Advertisement

Responsive Advertisement

Eastrip Bagian 2: Satu Malam di Jogja

Satu malam di Jogja adalah waktu yang kurang. Sangat kurang. Bahkan malam itu, Jogja serasa menyuruhku untuk tinggal lebih lama.

 

-- 16 Februari 2020 –-

Kereta Bengawan yang berangkat dari Stasiun Pasar Senen terus melaju melintasi waktu dan tempat. Perjalanan ini sesuai dengan rencana akan berlangsung selama 8 jam. Sampai ketika kami sampai di Stasiun Purwokerto, aku teringat di pertengahan 2019, aku juga naik kereta Bengawan ke Jogja dan kereta ini melewati jembatan diatas sungai Serayu. Pemandangannya sangat indah, berlatar pegunungan, dan aku tidak ingin melewatkannya pada perjalanan kali ini. Tidak seperti sebelum sampai di Purwokerto, aku banyak tidur. Kali ini, aku tidak akan lengah. Saat waktunya tiba, kereta melewati sungai dan aku terkagum. Sungainya terlihat lebar sekali dan aku memang tidak pernah melewati sungai selebar itu di Pulau Jawa. Satu-satunya sungai besar yang pernah aku lihat adalah Sungai Barito. Kabarnya lebarnya mencapai 2 km dan menjadi lalu lintas kapal ferry antar pulau maupun kapal tongkang pengangkut batubara. Oke cukup side story-nya.


Gunung Ciremai yang tampak dari kereta Bengawan

Kereta terus melaju melewati Kebumen, Purworejo, Kulon Progo dan akhirnya sampai di Lempuyangan, Yogyakarta. Waktu itu cukup panas karena kami sampai di tengah hari. Stasiun ini selalu penuh dengan penumpang baik umum maupun kelompok darmawisata. Sewaktu turun, ternyata stasiun ini sedang mengalami pemugaran. Entah apa yang hendak ditambahkan. Kami melangkah keluar untuk mencari angkutan daring. Setelah dapat, aku dan Adi langsung melaju menuju rumah Adi, Ditto menuju rumah kakaknya, dan Mbak Dea menuju rumahnya sendiri.

Sesampainya di rumah Adi, orang tuanya tak menyangka kalau kita akan datang siang hari. Memang, sebelumnya kereta Bengawan jadwal berangkatnya jam 2 siang dan sampai di Yogyakarta sekitar jam 8 malam. Dalam hatiku, “Hehe, ketemu ibunya Adi lagi.” Ini kali ke-5 aku berkunjung ke rumah Adi soalnya hehe. Setelah beramah-tamah, aku segera membersihkan diri dan membereskan barang bawaan.

Oiya kebetulan kedatanganku kali ini tepat dengan perkiraan hari kelahiran keponakan Adi yang dipanggil Nala. Sehingga ketika di rumah Adi, tidak ada lagi kakaknya, karena sudah menginap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah di dekat sana. Hanya ada ibu dan bapaknya yang baru juga pulang dari menjenguk kakaknya.

Sore hari, Adi mengajakku untuk menjenguk kakaknya sekaligus mengantarkan barang. Sore itu, mentari di barat mulai memerah dan jalanan Jogja cukup ramai, macet. Suasana yang indah dan dirindukan saat di Jogja. Rumah sakit ini terletak di jalan ke arah Wates, tidak terlalu jauh sih. Sampai di rumah sakit, kami segera menuju ruangan tempat kakaknya Adi. Ruangannya terletak di lantai 3 dan ada balkonnya. Di balkon waktu itu aku dan Adi melihat sunset sambil ngobrol. Epic.  Setelah itu, waktu maghrib datang dan kami melaksanakan sholat.

Pasca sholat, Ditto tiba-tiba menghubungi aku. Ia minta dijemput di suatu swalayan. Ia hendak menginap di tempat Adi saja agar ia bisa berangkat bersama-sama dengan aku besok untuk melanjutkan perjalanan ke Jember. Aku oke-kan, namun aku bilang setelah Isya saja, biar sekalian. Waktu isya pun tiba dan kami kembali sholat. Pasca sholat, kakaknya Adi ternyata dijadwalkan untuk mengalami operasi sesar untuk kelahiran anaknya. Wah sayang sekali aku tidak bisa menemani kali itu karena harus menjemput Ditto. Ya sudah mau gimana lagi. Aku berangkat menjemput Ditto dan berpamitan dengan semua keluarga Adi yang ada disana kala itu.

Aku berangkat dengan motor Adi dan lengkap dengan STNK-nya juga yang aku taruh di kantong celana. STNK inilah yang akan jadi alasan kenapa aku sepertinya harus menginap lebih lama di Jogja haha. We’ll see! Aku menuju swalayan yang dimaksud Ditto. Setelah bertemu dengannya, kami berniat untuk membeli makan. Kebetulan dia ada rekomendasi mie ayam murah di sekitar Jl. Godean. Hanya 5000 katanya harganya. Oke, kami menuju tempat yang dimaksud.

Sesampainya disana, ternyata terlalu terlambat, tokonya sudah hendak tutup dan stoknya sudah habis juga katanya. Ya karena murah jadi incaran banyak orang. Sudahlah kami harus kembali mencari dan akhirnya dapat. Setelah kenyang, kami ingin mencari makanan atau minuman ringan. Aku coba membawa Ditto ke penjual ronde legend yang ada di dekat Masjid Kauman. Setelah sampai disana, kami minum ronde. Kebetulan juga hujan seketika turun, walau tidak terlalu deras.

Entah apa yang merasukiku (ehe), tiba-tiba aku merogoh kantongku, sepertinya hendak mengambil uang. Disana aku tersadar, kok sepertinya tidak ada lembaran STNK yang diberikan Adi??? Aku cek berkali-kali ternyata benar, ia tidak ada di kantongku. Aku mencari-cari mungkin baru saja tercecer. Tidak ada juga di sekitar penjual ronde ini. Kalut, itu yang aku rasakan waktu itu. Bagaimana tidak, ini motor orang dan STNK-nya aku hilangkan. Aku harus tanggung jawab kan berarti mengurusnya ke kepolisian. Waduh, mana aku harus berangkat besok pagi ke Jember. Sejak itu, malam menjadi sangat menegangkan. Segala pikiran buruk berkecamuk!

Namun, apa gunanya panik kan? Aku coba untuk sedikit meregangkan tangan dan kaki, lalu berpikir jernih. Akhirnya kami coba untuk mencari ke semua tempat yang kami kunjungi malam ini. Aku kabari dulu Adi waktu itu, ia suruh aku coba mencari dulu ke tempat-tempat yang dikunjungi juga. Oke kita berangkat.

Tujuan pertama adalah tempat makan mie ayam. Mungkin kala aku duduk di warung itu, ia jatuh dengan sendirinya dan aku tidak menyadarinya. Semoga saja ada ya. Sesampainya disana, aku menanyakan kepada pemilik warung apakah ada melihat STNK yang tercecer disana. Aku coba menunjukkan letak tempat dudukku. Ia bilang tidak ada. Bahkan pelanggan yang sedang makan di tempat aku makan mencoba untuk mencarikan juga. Barangkali, kedudukan atau ada di kolong tempat kaki kan. Nihil, kami tak mendapatkan apa-apa kecuali rasa panik yang semakin parah. Kami berterima kasih dan berpamitan dengan pemilik warung waktu itu.

Kemudian, kami bahkan juga ke swalayan tempat jemput Ditto. Aku menanyakan kepada kasir swalayannya apakah ada orang yang menemukan STNK di depan swalayan dan diberikan ke kasir. Nihil juga, kasirnya bilang tidak ada sama sekali. Aku langsung mikir barangkali ada di tempat sampah, terbuang bersama botol selepas aku minum disitu. Aku melihat-lihat ke dalam tempat sampah, namun juga nihil. Tak ada apa-apa kecuali sampah plastik disana. Semakin panik aku akhirnya.

Kemana lagi kami harus mencari? Oiya, kami kan ke mie ayam 5000 di Jl. Godean. Walaupun disana kami tidak menghabiskan waktu banyak karena tidak jadi makan, siapa tau disana ada kan ya. Kami berangkat ke tempat yang dimaksud. Sesampainya, toko mie ayamnya sudah tutup. Putus harapan awalnya, namun aku coba tanya mas yang sedang menyapu disana. Ia tidak tahu katanya. Putus untuk kedua kalinya. Namun, ia coba untuk menanyakan ke penjaga toilet disana. Wah! Tidak disangka ternyata ada. Mas penjaga toilet menanyakan nama dari STNK-nya dan alhamdulillah benar ternyata. Akhirnya kutemukan kamu STNK yang hampir menghalangi perjalananku besok pagi! Lega, plong kala itu karena aku bisa memecahkan masalahku sendiri hehe. Maaf ya Di temenmu suka ceroboh emang!

Setelah itu kami menuju perjalanan pulang. Biar tidak ada drama apa-apa lagi dan bisa mempersiapkan perjalanan besok! Hahaha. Dalam perjalanan, aku masih memikirkan kenapa bisa tercecer disana. Oh mungkin saja, waktu aku hendak memberikan tukang parkir uang, ia terjatuh. Kesalahanku adalah tidak menempatkannya di dompet, yang lebih aman, melainkan hanya di kantong biasa. Baiklah, jadi pelajaran untukku.

Sesampainya di rumah Adi, kami beres-beres untuk keperluan besok harinya dan istirahat. Kuakhiri malam yang melelahkan dan penuh cerita lucu. Cerita yang akan kuingat tentang Jogja!

 

-- 17 Februari 2020, Keberangkatan ke Jember --

Pukul 4 pagi, aku sudah bangun. Aku bangunkan juga Ditto dan Adi untuk melaksanakan ibadah terlebih dahulu serta dilanjutkan dengan siap-siap mandi. Setelah mandi, kami sarapan dan bersiap-siap untuk berangkat. Kereta dijadwalkan untuk berangkat pada kira-kira pukul 7:20. Waktu yang sangat pagi kan? Apalagi waktu itu hari Senin. Bayangan macet menghantuiku.

Persiapan sudah selesai sejak pukul 5:30. Setelah itu, kami siap-siap mengeluarkan  barang dan memesan angkutan daring. Nihilnya, kami baru dapat sekitar pukul 6:30. Waduh waktu yang sudah sangat mepet. Akhirnya kami cepat-cepat berangkat. Tak lupa kami berpamitan kepada Adi dan orang tuanya yang sudah mau menerima kami sekali lagi. Di jalan, aku panik lagi takut telat. Kebetulan juga jalan waktu itu agak rame, sesuai dengan bayanganku. Namun, kami berhasil untuk memilih jalan yang agak tidak ramai, karena aku bilang ke supirnya bahwa kami harus naik ke kereta pada pukul 7:30 haha.


Bye bye kucing! Selamat jumpa di lain kesempatan :)

Kami berhasil sampai di stasiun pada pukul 7:00. MEPET! BANGET! Tiba-tiba teringat bahwa kami harus beli makan untuk siang hari. Untung saja ada warung nasi kuning disana. Kami minta dibungkuskan nasinya dua. Pukul 7:15 kami selesai berurusan dengan penjual nasi kuning. Setelah itu, kami segera berlari-lari menerobos kerumunan manusia yang ramai sekali. Benar-benar epic kali itu. Itu adalah pertama kalinya aku dikejar-kejar oleh waktu dalam urusan bepergian. Karena aku adalah orang tepat waktu setiap mau kemana-mana. Lebih baik datang terlebih dahulu daripada harus menanggung risiko telat dengan datang mepet-mepet.

Gerbang check in ramai! Panik! Petugas mulai memanggil-manggil penumpang kereta Sri Tanjung. Alhamdulillah 7:18 kami selesai check in. Terima kasih fitur check in daring aplikasi KAI Access. Kami kembali berlarian secepat mungkin menuju gerbong paling belakang. Kenapa juga aku memilih gerbong belakang sih. Jauh kan jadinya hahaha! Akhirnya kami sampai di gerbong pada 7:19. Kalau ini sih, yang bermain-main dengan Jogja, hingga kami benar-benar hampir ditarik kembali untuk tinggal lebih lama haha. Sepertinya aku udah kena kutuk di Jogja ini.

Benar saja, semenit kemudian, dikala kami masih merapikan kerir kami di bagasi, gerbong mulai melaju. Kami tertawa, pada permainan dengan waktu yang tercipta pagi ini. Namun, kami berhasil menang hari itu dan Jogja tak berhasil untuk menarik kami. Disini aku belajar bahwa waktu itu sangat berharga. Semenit saja kami tadi telat, mungkin kami tidak bisa naik. Kereta sudah berjalan dengan pintu yang tertutup.


Baru sadar kalau ternyata gak terlalu banyak ambil foto selama perjalanan

Sekian cerita Bagian 2. Sebagai penutup, kesannya banyak ya walau hanya memakan waktu sekitar 17 jam. Pesannya ya jelas, jangan ceroboh dan meremehkan waktu! Perencanaan waktu itu sangat penting dan krusial. Rencanakan sebaik mungkin sehingga kamu akan diuntungkan oleh waktu. Oh iya, aku ingin bertanya, pada diriku sendiri sih. Kesemua acara “tarik-menarik” antara Jogja dan diriku, apakah menjadi pertanda bahwa jika ada kesempatan selanjutnya, aku harus menjamahi Jogja lagi? Entah, masih tidak aku pikirkan.

Post a Comment

0 Comments