Advertisement

Responsive Advertisement

Eastrip Bagian 3: Selamat Datang di Jember!

2019, aku datang ke Jember kala kemarau. 2020, aku datang lagi ke Jember, kala penghujan. Apakah rasanya akan berbeda?

 

-- 17 Februari 2020, Keberangkatan Ke Jember --

Seperti yang sudah aku jelaskan di bagian sebelumnya, aku dan Ditto naik kereta Sri Tanjung. Kereta ini melayani rute Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta hingga ke Stasiun Ketapang, Banyuwangi yang menjadi ujung timur rangkaian rel di Pulau Jawa. Kami melewati berbagai kota dari Jawa Tengah hingga ke Jawa Timur. Perjalanan ini sungguh melelahkan. Selama di kereta kami hanya tidur, membaca, main hp, tidur lagi, makan dan diulang-ulang.

Gerbong kereta waktu itu terisi penuh oleh penumpang. Setiap ada yang turun, ada lagi yang naik. Waktu terasa begitu lambat karena tidak ada dinamika. Hingga ternyata, tiba-tiba pengeras suara berkata bahwa kami sudah sampai di Stasiun Mojokerto. “Sudah dekat”, pikirku. Namun ternyata kira-kira 20 menit kemudian, pukul 13.30, kami baru sampai di stasiun transit, stasiun Gubeng.

Stasiun Gubeng ini adalah stasiun yang cukup bagus menurutku. Sangat rapi dan tertata. Disini, kami turun untuk melaksanakan ibadah siang, sholat dzuhur. Setelah itu, kami makan di dalam kereta selagi lokomotif berganti arah. Yang awalnya didepan, menjadi di belakang. Karena perjalanan ke arah Jember itu mengarah ke selatan sehingga lokomotif harus berganti arah sekaligus istirahat dulu. Kira-kira pada pukul 14-an, semuanya sudah selesai dan kami kembali berangkat.

Perjalanan kali ini jauh lebih membosankan. Karena kami sudah berada di kereta lebih dari 6 jam, dan kali ini kita harus di kereta lagi selama 4 jam. Perjalanan ke arah Jember tapi memang banyak atraksi-nya. Mulai dari Lumpur Lapindo di sebelah kiri kereta, hingga Gunung Penanggungan, Arjuno dan Welirang yang kelihatan di sebelah kanan. Bagus banget, tapi kalau sudah kebosanan melanda memang tidak ada yang bisa kami lakukan kecuali tidur.

Cuaca tidak begitu cerah selama perjalanan mengarah ke Jember

Berkali-kali tidur, hingga tidak terasa, langit mulai meredup. Selain dikarenakan mendung, memang waktu sudah menunjukkan waktu petang. Tiba-tiba saja kami sudah sampai di Stasiun Tanggul yang menandakan kalau kami sudah berada di Jember. Alhamdulillah sebentar lagi sampai, benakku. Gunung Argopuro mulai terlihat di sebelah kiri kereta. Gunung ini adalah gunung yang sungguh gagah karena kamu bisa lihat puncaknya yang lebar sekali.

Kereta terus melaju melewati Stasiun Rambipuji hingga akhirnya sampai di Stasiun Jember. Kami langsung turun dan keluar dari stasiun. Ternyata jalanan basah karena habis hujan. Untungnya sih sudah selesai hujan ya. Nah setelah itu, aku menawarkan opsi ke Ditto, mau naik becak atau jalan saja. Karena memang jaraknya tidak terlalu jauh. Mungkin sekitar 400 m. Ditto mau jalan. Oke kami jalan.

Kami jalan lewat jalan pinggir rel. Kali itu, Jember sudah sepi dikarenakan memang sudah agak malam dan selepas hujan juga jadi orang malas untuk keluar rumah. Perjalanan tak lama, kira-kira 15 menit berjalan kami sudah sampai di rumah nenekku. Mbah Mun, beliau biasa dipanggil. Aku langsung salaman dan memperkenalkan Ditto yang akan menginap di rumah ini selama kami di Jember. Mbah Mun setelah itu langsung menawarkan makanan dan menyuruh kami untuk beres-beres, bersihkan diri, lalu istirahat. Kami menurut dan malam itu kami tak banyak melakukan apa-apa. Bahkan merencanakan keberangkatan ke Ijen-pun masih belum terbayang.


-- 18 Februari 2020, Mengunjungi Kota --

Pagi hari, kami bangun tidur. Lelah setelah seharian perjalanan sudah lumayan hilang. Pagi itu, Mbah Mun memasakkan sarapan dan membelikan jajanan ringan ala pasar. Tapi belinya gak di pasar melainkan di tukang sayur dekat rumah. Kami-pun sarapan. Setelah sarapan, kami bingung mau ngapain. Tidak ada kerjaan karena tidak ada kendaraan untuk mobilitas kami. Tiba-tiba aku ada ide untuk berjalan ke Alun-Alun Jember. Ditto mau.

Berangkatlah kami ke alun-alun dengan berjalan kaki. Jaraknya tidak sampai 1 km. Namun terasa lumayan jauh. Selama perjalanan, Jember terlihat bersih, rapi, dan asri. Becak berseliweran dan banyak anak-anak sekolah yang lalu lalang. Aku suka kota ini karena masih tidak terlalu ramai dan udaranya yang cukup sejuk. Saat kami sudah cukup dekat dengan alun-alun, aku mampir ke penjual nasi ketan. Nasi ketan seperti ini belum pernah aku jumpai dimana-mana kecuali Jember. Aku senang dengan gula bubuk sangrainya sebenarnya karena rasanya khas aja gitu hehe.

Setelah membeli itu, kami lanjut membeli beberapa camilan ringan dan pergi ke alun-alun. Pagi itu, alun-alun agak ramai dengan orang yang berolahraga dan anak-anak sekolah yang menggunakan lapangan untuk pelajaran Penjaskes-nya. Alun-alun memang ya isinya seperti ini dengan penjual makanan yang ada di sekitarnya. Kami mengelilingi, melihat kantor bupati Jember dan pendopo yang letaknya berlawanan arah. Alun-alun ini masih sepi sih kalau pagi (walaupun ramai) jika dibandingkan dengan malam. Pada malam hari akan banyak yang jualan di sekitar alun-alun.

Atas: Argopuro kelihatan dari Alun-Alun. Tengah: Masjid Jami' Al-Amien Jember. Bawah: Kantor Bupati Jember dari Alun-Alun

Kami memakan bekal kami tadi dan melihat pemandangan sekitar. Gunung Argopuro terlihat sedikit karena terhalang gedung perkantoran yang ada di sekeliling alun-alun. Tiba-tiba ada penjual jamu lewat dan kami beli satu gelas. Setelah itu, kami mulai bosan dan memutuskan untuk jalan pulang kembali.

Dalam perjalanan pulang, kami menemukan penjual sarapan yang menggunakan mobilnya sebagai tempat jualan. Beliau menjual makanan dengan harga yang murah menurutku. Karena itulah, kami mampir dan makan sekali lagi. Pagi-pagi, kami sudah makan dua kali hehe. Selesai makan, kami kembali berjalan untuk kembali ke rumah Mbah Mun. Sesampainya disana, pegawai laundry sudah lumayan ramai ternyata. Oiya bagian timur rumah Mbah, yang langsung bersebelahan dengan sungai itu digunakan sebagai tempat menjemur laundry-an.

Sampai di rumah dan setelah membersihkan diri, kami tidak ada kerjaan lagi. Hanya diam di rumah, mengutak atik laptop, tidur siang, makan, hingga akhirnya tiba-tiba ada ide untuk ke rumah Bulek-ku. Tidak ada kendaraan bukannya? Oh tidak masalah, kali ini kami akan mencoba menaiki lin/ angkot kuning khas Jember. Aku ingin mengingat dulu masa-masa aku SD aku sering naik lin untuk pulang pergi dari sekolah, dan kadang dilanjut jalan untuk masuk ke perumahan. Hal itu aku lakukan karena Pak Man, langganan becakku, terkadang tidak bisa mengantar jemput ke SD karena ada urusan.

Kami menaiki lin mulai dari depan Bhayangkara. Aku lupa linnya kodenya apa, tapi jurusannya adalah Arjasa-Tawang Alun. Setelah itu kami berhenti di pertigaan sebelum Gladak Kembar untuk berganti lin. Kami berjalan terlebih dahulu melewati Gladak Kembar dan menunggu lin yang  mengarah ke Gladak Pakem. Biasanya, zaman aku masih SD tidak susah untuk menemukan lin ini, bahkan kadang sampai bertumpuk di pinggir jalan. Tapi kali ini ternyata kebalikannya, susah sekali kami menemukannya. Sampai-sampai, kami hendak menyerah menunggu dan memesan angkutan daring. Di saat itulah, tiba-tiba saja ia datang.

Lin ini membawa beberapa anak sepulang dari sekolah. Kami naik dan aku menunjukkan dimana aku bersekolah dulunya saat di Jember. Perjalanan memakan waktu 15 menit hingga kami sampai di perumahan tempat Bulek aku tinggal. Kami membayar sejumlah uang dan jalan untuk sampai di rumah Bulek aku. Tidak terlalu jauh, hanya sekitar 400 m, kami sampai.

Suasana di lin

Sesampainya di rumah Bulek aku, aku beramah tamah, ketemu dengan sepupu yang sudah SMP sekarang, menuju remaja eyaa, dan bermain dengan sugar glider. Ternyata sekarang ada dua. Terakhir kali aku kesana padahal cuma satu. Dan ternyata mereka sudah tidak galak lagi. Sudah lebih mudah untuk diajak main hehe. Udah jinak. Menyenangkan melihat mereka diberi makan. Setelah puas bermain dan karena hari sudah malam kami pulang kembali ke rumah Mbah Mun.

Penekan sek lur haha

Sesampainya di rumah Mbah Mun, aku ditelpon Fani atau Crismon. Dia bilang kalau mau minjam motornya Ragil, ambil sekarang, nanti dia yang mengantar. Oke kita berangkat lagi. Selepas hujan sedikit mereda, aku dan Ditto berangkat mengambil motor yang akan menemani perjalanan selama di Jember. Terima kasih Ragil sudah mau meminjamkan motor ini dan malam itu, kami puas karena semua perlengkapan sudah dirasa lengkap. Sisa barang-barang yang harus disewa esok hari. Kami-pun tidur setelah itu, mengembalikan energi untuk berkegiatan di esok hari, hari keberangkatan.


Post a Comment

0 Comments