Advertisement

Responsive Advertisement

Eastrip Bagian 10: Banua Bungas

Mereka bilang rumah adalah dimana hati kita merasa nyaman kan? Ya, walaupun aku perantau di Banua, tapi aku merasakan nyaman disini, di tanah yang sudah menjadi rumah selama 10 tahun.

 

-- Rabu, 26 Februari 2020 --

Pagi buta, aku bangun dan mulai siap-siap untuk melaksanakan perjalanan pulang ke Kalimantan dari Surabaya. Kira-kira pukul 05.30, aku diantar oleh ayahnya Izharu menuju bandara. Aku berpamitan dengan ibunya Izharu dan segera setelah aku sampai di Juanda, aku berpamitan dengan bapaknya Izharu. Insyaallah aku akan berangkat pukul 06.10 kalau tidak salah. Setelah melakukan semua prosedur, akhirnya aku menuju ruang tunggu dan tak lama sudah menuju pesawat. Saatnya berangkat!

 

- Sampai di Kalimantan -

Pukul 8 lebih, aku sudah sampai di Bandara Syamsudin Noor. Ternyata, kini yang digunakan adalah terminal yang baru, yang lebih besar, jauh melebihi yang lama! Juga lebih modern arsitekturnya. Tapi, saking luasnya, dari tempat turun ke tempat ambil bagasi saja rasanya jauh banget! Karena baru juga, maka bandara ini kelihatan kosong banget. Apalagi atapnya tinggi, jadi kelihatannya sangat kosong. Parkiran yang dimiliki juga konsepnya kurang mengerti aku muter-muter sana sini hehe.

Oh iya, kepulanganku kali ini, aku berusaha untuk menggunakan angkutan umum rencananya. Jadi pinginku juga dari bandara ini aku pakai angkutan umum. Kebetulan ternyata ada shuttle bus di terminal baru ini. Aku menuju sana. Aku menunggu. Tapi kok kelihatannya tidak ada bis yang datang ya? Aku bertanya ke salah satu orang yang ada disana, ternyata masih belum beroperasi katanya. Akhirnya aku mengambil inisiatif untuk memesan gojek menuju Liang Anggang. Dari Liang Anggang aku akan naik angkot menuju Pelaihari.

Dapatlah si bapak gojek! Beliau mengantarkan aku dengan sabar dan banyak bercerita. Beruntung sekali kali ini dapat ojek yang menyenangkan lagi hehe. Setelah turun, aku segera menunggu angkot yang akan lewat. Akhirnya aku dapat. Angkot ini dipenuhi oleh ibu-ibu yang sepertinya dari pasar. Aku agak ragu dan sempat bilang mau menunggu angkot selanjutnya saja. Ternyata, ada ibu yang bilang kalau dia akan turun di depan sini, jadi naik saja. Oke, barangku dimuat di belakang angkot yang kapnya ketika dibuka harus diganjal dengan kayu.

Angkot dengan bunyi knalpot kencang dan warna putih inipun melaju. Sudah lama aku tidak merasakan angkot di Kalimantan dan ternyata kali ini saat aku naik, terasa menyenangkan. Di dalam ada ibu-ibu yang cerita kalau dia akan turun di Sungai Danau dan sepertinya malah cuma aku yang tujuannya Pelaihari. Sepanjang jalan, pemandangan sudah berubah. Terakhir kali aku lewat Bati-Bati, tanahnya hitam tertutup abu kebakaran. Tapi kali ini, airnya sudah kembali dan ilalang mulai menghijau kembali. Kehidupan sudah kembali seiring dengan kembalinya air dari langit.

Setelah perjalanan selama 2 jam, akhirnya aku sampai di Terminal Tanah Habang Pelaihari. Dari sini, aku naik ojek untuk sampai di rumah. Sesampainya di rumah, aku segera membersihkan diri dan beristirahat. Karena perjalanan ini cukup melelahkan. Setelah bangun, tiba-tiba ada WhatsApp dari Yunita. Ia bilang kalau ia ingin datang ke rumah dengan Muslih. Yasudah aku suruh datang saja. Ba’da Ashar, mereka sampai di rumahku.

Saat di rumahku tiba-tiba Yunita ngajak jalan-jalan ke Pantai Takisung. Aku ya oke-oke saja. Dia juga oke dan tak lama, kami berangkat. Yunita juga mengajak pacarnya (eyakkk) yang menyusul datang. Setelah itu, kami berangkat menuju pantai yang jaraknya tidak terlalu jauh ini. Kira-kira 20 km kami sudah sampai di pantai hits di Tanah Laut ini. Kegiatan kami disini tak jauh dari menikmati hembusan angin sore dan bersantai. Sudah lama aku tidak berkelana dengan mereka dan rasa-rasanya momen seperti bakal jarang aku dapatkan nanti ketika aku mulai kerja. Jadi aku memanfaatkan momen ini sebaik mungkin untuk stay connect dengan teman-temanku.



Takisung terkenal dengan pemandangan sunset-nya yang indah. Hal ini dikarenakan pantai ini tepat menghadap ke arah barat dan tidak ada penghalang sama sekali. Waktu yang ditunggu datang, kami mendapatkan pemandangan matahari terbenam yang indah walau sebenarnya terhalang sedikit oleh awan. Tapi tetap indah. Kami bisa menikmatinya hingga benar-benar terbenam. Setelah tidak ada lagi matahari, kami melaksanakan ibadah di musholla setempat dan pulang. Kami sampai di Pelaihari sebelum isya’. Mereka kembali ke rumah mereka dan aku kerumahku.

Bersambung.

Post a Comment

0 Comments