Beberapa orang,
termasuk aku, percaya pada perencanaan. Perencanaan yang baik akan membuat hal
yang kita lakukan lebih teratur. Walau kenyataannya, ada saja hal yang luput
dari ketelitian perencanaan kita.
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat malam para pembaca! Ini artikel spesial, karena diketik dengan laptop lamaku yang umurnya sudah 9 tahun. Yap, 2021 nanti dia akan berumur 21 tahun dan kinerjanya boleh juga ternyata, masih bagus dan kuat dibuat main gim.
Wait...
Kenyataannya sekarang laptopnya sudah pensiun gaes karena rusak, tua renta hehe. Oke kembali ke topik. Kali ini aku hendak menceritakan seri liburan semester
5-ku kemarin yang jatuh di bulan Februari-Maret. Liburan ini jatuh tepat
setelah PKL kemarin. Aku pergi ke berbagai tempat sebelum aku pulang ke
Kalimantan. Dan disinilah cerita ini dimulai.
-- Perencanaan
--
Masa-masa awal masuk setelah liburan akhir tahun
2019 kemarin, entah kenapa pikiran mengenai aku mau liburan kemana terus menghantui.
Padahal di depan mata ada UAS dan PKL yang menjadi tuntutan akademik. Tapi yaa
gak tahu juga pikiran ini selalu berhasil mencari tempat sendiri untuk diprioritaskan. Memang ya,
giliran kuliah, pengennya libur dan giliran libur, kangen sama kuliahan.
Manusia, hem!
Salah satu yang menjadi pikiran adalah akan kemana
aku nanti. Tujuan yang pertama kali muncul di otak adalah Jogja. Aku harus ke
Jogja. Tapi aku berpikir, apakah harus aku ke Jogja lagi setelah tahun kemarin
sudah diberi kesempatan dua kali menyambangi kota budaya ini? Aku mulai
berpikir bahwa sudah terlalu banyak aku menghabiskan waktu di kota itu dalam waktu yang singkat.
Sehingga, aku tidak akan menyambangi kota itu untuk kali ini agar tidak terlalu sering hingga membosankan perjalananku kesana.
Kalau gak ke Jogja, tapi mau kemana? Satu-satunya tempat
yang jadi tempat pulang kalo gini adalah Jember, kota kelahiranku. Akhirnya keputusanku bulat, bahwa aku akan ke Jember, menyambangi mbah disana yang sudah tidak bertemu hampir satu tahun dengan aku, padahal satu
pulau. Selain itu, yang jadi target kali ini adalah bisa mengunjungi Kawah Ijen. Di
Jember aku pingin eksplor kaya di Jogja, apapun dicoba gitu, biar gak
menyesal masa di kota kelahiran sendiri malah gak tau apa-apa hehe.
Hari itu, aku gak tau tepatnya kapan, tiba tiba Mbak
Gita menghubungi, entah darimana ya awalnya, dia nanya aku liburan mau kemana.
Ya aku bilang saja, kalau aku mau ke Jember, coba mendaki di Ijen. Wah,
kebetulan kata dia Ijen menjadi bucket
list dia tahun ini. Akhirnya dia memutuskan ingin ikut denganku kesana.
Salah satu teman yang sering bareng waktu liburan,
Ditto, ternyata juga belum punya rencana mau kemana. Dan terjadi lagi ternyata
dia bareng aku selama liburan ini. Tapi dia sempat ragu berkali-kali mau ikut
atau tidak. Mungkin karena dia gak tau di Jember ada apa dan takut liburannya
tidak worth gitu. Sebenarnya Aan juga
ingin ikut, namun dia pada akhirnya langsung pulang ke kampung halamannya di
Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.
Hari demi hari berlalu, persiapan utama,
transportasi, mulai dicari. Ada beberapa pilihan untuk menuju Jember. Yang
pertama adalah lewat Surabaya, pindah stasiun (Pasar Turi ke Gubeng), lalu
melanjutkan perjalanan hingga Stasiun Jember. Jalur kereta yang dilewati adalah
jalur utara. Atau kita bisa mengambil jalur selatan dengan rute Jakarta –
Yogyakarta – Jember. Jadi transitnya di Yogyakarta. Entah kenapa, ternyata
keinginan untuk mampir di Jogja masih ada. Dan hal itu aku turuti dengan cara mengambil jalur selatan. Jogja ternyata berhasil memanggilku untuk memiliki
pengalaman yang kayanya tak akan terlupakan. Baca di Bagian 2 ya!
Tiket kereta yang kami beli adalah tiket untuk kereta
Bengawan keberangkatan 16 Februari 2020 dari Pasar Senen, Jakarta menuju Lempuyangan, Yogyakarta. Selanjutnya, kami harus pindah ke kereta Sri Tanjung
pada 17 Februari 2020 yang akan membawa kami dari Lempuyangan langsung ke
Jember non transit. Terbayang kan betapa panjangnya perjalanan kali ini hahaha.
Tiket untuk 3 orang sudah diamankan dengan tempat duduk yang berdekatan.
Pada suatu hari, tiba-tiba saja, bak petir di siang
bolong (sumpah lebay banget ini), Mbak Gita memberi kabar bahwa ia tidak diizinkan untuk ikut ke Jember.
Lah, kenapa tiba-tiba banget gini? Huhu jadi kami sisa berdua doang? Iya! Sisa
aku dan Ditto. Bahkan waktu itu, Ditto sempat ragu juga jadinya mau ikut.
Namun, pada akhirnya Ditto tetap memutuskan untuk ikut. Yasudah Mbak Gita, kita
akan bertemu di lain kesempatan ketika kamu sudah diizinkan.
Itulah cerita perencanaan waktu itu. Oiya aku belum
bilang kalau liburan kali ini aku berencana mau keliling ke tempat-tempat yang bisa ditempuh dengan perjalanan darat
menggunakan sepeda motor. Rencananya kami mau ke Ijen, Baluran, Alas Purwo dan
Pantai Pulau Merah. Pertanyaannya, pakai sepeda motor siapa? Nah disini juga
membingungkan. Di Jember, aku tidak ada kendaraan. Semua kendaraan milik
saudara-saudara kan pasti dipakai untuk kerja. Entah kenapa, tiba-tiba ada
ilham datang. Kenapa gak pakai kendaraan Ragil selagi dia masih PKL di
Kalimantan. Akhirnya aku coba komunikasi dengan Ragil dan berhasil! Motor Ragil
aman untuk digunakan.
--
Keberangkatan, 16 Februari 2020 --
Cerita kita tidak akan dimulai pada hari itu. Namun,
kita kembali ke sehari sebelumnya, yak tanggal 15 dimana kami baru saja selesai
melaksanakan PKL dan pulang ke Pondok Betung dari Lembang sehabis ashar. Mulai
dari Lembang, aku sudah kalut, kalang kabut, bakal sampai jam berapa ini di
Pondok Betung? Sedangkan tiket kereta kami pada tanggal 16 itu jam 6.30 pagi.
Mana waktu perjalanan hujan tak henti-hentinya mengguyur sehingga sedikit
lambat perjalanan. Ditinggal tidur, ternyata tiba-tiba kami sudah sampai di
Pondok Betung pada pukul 9 malam. Alhamdulillah masih banyak waktu yang aku
miliki buat packing. Oiya, kami
berjanji dengan Adi yang naik dengan kereta yang sama untuk menginap di Pasar Senen. Titik kumpul kami
adalah di kosan Adi pada pukul 11 malam.
Sesampainya aku di kos, aku langsung bergegas
membersihkan diri, memisahkan cucian untuk di laundry, mengambil barang yang aku perlukan untuk liburan, dan mengemasnya
kedalam kerirku. Semuanya aku lakukan secara cepat dan akurat (orang BMKG
banget kan?) hingga jam 11 malam. Waduh! Sudah malam banget! Aku belum makan
malam juga. Padahal kan kumpulnya jam 11 haha apa daya memang daripada ada yang
ketinggalan kan. Setelah aku cek dan gak ada yang ketinggalan, aku berangkat ke
kos Adi dengan membawa barang laundry
dan juga barang bawaan untuk liburan. Aku menjemput Ditto dan beli makan
terlebih dahulu, baru ke kos Adi.
Sampai di Adi, aku menitipkan laundry ke Bintang untuk di taruh ke layanan laundry di dekat sini. Maklum, Bintang rumahnya Bogor, sehingga
pulangnya agak telat dan karena memang masih ada urusan PKL dengan pembina. Tak
berlama-lama, kami segera memesan angkutan daring ke Pasar Senen. Setelah
dapat, kami berangkat dan benar saja, kami masih kelelahan. Kami tertidur
selama perjalanan sehingga tidak tahu tiba-tiba sudah sampai di Pasar Senen.
Di Pasar Senen, kami duduk di bangku luar, menunggu
selama beberapa jam sebelum kami berangkat pada paginya. Ini adalah pengalaman
pertamaku “menggembel” di stasiun menunggu kereta seperti ini. Pilihan ini kami
ambil karena tidak mau ketinggalan kereta. Kami takutnya, di kos-kosan kecapekan dan
istirahat kami jadi tak kenal waktu. Akhirnya berakhirlah kami pada keputusan
“menggembel” ini.
Di Pasar Senen, lagi-lagi aku berusaha untuk tidur
sementara barang bawaanku aku pasrahkan ke Adi yang asik mengobrol dengan doinya.
Lumayan, tertidur cukup lama sebelum subuh datang. Saat subuh, Aku, Adi, dan
Ditto sholat lalu kami lanjut dengan membeli makan pagi. Nasi uduk menjadi
pilihan kami. Kami bungkus dan segera masuk ke stasiun.
Ternyata, kereta masih lumayan lama berangkatnya.
Akhirnya aku memakan nasi uduk yang aku beli diluar gerbong selagi kereta belum
berangkat dengan Ditto dan Mbak Dea. Kali itu, perasaanku senang sekali, aku
akan berangkat menuju luar Jakarta dalam rangka liburan. Inilah pelampiasanku
setelah bekerja keras selama satu semester ini! Setelah selesai makan, kami
masuk dan kereta segera berangkat tepat pada pukul 06.30 WIB menuju
Lempuyangan. Barisan petugas stasiun menghormati keberangkatan kereta dengan
menempatkan tangan mereka di dada. Sebuah cara penghormatan yang selalu aku
suka melihatnya.
Demikian cerita Bagian 1, langsung lanjut ke bagian selanjutnya ya!
0 Comments