Advertisement

Responsive Advertisement

Kembali ke Ibukota

 Walaupun kota ini penuh dengan keluh kesah. Nyatanya kota ini terkadang membuat diriku rindu. Karena apa? Karena segala cerita yang pernah dituangkan di dalamnya dalam bingkai waktu yang cukup lama beserta orang-orang yang hadir didalamnya. Kali ini, aku bertamu lagi ya!

 

-- Pendahuluan --

Singkat cerita, aku berhasil menyelesaikan rangkaian per-skripsi-an hingga sidangnya di awal bulan Agustus 2021. Lepas itu, adalah masa-masa yang senggang, tanpa kegiatan yang pasti dari kampus. Hari-hari aku penuhi dengan bersepeda, berkeliling kota, momong anak kecil, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak pasti. Sampai suatu ketika, aku berpikiran hendak ke Jakarta. Barang-barangku masih banyak yang tertinggal di kos, aku tidak ada kegiatan, jadi mungkin ini adalah saat yang tepat. Mau nunggu PPKM selesai? Hmm, sepertinya masih lama dan mau buang waktu sampai kapan lagi. Syukurnya juga saat itu aku sudah menerima dua dosis vaksin Covid-19 yang merupakan syarat wajib bepergian. Oke, akhirnya aku mantap dengan keputusan pergi ke Jakarta di akhir Agustus.



Skripsi selesai, foto bersama bocil-bocil

Sekarang, dengan siapa aku akan berangkat? Aku tanya anak-anak “Soto Banjar” (sebutan untuk anak angkatan yang dari Kalimantan Selatan), barangkali ada yang ingin ke Jakarta. Dwi merespons dan kami berdiskusi lebih lanjut mengenai kapan dan bagaimana kami akan kesana. Disepakati bahwa kami berdua akan berangkat pada Minggu, 29 Agustus 2021.

Bepergian saat Covid-19 ini cukup berbeda. Selain vaksin, kami juga harus melakukan tes swab PCR sebagai syarat wajib perjalanan yang dilakukan maksimum H-2 dari waktu keberangkatan. Aku melaksanakan tes pada Sabtu, 28 Agustus 2021 di RSUD H. Boedjasin. Setelah mengikuti prosedur, akhirnya aku selesai tes kira-kira jam 10.00 WITA. Ini merupakan pertama kalinya aku dites dan alat swab itu terasa masuk sampai ke pangkal hidung. Rasanya sakit sekali hingga membuat air mata menetes (hahaha). Untunglah tesnya tidak membutuhkan waktu lama. Pukul 15.00 WITA, hasil tes dikirimkan oleh admin rumah sakit-yang ternyata temen SMA ku, Lala-dan alhamdulillah, hasilnya negatif. Ok, we’re ready to go!

 

-- Hari H --

Hari itu akhirnya tiba. Malam sebelumnya, aku mengemas barang-barang yang kuperlukan kedalam satu keril, satu tas ransel, dan satu tas selempang. Ketiganya terisi penuh. Penerbanganku dijadwalkan pada pukul 14.30. Pukul 11.30, kami sudah berangkat dari rumah dengan cuaca yang bisa dibilang masih bersahabat walaupun sedikit gerimis. Pukul 12.30-an, kami sudah sampai di Bandara Internasional Syamsudin Noor. Tak berapa lama disana, akhirnya hujan deras turun. Oh iya, Farhan dan Ahsan ikut bersama kami. Mereka senang sekali di bandara. Farhan main kesana kemari, mengelilingi lobi bandara, dan tiba-tiba main di genangan air hujan (astaghfirullah, kelepasan). Setelah kami ibadah, jam menunjukkan pukul 13.45-an. Aku kemudian langsung bergegas berfoto dan pamitan. Dwi mengabari aku bahwa dia sudah di ruang tunggu. Entah kenapa waktu di lobi, kami tidak bertemu.

Foto sebelum berangkat

Aku masuk bandara tanpa pengetahuan mengenai prosedur saat Covid-19 dan tidak menemukan satupun petunjuknya. Akhirnya aku percaya diri untuk langsung masuk ke ruang check-in. Setelah di cek, aku ditanya mengenai verifikasi hasil tes Covid-19. Hah? Verifikasi yang mana? Ternyata, sebelum masuk ke ruang check-in, ada petugas yang akan memverifikasi hasil tes kita untuk dimasukkan ke sistem data perjalanan begitu. Oke, akhirnya aku balik lagi ke petugas verifikasi yang letaknya cukup jauh dengan berlari-lari mengingat waktu naik ke pesawat (boarding) sudah kurang dari 30 menit.

Ketemu, aku langsung melakukan verifikasi dan alhamdulillah lancar. Selepas itu, aku kembali berlari-lari ke ruang check-in untuk untuk melanjutkan proses. Sampai di tempat check-in, waktu sudah menunjukkan pukul 13.56-an. Setelah 5 menit, check-in selesai dan aku berlari ke gerbang pemeriksaan. Setelah melewati dua gerbang pemeriksaan, akhirnya aku sampai di ruang tunggu dalam keadaan lelah dan baju yang basah karena peluh. Lucu, di bandara kok malah olahraga sampai basah gini. Namun, akhirnya aku bertemu dengan Dwi dan kita sama-sama menunggu keberangkatan pesawat.

Cuaca masih sama. Malah sepertinya bertambah deras. Mendekati waktu keberangkatan, penerbangan kami masih belum juga dipanggil. Tidak ada pemberitahuan penundaan. Hingga kira-kira pukul 15.30 WITA, akhirnya kami dipanggil untuk memasuki pesawat. Jika tahu akan ditunda hingga 1 jam gini, kan aku gak perlu lari-lari alias jogging di bandara sampai badan penuh dengan peluh. Pelajarannya adalah jangan suka melakukan sesuatu mepet-mepet dengan deadline. Memasuki pesawat, aku istirahat karena kelelahan.

Berangkat!
 

-- Sampai --

Selama 1,5 jam terbang, aku ditemani putaran lagu di ponsel dan novel Fiersa Besari yang baru sempat aku baca, Catatan Juang. Pesawat sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta sekitar pukul 16.00 WIB. Kami sampai di Terminal 3 yang-astaghfirullah-besar sekali. Sudah tadi jogging, sekarang aku harus jalan cukup jauh lagi. Saat proses keluar bandara ini kami melakukan kesalahan. Karena pandemi, harusnya para pelaku perjalanan mengisi e-HAC (electronic Health Alert Card) di aplikasi PeduliLindungi di bandara keberangkatan. Lalu dilengkapi pengisiannya di bandara tujuan. Akan tetapi, kami tidak mengisi sewaktu di bandara keberangkatan dan akhirnya mengisi manual di bandara tujuan kami.


Dwi, as my travel companion this time

Kami melanjutkan perjalanan ke tempat pengambilan bagasi. Setelah itu kami keluar dan mencari ojek daring menuju Pondok Betung. Ojek didapat, kami langsung berangkat. Saat di jalan, waktu sudah mulai petang dan kami sampai di Pondok Betung kurang lebih jam 18.30-an. Apa yang terjadi setelah ini, kita tuliskan di bagian selanjutnya ya!

 

-- WHAT THE F**K! --

Keadaan ketika aku sampai, bahkan lebih parah dari ini

ASTAGHFIRULLAH AL ADZIIM! Kok ngomong kasar. Hehe maaf, kelepasan tapi pas rasanya untuk situasi ini. Aku memang kaget sekali ketika masuk kos. Setelah ditinggal selama 1,5 tahun, kos ini jadi makin mirip dengan kandang kerbau. Ada debu, tanah, kotoran tikus, bau pesing, sarang laba-laba, barang yang berantakan, rontokan kayu, apapun itulah intinya ada disana. Aku gak tahan dengan keadaan seperti ini tapi juga rasanya gak mungkin aku selesaikan semuanya di malam itu. Selain aku dalam keadaan lelah dari perjalanan, ini juga malam hari. Cahaya yang terbatas tidak akan membuat bersih-bersih optimal.

Jadi, yang aku lakukan setelah ini adalah atur strategi dan observasi. Pertama, aku bersihkan daerah kamar mandi. Daerah inilah yang paling mudah dibersihkan karena dekat dengan sumber air. Banyak sekali kotoran tikus disini. Aku sikat pelan-pelan hingga akhirnya cukup bersih. Semua rontokan kayu juga sudah aku bersihkan. Kemudian, aku pilah dan pilih alat-alat mandi mana yang kira-kira masih bisa digunakan. Aku buang satu persatu yang sudah tidak bisa digunakan. Pelataran depan kamar mandi jadi objek bebersih selanjutnya. Semua baju yang masih ada di jemuran baju aku sisihkan dan satukan di satu lajur. Entahlah ini bajunya siapa, akupun heran. Kemudian, baju-baju yang tergantung tidak jelas dan kemungkinan sudah tak layak pakai, aku buang ke tempat sampah. Kurang lebih, setelah satu jam, aku selesai bersih-bersih-hanya-di bagian ini.

Bagian selanjutnya adalah dapur. Karena dapur ini ada mejanya, jadi mejanya aku bersihkan terlebih dahulu. Aku taruh semua piring dan gelas di bak cucian. Kejutannya adalah ternyata tidak ada sabun cuci piring. Terpaksa aku harus ke Megamart-berjalan-untuk membeli sabun cuci piring sekaligus rehat sejenak. Kembali ke kos, aku lanjut membersihkan semua piring dan gelas. Sama, kurang lebih setelah satu jam, aku akhirnya menyelesaikan lokasi ini. Gas kompor ternyata masih banyak isinya sehingga masih bisa digunakan. Selesai dari sini, aku merasa lelah sekali dan memutuskan untuk beristirahat.

Mau beristirahat dimana? Tidak ada kamar yang benar-benar bersih dan layak digunakan. Kamar Dendi yang cukup rapi pun masih perlu dibersihkan namun aku sudah kelelahan. Terpaksa aku ke kos Ditto untuk menumpang beristirahat malam ini. Aku juga membawa beberapa baju yang perlu aku cuci agar keesokan harinya masih ada baju yang bisa aku pakai. Sebelumnya aku tidak memberitahu dia kalau aku ke Pondok Betung. Sampai di kosnya, ekspresinya biasa aja. Tapi aku yakin dia kaget karena tiba-tiba aku datang (HAHA). Masuk, aku langsung mandi, cuci baju dan tak lama setelah itu, aku terlelap karena sangat kelelahan.

 

-- LAYANAN KEBERSIHAN --

Esok harinya, setelah aku dan Ditto sedikit olahraga bersepeda dan menyantap sarapan, aku kembali ke kos. Kembali berperang dengan senjata alat-alat kebersihan untuk melawan semua kekacauan keadaan kos ini. Wow lebay sekali ya, tapi akurat sih (haha). Pagi hari, aku awali dengan sortir barang-barang yang ada di kos. Semua sampah aku taruh di luar. Dua tong sampah terisi penuh dan masih ada yang aku taruh di kardus-kardus juga. Kemudian, barang-barang bekas yang masih bisa dijual, aku kumpulkan. Ada banyak kertas-kertas, barang elektronik, sepatu, dan beberapa barang plastik yang keberadaannya gak ada gunanya di kos. Namun, hari itu masih belum aku jual karena belum menemukan pengepul keliling. Pun, agenda hari itu masih banyak.

Agak siang, aku mencuci baju. Entah kenapa, baju di lemariku semuanya bau kencing tikus dan di dalam lemari juga banyak kotoran tikus. Karena bajuku tergolong banyak, akhirnya baju-baju ini aku bagi kedalam beberapa bagian. Bagian satu aku cuci dan jemur hari ini. Sisanya dilanjut keesokan harinya. Terlalu asyik beberes, tak terasa waktu tengah hari telah tiba dan rasa lelah mulai muncul. Beristirahat di kos Ditto rasanya bukan solusi karena aku harus keluar kos lagi dan malah bikin tambah lelah. Akhirnya, aku coba bersihkan kamar Dendi. Setelah itu, aku makan, sholat, dan tidur sangat lelap.

Bangun tidur di sore hari, kegiatan bersih-bersih masih berlanjut. Kali ini aku membersihkan kamarku yang kondisinya menyedihkan ini. Aku merapikan baju temanku yang berserakan yang dititipkan di kamarku. Aku taruh di kardus satu persatu hingga tersusun dengan rapi di ruang tengah. Setelah itu, aku kembali membuang beberapa barang di kamar yang sudah tidak bisa diselamatkan dan menyendirikan barang-barang yang masih bisa dijual. Seputar maghrib, aku mencukupkan kegiatan hari ini. Saatnya membersihkan diri yang dipenuhi debu dan keringat, kemudian beristirahat di malam hari.

Pola seperti ini aku ulang selama beberapa hari. Kurang lebih 3 hari penuh aku bersih-bersih hingga membuat pinggulku setiap malam terasa nyeri dan sakit. Karena memang kegiatan bersih-bersih tidak mudah dan enteng. Perlu dedikasi penuh hingga membuat ruangan menjadi benar-benar bersih dan nyaman dipakai (paling tidak, menurut standarku). Akhirnya di hari Kamis, aku benar-benar bisa menikmati kos ini dalam keadaan yang bersih, kinclong, harum, dan rapi sehingga aku bisa kembali tidur di lantai keramik yang dingin. Oke, begitulah perjalananku menjadi S.BB (Sarjana Bersih-Bersih).

Akhirnya bersih!


Post a Comment

0 Comments