Advertisement

Responsive Advertisement

PKL Bagian 8: Hari Keempat

Alhamdulillah bisa kembali menulis. Sudah lama aku gak nyentuh folder tulisanku karena berbagai kesibukan di perkuliahan. Gak nyangka, ternyata walaupun sekarang sistemnya daring, kesibukannya gak berkurang, justru tetap atau mungkin nambah. Gak papa, nikmati aja semua proses di masa kuliah dan kita lanjut cerita.

 

-- Kamis, 13 Februari 2020 --

Hari baru dimulai. Rutinitas ‘the boys’ kembali dimulai dengan bergantian mandi, sholat, menyiapkan barang bawaan, kumpul sejenak, naik pregio, lalu berangkat ke penginapan atau guest house para taruni. Hari ini, jadwal berjalan seperti biasa, hanya saja ada informasi bahwa tiga pembina baru datang hari ini. Pembina tersebut adalah Bu Ayu, Bu Andini, dan Pak Iman. Jadwal kami hari ini adalah pengukuran mikrotremor di beberapa titik yang sudah ditetapkan. Pengukuran mikrotremor ini difasilitasi dengan supir dari Stageof Bandung + pregio dari kampus karena memang titik pengukuran yang dituju lumayan jauh-jauh jaraknya. Kami hari ini kebagian untuk mengukur di beberapa tempat yaitu Floating Market Lembang, rumah dinas BMKG di Barulaksana, Sespimpolri, Kantor Desa Kayu Ambon, dan SMAN 1 Lembang. Oke, karena semuanya sudah siap, kita mulai saja pengukurannya!

Kami menuju lokasi pertama, di tempat wisata, yaitu Floating Market Lembang. Lokasi ini masih tidak terlalu jauh dari basecamp kami. Mungkin hanya berjarak 1,5 km. Sesampainya disana, kami berizin terlebih dahulu, lalu mencari lokasi yang agak sepi untuk menaruh sensor dan mendapatkan data mikrotremor. Setelah mendapatkannya, kami pasang alat dan kami biarkan alat untuk merekam. Perekaman kurang lebih dilakukan selama 40 menit. Nah, selama 40 menit menunggu, aku dan Maryam pergi beli jajan di SD yang ada di dekat sana. Bener-bener senang liat jajanan SD disana, terasa jadi anak kecil lagi hehe, hunting ini itu, beli ini itu, buat dibawa ke teman-teman yang masih melakukan pengukuran.

Pengukuran di Floating Market Lembang

Setelah selesai berburu makanan, kami kembali dan memberikan hasil perburuan ke teman-teman untuk lalu dimakan bersama. Inilah yang menyebabkan PKL kami ini terasa beneran kaya piknik. Karena kami bisa bersantai-santai (ya walaupun ada masa ribetnya), tapi ribetnya pun enak, karena suasananya beda (maksudnya gak di Pondok Betung). Oiya aku sampai lupa, pengukuran mikrotremor ini diasisteni oleh dua pegawai dari Stageof Bandung. Alhamdulillah dikasih bantuan dan kedua pembina ini baik-baik banget mau nemenin kami. Tapi, mereka bisa menemani kami cuma sampai tengah hari, karena harus lanjut bekerja. Tidak apa-apa, toh juga memang kewajiban kami harus mandiri dalam melaksanakan survei ini. Oke, waktu habis, saatnya packing alat lagi dan menuju lokasi kedua.

Lokasi kedua kami ini sebenarnya di Puskesmas Jayagiri. Namun, karena yang namanya puskesmas pasti ramai di waktu kerja, kita pindah ke rumah dinas BMKG yang ada di dekat sana, yakni di Jl. Barulaksana. Rumah dinas ini kalau tidak salah terdiri atas tiga buah rumah dan tidak ada yang ditempati sayangnya. Jadi rumah kosong beserta halaman yang cukup luas menurutku. Nah, kami melakukan pengukuran di bagian belakang lahan ini, dimana lokasi ini tidak dekat dengan jalan dan bisa melakukan pengukuran dengan aman. Oke kami pasang alat dan tiba-tiba, kami baru dapat kabar kalau pembina baru, Bu Ayu, Bu Andini, dan Pak Iman sudah datang di hotel. Karena kami yang membawa pregio kampus, akhirnya kami ditugaskan untuk menjemput para pembina ini menuju lokasi pengukuran kami. Akhirnya, aku yang ditugaskan untuk menjemput, bersama supir dan pregio kampus.

Saat kami melakukan pengukuran di rumdin BMKG di Barulaksana

Itu loh yang namanya TDS, mirip LPG kan?

Kami langsung berangkat menuju hotel. Sesampainya di hotel, ternyata ibunya sudah menunggu di luar hotel, sehingga tidak perlu waktu lama, kami langsung cabut lagi. Kebetulan juga Bu Ayu memilih untuk ikut kami yang pengukuran mikrotremor. Jadi, aku berangkat lagi ke lokasi pengukuran kami. Sesampainya di lokasi, ternyata pengukuran sudah hampir selesai, seiring dengan datangnya awan hitam pekat yang menandakan akan turun hujan. Untungnya, tidak sempat hujan, kami langsung packing barang kembali untuk menuju lokasi pengukuran selanjutnya.

Oke kita ke lokasi selanjutnya yang berada di Sespimpolri. Sespimpolri ini adalah akronim dari Sekolah Pimpinan Polisi Republik Indonesia. Gak mungkin kan kita melaksanakan pengukuran di dalam area sekolahnya, karena pasti ribet butuh surat dan sebagainya. Jadi kami melaskanakannya di lapangan yang ada didepannya dan kebetulan juga merupakan simpang/ belokan jalan gitu. Kami set up tempat kami akan menunggu pengukuran dan saat alat sudah mau dipasang, tiba-tiba ada bapak-bapak datang. Bapak ini menanyakan ini mau ngapain, apakah nanti ngerusak lapangan atau enggak. Lalu Bu Ayu menjelaskan tujuan kami yaitu mau tau jenis tanah disini seperti apa. Alhamdulillah bapaknya bisa mengerti dan membolehkan kami untuk melanjutkan pengukuran. Bapak tadi bukan pemilik lahan lapangan ini, tapi penjaganya. Memang sih, alat yang namanya TDS ini bagi orang yang gak tahu soalnya keliatan kaya bom atau LPG kali ya, salah-salah dikira orang kita mau buat ledakan entar hehe.

Ini adalah momen saat kami menjelaskan tujuan pengukuran kepada masyarakat lokal


Basecamp kami di lapangan depan Sespimpolri

Pengukuran di tengah lapangan

Selepas kami selesai memasang, mulai lagi deh gak ada kerjaan. Karena sudah memasuki waktu dzuhur, akhirnya kami sholat. Kami numpang sholat di Sespimpol. Bergantian antara cowok dan ceweknya. Masjid Sespimpol bagus sekali, besar dalamnya dan sejuk. Mungkin karena letaknya juga di daerah dataran tinggi ya. Awalnya, kami mau melaksanakan makan siang disini, tapi tanggung rasanya. Karena pengukuran tinggal kira-kira 10 menit lagi. Akhirnya kami tunda hingga ke tempat pengukuran selanjutnya. Saat kami benar, benar selesai, kami kemas kembali semua keperluan untuk survei dan kami lanjut ke lokasi selanjutnya, yaitu Balai Desa Kayuambon.

Tapi, setelah dilihat-lihat, balai desa ini tempat yang ramai sekali. Tidak mungkin kami melakukan pengukuran disana kan. Akhirnya kami ambil alternatif untuk mengukur di halaman rumah orang yang cukup luas dan terletak di seberang balai desa tadi. Rumah orang ini terlihat kosong, tapi setelah kami panggil-panggil, ternyata ada orangnya. Kami meminta izin untuk melaksanakan pengukuran disana dan  syukurnya diperbolehkan. Kami atur kembali pemasangan alat dan setelah selesai, kami menggelar flysheet.


Makan siang di halaman rumah orang hehe

Untuk apa? Untuk makan dong hehehe. Kami makan bersama disini, di tengah halaman orang yang penuh dengan rumput, pemandangannya indah, dan udara yang sejuk. Asyik sekali, serasa tidak ada gap antara kami dan pembina yang mendampingi hari itu, kami sama-sama makan dibawah langit biru yang tak bertahan lama. Yap, tidak seberapa lama setelah kami makan dan beres-beres, tiba-tiba mendung. Parahnya lagi, titik air gerimis ikut turun setelah itu. Sedangkan pengukuran kami belum selesai, masih ada 15 atau 10 menit lagi. Akhirnya kami ambil jalan keluar untuk menutupi sensornya dengan flysheet tadi. Hal yang sama juga kami lakukan ke digitizer. Kami terobos hujan ringan saat itu dan saat waktu survei sudah cukup, kami segera membereskan. Pertama, kami lepaskan kabel konektor dan kami jaga agar port nya tidak basah, lalu kami bawa ke tempat berteduh. Hal yang sama kami lakukan juga untuk digitizer. Lalu saat membawa sensor, aku yang membawa dan ditutupin pakai flysheet agar tidak kebasahan sampai di tempat berteduh.



This is how to bring back TDS safety during rain

Saat di tempat berteduh, kami segera membersihkan semua alat. Bu Ayu menyuruh kami agar benar-benar membersihkan alat ini hingga kering agar nantinya, tidak terdapat karat pada alat. Apalagi kalau sampai seismometernya berkarat, bisa mampus kami hihi. Setelah kami yakin semuanya kering, kami kemas kembali alat-alat tadi dan tak lama, hujannya selesai. Kami segera jalan ke lokasi selanjutnya, yaitu, SMAN 1 Lembang.

Perjalanan menuju SMA ini tidak lama. Paling 10 menit, kami sudah sampai. Ternyata disini malah tidak hujan sama sekali (tadi hanya hujan lokal hehe). Waktu kami sampai, kami menanyakan perihal apakah kami diizinkan dan kami memberi surat pengantar kami waktu itu. Setelah kami diizinkan, kami segera mengambil tempat yang kira-kira aman dan cukup luas, serta jauh dari gangguan. Kami mengambil tempat di lapangan yang ada di bagian belakang sekolah. Tempat ini cukup kondusif dibanding tempat lainnya, walaupun ada anak main basket kira-kira 50 meter dari tempat kami melakukan pengukuran.

Momen saat kami menjelaskan tujuan pengukuran di SMAN 1 Lembang

Oiya kejadian lucu saat di SMA begini. Jadi waktu itu kan waktu pulang sekolah, agak banyak anak-anak sekolah lewat. Untuk menghindari noise perekaman, kami berjaga di sekitar seismometer kami. Kalau ada yang mau lewat, kami suruh pelan-pelan, kaya berjinjit gitu, jangan terlalu keras kaya jalan biasa ahahaha. Mohon maaf ya adik-adik, kalau kalian nanti masuk di STMKG pasti ngerti kok tujuannya ini apa hahaha. Setelah 35 menit pengukuran, dan karena waktu dirasa sudah terlalu larut (pukul 16.30-an), kami akhirnya menyelesaikan pengukuran disana dan bertolak balik ke basecamp.

Saat di basecamp, kami menyelesaikan pengolahan data dan membuat interpretasi dari hasil pengukuran kami. Semua hasil pengukuran cukup baik, terlihat dari interpretasi yang kami lakukan sudah sesuai dengan kondisi nyata yang kami lihat di lapangan. Tapi, benar saja, data di SMAN 1 Lembang jelek karena ada derau akibat pemain basket tadi. Ternyata getaran dari basket itu terasa oleh sensor dan menyebabkan data tadi tidak bisa kita interpretasi. Akhirnya data tadi tidak kita pakai dan hanya kami tampilkan kenapa menurut kami datanya jelek pada saat presentasi. Seperti biasa, presentasi selesai kira-kira pukul 11.00 malam. Setelah itu, kami briefing untuk esok hari, Bintang memberi arahan umum dan aku memberi arahan teknis. Setelah semuanya selesai, kami para cowok kembali ke penginapan dan para cewek sudah mulai tidur di kamar masing-masing.

Good night ladies and gentlemen of Georanger 53, may our love be endless.

(kata kata penutup macam apa ini?)

Bonus nih, foto Kang Sule ganteng minta difoto lagi bawa sensor


Post a Comment

0 Comments