dengan cepat. Walhasil dengan sedikit ngebut, aku berangkat menuju stasiun. Ternyata, sampai di stasiun, loket penjualan tiket saja bahkan belum dibuka haha. Gak papa, lebih baik kecepatan daripada terlambat kan?

Akhirnya pada 8.20, setelah aku memboyong satu tiket, aku berangkat menuju Rangkasbitung. Saat aku melewati Stasiun Serang, aku masih teringat Fahri, pemuda yang jujur sekali mengenai dirinya dan sedikit membuat aku lupa dengan bagaimana aku saat itu. Gak papa, kita akan bertemu di lain kesempatan! Kereta terus melaju dengan kecepatan sedang dan sekitar pukul 10 akhirnya kereta sampai di Stasiun Rangkasbitung. Aku terus melanjutkan perjalanan menggunakan KRL dan sampai di Stasiun Pondok Ranji sekitar pukul 13 siang. Selesai sudah perjalanan akhir tahunku!

Teman-teman, mungkin memang terdengar dan terlihat aneh apa yang aku lakukan didermaga. Sendirian, menulis dan melakukan hal yang tidak banyak dilakukan orang untuk menikmati momen. Emang nulis apa? Emang bagus? Ya enggak sih, kan buat aku sendiri aja hehe. Setiap orang punya caranya masing-masing untuk menikmati momen. Salah satu caraku adalah menikmati dengan duniaku dan keheningan dunia sekitarku. Makanya aku mendengarkan musik dan mulai menikmati apa yang aku lakukan dengan membaca dan menulis di tempat yang spesial itu. Sampai jumpa di cerita selanjutnya dan terimakasih sudah mau membaca!

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Post a Comment

1 Comments