Advertisement

Responsive Advertisement

PKL Bagian 9: Hari Kelima

Kali ini aku nulis di sela-sela waktu sebelum kuliah. Oiya sekarang aku sudah masuk tahap proposal skripsi dan artikel ini masih belum selesai-selesai aja. Lama banget ya, emang aku progress-nya lama guys. Semoga sebelum akhir tahun sudah bisa kelar deh. (Eh ternyata postingnya malah setelah tahun baru)

 

-- Jum’at, 14 Februari 2020 --

Alhamdulillah masih diberi kelancaran sejauh ini. Sekarang sudah hari Jum’at, 2 hari terakhir dalam rangkaian PKL kita. Jadwal hari ini masih sama seperti sebelumnya, sesuai pembagian. Kelompok 1 hari ini mendapatkan bagian untuk survei magnet dan gaya berat. Waduh ini agak berat karena dua metode langsung. Tapi percayalah, ini masih jauh lebih ringan dibanding hari Rabu kemarin, ketika kami melakukan pengukuran tahanan listrik (resistivitas). Wkwkw kok jadi spoiler, yaudah kita lanjut ya.

Pemandangan di hari kelima PKL kami, indah sekali

Alarm berbunyi, tandanya aku harus mengakhiri tidur 3 jam ku ini. Karena ini sudah masuk di hari-hari akhir, kami sudah hafal dengan pola PKL dan kami sekarang sudah terbiasa bangun pagi, bergantian mandi, lalu siap-siap untuk menuju guest house. Kali ini jadwalnya agak beda, kami membatasi kegiatan hingga sebelum sholat Jum’at saja. Setelah sholat dapat digunakan untuk istirahat dan mempersiapkan presentasi. Kebijakan ini diambil karena kami masih ada acara hingga larut malam.

Seperti biasa, kita cek alat, cek kelengkapan, cek kesiapan kelompok. Setelah dirasa lengkap, kita siap-siap untuk berangkat. Pengukuran magnet dan gaya berat ini meliputi area yang luas dengan banyak titik pengukuran. Mobilitas hari ini akan sangat tinggi. Kami juga ditemani oleh Pak Teguh selaku penanggung jawab alat gravimeter milik BMKG. Alat ini mahal sekali, sehingga harus dijaga oleh penanggung jawab dari BMKG (seperti yang sudah aku jelaskan di Hari Pertama ya). Pak Teguh orangnya baik sekali, asik diajak ngomong, dan sabar. Frekuensinya hampir sama kaya kami, tapi kami pastinya tetap menjaga kesopanan.

Hampir saja lupa, ini adalah saat kami menaruh magnetometer di depan Pos Observasi sebagai stasiun tetap

Foto bersama sebelum berangkat survei!

Oke kita berangkat! Kami berjalan dari guest house menuju tempat pengukuran yang terletak di kebun kentang di belakang tempat kami melakukan pengukuran tahanan listrik (resistivitas) kemarin. Kalo kemarin kami baru di bagian kebun cabenya, sekarang kami di kebun kentangnya yang baru saja dipanen. Masih ada sisa-sisa kentang di tanah yang sebenarnya kalo dibolehkan ngambil, kayanya ada yang mau ambil nih xixi. Tapi kita disini cuma mau melaksanakan pengukuran, sehingga kita fokus ke tujuan. Peran kami sekelompok kali ini beragam. Aku sebagai pembawa gravimeter, Hilmi sebagai pembawa magnetometer, Fajri dan Ardi sebagai navigator yang menebas semak-semak dan mencari titik pengukuran dengan GPS serta jalan menuju titik pengukuran, Maryam yang mencatat hasil pengukuran gravimeter, Emi yang mencatat hasil pengukuran magnetometer, Mbak Gita sama Rainy ngapain ya? Lupa aku, kayanya sih yang pegang HT untuk koordinasi haha.

Me as survey operators

Ini loh yang namanya gravimeter dengan harga setinggi langit, bisa buat beli mobil bahkan 

Maryam as operator, di belakangku, ada Pak Teguh

Sesuai dengan peran, Ardi dan Fajri selalu yang duluan jalan agar pengukuran selalu kontinu, gak perlu cari-cari titik setiap mau pindah tempat. Nanti Fajri akan memberikan titik lokasi ke Rainy dan mereka lanjut mencari titik selanjutnya. Pengukuran ini dilakukan bergantian. Graviti melakukan pengukuran duluan, lalu magnet. Pak Teguh selalu setia menemani kami, mengajari cara memakainya dan menyimpannya ke dalam tas. Alat gravimeter setiap berpindah tempat harus dikeluarkan dan dimasukkan kedalam tas. Cara memasukkan dan mengeluarkannya ini harus pelan-pelan sekali agar tidak ada goresan dan tidak jatuh. Membawanya setiap mau ganti tempat juga harus hati-hati banget. Jangan sampai jatuh, apalagi menggelinding haha. Karena alatnya harga miliaran haha.

Titik pertama pengukuran terletak di dekat orang-orang yang lagi "ngaso" habis panen kentang. Sayangnya panennya sudah selesai dilaksanakan, kita gak bisa bantu-bantu gitu kan (sok rajin). Setelah graviti selesai, graviti pindah ke titik selanjutnya dan magnet gantian melakukan pengukuran di titik tadi. Kalau graviti agak ribet pengukurannya, karena harus ngukur kelurusan alat dulu, terus harus diam dsb. Belum lagi mengeluarkan dan memasukkan alatnya. Kalau magnet enak, karena magnet langsung dipakai aja, tinggal orientasinya diluruskan sama utara magnetik aja.

Medan pengukuran kami, yup semak-semak kebanyakan. Itu ada Kang Hilmi, warlok pembawa magnetometer

Titik pengukuran selanjutnya ada di tempat yang lebih tinggi dari titik sebelumnya. Titik selanjutnya juga sama. Sampai kami akhirnya sampai di kebun tempat kami melakukan pengukuran tahanan listrik kemarin. Setelah ini, adalah titik-titik yang lumayan ekstrim. Titik selanjutnya menunjukkan bahwa letaknya ada di lereng bukit. Lereng ini sangat curam dan merupakan gawir sesar Lembang. Mungkin kemiringan 75 derajat ya. Kita dengan segala alat yang ada di badan kita harus menuruni gawir sesar ini. Gawir sesar ini dipenuhi dengan pohon-pohon dan bambu. Mbak Gita beberapa kali jatuh terpeleset haha. Alhamdulillahnya yang lainnya sih aman-aman saja.



Ini adalah foto-foto kami saat melakukan pengukuran benar-benar di tengah gawir sesar Lembang. Waktu itu Rainy yang mengoperasikan alatnya. Jadi kami gantian gitu geng sebagai operator alat

Kita berhenti di tengah-tengah lereng karena memang disini titik pengukurannya. Kita benar-benar ngukur di tengah-tengah lereng dan hutan coy. Enak tapi, karena adem. Setelah selesai, kita turun kembali. Nah, waktu perjalanan turun ini, kami mencari jalan yang agak enakan istilahnya. Aku sama Maryam terpisah dengan orang-orang yang lain karena mau mencari jalan yang lebih enak. Ternyata sama saja sih, gak nemu-nemu. Malah aku sama Maryam ketemu turunan yang agak susah kayanya kalau mau diturunin dengan berdiri, apalagi aku bawa alat. Daripada alatnya rusak, alatnya aku taruh depan badan dan aku merosot, sedangkan Maryam, berusaha pelan-pelan tapi malah kepeleset dengan indahnya hahahaha.

Bukti kalo Maryam jatuh, kertas pengukuran jadi lecek dan kotor hehe

Setelah kami bertemu dengan anak-anak lain, kami kembali ditemukan dengan turunan yang tidak bersahabat dan Maryam lagi-lagi terpeleset haha. Sampai kertas buat mencatat hasil kami kotor semua kena tanah haha. Oiya lupa nih, selama pengukuran, kami selalu bertemu dengan ulat bulu. Nggak tau sih, emang lagi musim apa emang kami yang terlalu manis sehingga ulat bulu pada datang (perasaan semut yang suka manis ya?). Nah sekarang kita sudah dibawah lereng. Kami mau menuju titik pengukuran terakhir yang berada di lereng juga, tapi bagian bawah dan dapat diakses melalui jalan dekat rumah penduduk. Jadi kita melewati rumah penduduk dan sampai di titik pengukuran. Di titik pengukuran ini, terdapat pohon bambu yang letaknya tidak stabil, mau jatuh ke arah bawah lereng dan mengenai rumah penduduk. Namun, oleh penduduk ditahan oleh tali yang diikatkan ke pohon-pohon yang lebih kuat. Dari sini dapat dilihat bahwa penduduk ini tinggal di daerah yang bahaya. Selain karena berada di atas sumber gempa, lereng curam ini dapat longsor kapanpun serta gempabumi dapat mengguncang tempat ini kapanpun.

Oke, pengukuran graviti selesai, sisa magnet yang belum. Pak Teguh meminta salah satu orang menemani ke pos observasi agar Pak Teguh bisa bersiap-siap terlebih dahulu sebelum pulang ke Jakarta. Akhirnya, aku menemani pak Teguh. Sesampainya di pos observasi, pak Teguh langsung bersiap-siap untuk pulang. Sebelum sholat Jum’at, pak Teguh sudah bertolak ke Stasiun Bandung untuk pulang ke Jakarta. Nah, rombongan kelompokku yang ketinggalan tadi, ternyata mereka pulang-pulang membawa jajan yang banyak. Mereka beli jajan dulu di depan SD yang ada di dekat sana. Lalu kita makan bersama di guest house jajannya sembari bersiap-siap untuk sholat Jum’at. Oh iya, aku gak tau siapa waktu itu yang bawa ya, pokoknya ada yogurt banyak juga kami makan bersama.

Toss the ice cream!

Tak lama, masjid sudah mulai mengumandangkan ayat-ayat pertanda kita harus segera berangkat ke masjid. The boys segera bersiap dan berangkat ke masjid. Ini pertama kalinya aku ke masjid di Bandung dan enak banget ternyata. Masjidnya penuh dengan masyarakat setempat dan kami nyelip diantara mereka. Semua dari kami pakai baju korsa ITG. Tak lama, sholat dimulai. Setelah selesai, kami kembali ke basecamp. Masih banyak waktu kan ya? Ngapain? Ngerjakan persiapan presentasi dong. Acara hari ini agak beda soalnya. Presentasinya dilaksanakan sore hari. Kenapa? Nanti ku kasih tau hehe.

Namun, siang itu, alih-alih menyiapkan presentasi, banyak yang tidur malah. Wajar, karena jarang-jarang ada waktu kosong seperti ini. Tapi aku tidak seperti mereka eya, aku mending menikmati waktu karena jarang-jarang ke Bandung dengan acara seasik ini. Aku memilih untuk menikmati udara Lembang selepas hujan yang agak dingin tapi tetap nyaman. Tentunya sembari menyiapkan presentasi. Enggak tau kenapa ya, waktu itu kerasa lama banget siangnya, aku merasa udah bosan tapi gak datang-datang juga waktu presentasinya.

Setelah jam menunjukkan pukul 3 sore, akhirnya kami bersiap-siap sholat ashar dan menuju pos observasi untuk melaksanakan presentasi hasil PKL hari ini. Alhamdulillah, presentasi kami lancar di hari terakhir kami melaksanakan pengukuran lapangan ini. Semua kegiatan telah kami laksanakan dengan baik dan hasilnya alhamdulillah memuaskan walaupun belum bisa dibilang layak dipublikasi hasilnya. Namun, paling enggak, kami semua belajar kali ini bagaimana melaksanakan pengukuran atau survei dengan baik dan benar. Sore itu kami diuji oleh Pak Iman, Bu Ayu, dan Bu Andini. Alhamdulillah, pembina ini bawaannya asik-asik sehingga kami juga tidak merasakan beban apa-apa di hari “hampir” terakhir ini.

Presentasi bersama pembina sore itu

Setelah 2 jam melaksankan presentasi, bergantian, akhirnya presentasi diakhiri. Kami melanjutkan kegiatan dengan menyiapkan acara penutup di malam ini, yaitu bakar-bakar jagung. Kami bilang kepada pembina yang ada, untuk ikut acara kami malam ini. Kita bersenda gurau, berkumpul, merajut persaudaraan (apaan sih) bareng-bareng di guesthouse pos observasi Lembang. Tentunya pembina juga tertarik dengan ajakan ini. Mereka juga kesini ikut pengukuran, ikut jalan selama kami PKL, tentunya juga tertarik dengan acara santai seperti ini.

Oke, karena pembina setuju, kami segera mempersiapkan tempat. Guesthouse yang sangat berantakan karena kami, kami rapikan semuanya. Gazebo tempat kami biasanya nongkrong juga dirapikan, dibersihkan. Karpet kami gelar di selasar gazebo, tempat pembakaran jagung disiapkan dibawah gazebo. Selepas maghrib, kami masih mempersiapkan semuanya, termasuk saus, apa yang mau dibakar, dan minuman. Selepas isya, kita memulai pembakaran (kok serem sih jadinya wkwk). Ardi selaku komandan bakar-bakar ban jagung kali ini. Urusan seperti ini emang serahkan ke Ardi. Dia multitalenta bahkan hampir bisa segalanya dan kalau sudah kerja, tolong jangan diganggu (almost for real).

Beberapa taruna membantu Ardi bakar-bakar. Taruni juga beberapa ada yang nimbrung. Sisanya ada yang membantu mengupas jagung yang masih tersisa, mempersiapkan makanan lainnya dan sekadar mengobrol. Aku mikir, untung saja waktu itu aku ngide buat adakan acara seperti ini. Kalau enggak, dimana letak core memory-nya PKL ini, terutama untuk aku sendiri.

Tim kupas-kupas


Tim bakar-bakar

Tim nonton ajah hahaha

Pukul 7.30 WIB-an, pembina mulai diundang untuk datang ke guesthouse. Ya, walaupun belum selesai semua, tapi paling gak, kita bincang-bincang aja dulu hehe. Pembina kami persilahkan untuk duduk menunggu di gazebo sembari berbincang-bincang dengan beberapa taruna/i. Kalau gak salah waktu itu yang ngajak ngobrol pembina itu Mbak Gita, Bintang, sama siapa lagi agak lupa. Kalau aku sih, asik nontonin mereka yang sedang bakar-bakar hehe.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8.30, 1 jam sejak pembina didatangkan. Tapi makanan utama kami, jagung, belum selesai dibakar semuanya, baru sebagian. Kami merasa tidak enak dengan pembina karena harus menunggu selama ini. Akhirnya diambil jalan pintas, eh solusi, untuk memotong-motong jagungnya menjadi setengah bagian biar cukup untuk semua orang yang ada. Kecuali untuk pembina, kami bonuskan jadi satu porsi tetap. Oke, dengan solusi ini semuanya kebagian, walau cuma setengah. Jagung ini mulai kami bagi-bagi dalam piring. Setelah terbagi rata, kami memulai acara inti.

Acara malam keakraban kali ini dimulai dengan penyampaian nasihat, sambutan, dan sejenisnya oleh pembina. Baik Pak Iman, maupun Bu Ayu. Mereka menyampaikan kesan dan pesan yang didapat dari acara PKL ini. Bu Ayu juga sekaligus kilas balik, PKL zaman beliau dulu bagaimana dan seperti apa. Selanjutnya, kami juga menyampaikan kesan dan pesan, cerita-cerita selama PKL seperti apa, serta apa saja yang kami dapat dari PKL ini. Bagi aku, PKL kali ini, walau ilmu itu berharga sekali ya, tapi memori kebersamaannya jauh lebih berharga kali ini. Kapan lagi kami dapat kesempatan belajar sekaligus menguatkan bounding seperti ini. Sungguh awal tahun yang sangat baik bagi aku dan sangat bersyukur diberi kesempatan ini.

(Eh ada aku) saatnya makan-makan dimulai!

Setelah selesai, kami lanjut ke menghabiskan makan-makan dan berfoto. Susah banget mau foto, karena pencahayaan yang kurang mendukung, sehingga harus dengan trik-trik dan berkali-kali untuk dapat foto yang bagus. Foto ini akan menjadi salah satu foto terbaik, dengan pakaian terbaik, dan keadaan dan cerita yang terbaik. Selepas ini, kami mengantarkan pembina untuk pulang ke hotel dan beres-beres. Padahal jagung kami masih banyak.

Foto bersama, tanda selesainya PKL kami!

Setelah beres-beres selesai. Kita menutup acara PKL kami lagi sendiri. Disini kita saling berterimakasih atas waktunya dan segala yang ada di masa PKL kali ini. Gak terasa, 5 hari bersama-sama terasa sangat singkat ternyata. Setelah itu, seperti biasa, kita pulang. Namun, kami yang taruna gak langsung pulang ke penginapan. Kami ke (gak tau daerah mana) buat ngopi-ngopi dulu. Aku ingat itu jam 12-an sudah dan kami ke tempat ngopi yang ada di dekat kebun teh arah Subang. Rame ternyata disini, gak sepi. Aku memesan coklat saja kali ini, karena tidak suka kopi (untuk sekarang). Selepas kami merasa hangat kembali, kami pulang ke penginapan untuk beristirahat.

The boys di warung pinggir jalan

Terima kasih teman-teman telah sama-sama mensukseskan acara penutupan yang epik!

Post a Comment

0 Comments