Advertisement

Responsive Advertisement

Kejutan Merak

Live in the present. Be grateful of what’s in front of you!

 

Salah satu yang ada dalam daftar keinginanku saat di Jawa adalah mengunjungi Merak, kembali. Entah itu hanya untuk berkereta-lokal-an, ataupun mengunjungi dua pulau yang ada di seberangnya. Walaupun tempat ini jauh, aksesnya bisa dibilang mudah dan auranya sudah beda dengan Jakarta. Cocok sekali sebagai tujuan kabur sebentar jikalau banyak pikiran atau sekadar gabut. Apalagi sudah lama tidak kesini, jadi harus dijadikan rencana mau kesana.

Lama tidak kesana, aku rasa tidak sepadan jika hanya untuk kabur sebentar, datang lalu pulang. Aku berpikir untuk menghabiskan waktu lebih lama disana. Ide yang bagus sepertinya untuk berkemah di Pulau Merak Kecil. Kebetulan juga ada teman, yaitu Afi dan Dendi yang sedang di kos. Merekalah yang jadi teman perjalanan dan jujur, inilah kali pertama selama bersama di kos kami pergi jauh bersama. Ya, walaupun satu kos, kami punya selera dan kesibukan yang berbeda. Jadi jarang memiliki waktu bersama gini kecuali di kos. Walaupun tidak lengkap berdelapan, tapi tak apa. Kita jalan dengan apa yang ada di depan kita, tidak usah berharap terlalu banyak.

Kamis, 24 September 2021 menjadi tanggal yang kami pilih karena kami sama-sama kosong di hari itu. Di tanggal itu, aku dan Dendi sudah tidak ada urusan lagi dengan kampus. Sedangkan Afi, memang tidak memiliki urusan apa-apa (*hahaha si gabut). Baru Rabu malamnya kami memutuskan tanggal dan langsung menyiapkan apa yang bisa disiapkan malam itu. Aku membawa kompor portable, gas, dan peralatan pribadi. Makanan dan minuman akan kami beli di Merak saja, tenda juga akan kami sewa di Merak saja, supaya tidak ribet. Keputusan anti ribet ini ternyata berujung mengejutkan (lanjutin baca ya!). Setelah itu, kami istirahat.

 

- Kamis, 24 September 2021 -

Aku bangun lebih dahulu dari mereka berdua lalu membangunkan mereka. Setelah itu aku melaksanakan rutinitas pagi, yaitu sarapan, mencuci baju, mandi, dan ditambah mengecek apakah barang bawaan sudah lengkap. Kurang lebih pukul 07.30, kami semua sudah siap. Gocar dipesan untuk membawa kami ke Stasiun Pondok Ranji. Kami naik kereta menuju Rangkasbitung pada pukul 08.06 dan sampai di Rangkasbitung pada pukul 09.37 (sesuai jadwal). Untungnya (lagi), waktu itu kereta cukup sepi. Sehingga kami bisa duduk dengan nyaman selama perjalanan 1,5 jam ini.

Sampai di Rangkasbitung, kami berpindah menggunakan kereta lokal. Sekarang, untuk berpindah sudah tidak perlu jauh-jauh keluar melalui pintu barat karena sudah ada penghubung antara pintu keluar KRL dan pintu masuk kereta lokal. Tidak beruntungnya saya adalah, saat hendak menempelkan kartu ke pintu keluar, entah kenapa kartunya ditolak. Jadi aku harus ke pintu barat dan berjalan cukup jauh. Pun di pintu barat tidak semua pintu bisa menerima kartuku. Lama tidak dipakai jadi sedikit usang mungkin ya. Masuk ke pintu masuk kereta lokal, kami pindai barcode yang kami dapatkan dari pembelian tiket secara daring (mudah dan hemat kertas tentunya). Tidak ada ketentuan kami harus duduk dimana untuk kereta ini.

Beruntungnya (lagi) kereta cukup sepi dan tenang. Pukul 09.55, kereta berangkat. Kereta ini melaju dalam kecepatan yang tidak terlalu tinggi sehingga memakan waktu yang cukup lama.  Aku jadi teringat perjalanan di akhir 2019 silam menggunakan kereta ini ke Karangantu dan mengunjungi beberapa peninggalan Kerajaan Banten Lama. Kebetulan juga bertemu dengan teman baru pada saat itu yang juga dalam perjalanan menuju Serang. Kembali ke masa kini, di kereta waktu kami dihabiskan dengan bercerita, berbincang, dan mendengarkan musik.

Mendekati tengah hari, kami sampai di tujuan akhir Stasiun Merak. Keluar dari stasiun, kami langsung ibadah dan kemudian lanjut ke dermaga penyeberangan dengan menggunakan angkot. Dengan kocek sebesar Rp. 3.000, kami diantarkan sampai depan pintu masuk Pantai Mabak. Kami melengkapi keperluan logistik kami dan menghubungi kembali penyewaan tenda yang sudah kami hubungi sebelumnya (sebut saja pihak A). Pihak A memberitahu kami agar menunggu di swalayan yang ada di depan pintu masuk pantai. Oke, kami menunggu.

Afi di depan Stasiun  Merak saat baru sampai

Tak terasa, setengah jam sudah kami menunggu dalam panasnya atmosfer pantai. Jika tahu bakal begini, kami jelas akan makan siang langsung di tempat. Tidak repot-repot membungkus karena yang ada di bayangan kami adalah kami ingin makan langsung di pulau yang hendak kami kunjungi. Akhirnya pihak A datang setelah sempat-sempatnya dia beli buah dulu sebelum mendatangi kami yang sudah menunggu lama ini (kekesalan dimulai). Ia mengantar kami menuju dermaga penyebrangan. Rencana kami adalah ke Pulau Merak Besar terlebih dahulu untuk menikmati pemandangan dan berlanjut ke Pulau Merak Kecil agak sore untuk berkemah. Akhirnya, nominal Rp. 50.000/orang dikeluarkan untuk pulang dan pergi penyebrangan kami.

Oiya, tenda yang kami sewa tadi masih belum kami pegang ya. Pihak A mengatakan bahwa timnya nanti yang akan langsung membawakan saat kami di Pulau Merak Kecil. Perahu kami mengantarkan pihak A yang ikut bersama kami ke Pulau Merak Kecil terlebih dahulu, lalu dilanjutkan ke Pulau Merak Besar. Perjalanan ditempuh selama kurang lebih 10-15 menit. Selama di jalan (maksudnya air), kami sibuk berfoto dan secara resmi, kami liburan bersama hehe. Terlihat beberapa kapal feri sedang bersandar di Pelabuhan Merak.

Terakhir kali ke pulau ini, aku punya pengalaman yang tidak menyenangkan dengan monyetnya yang cukup agresif. Saat kami kira-kira sudah 50 meter dari bibir pantai pulau ini, kami sudah bisa melihat monyet-monyet yang duduk di bekas warung. Saat kami sampai, kami menyusuri pantai untuk mencari tempat yang kira-kira aman dari serbuan monyet. Beberapa monyet mengikuti kami, namun tidak agresif. Akhirnya kami duduk di sebuah batu besar yang nyambung dengan karang pinggir pantai dan langsung menghadap Pelabuhan Merak. Kami menggelar matras dan menyantap makan siang.

Saat makan bersama di Pulau Merak Besar

Kenyang, kami bersantai sebentar. Aku ingin melakukan kegiatan yang sama seperti 2 tahun lalu disini yaitu mengelilingi pulau. Aku ajak mereka berdua untuk ikut, namun hanya Dendi yang mau ikut. Sedangkan Afi memilih tetap ditempat. Kami berdua berangkat meninggalkan Afi dengan segala barang bawaan kami. Kami berjalan mengikuti garis pantai. Jangan kira perjalanan ini mudah ya. Karena di sebelah utara hingga barat pulau ini penuh dengan tumbuhan. Untuk terus jalan, terkadang kami harus agak masuk ke hutan, kadang ke pinggir pantai, kadang melewati air dst. Setelah kami sampai di sisi selatan pulau, medan menjadi lebih mudah karena hanya bebatuan dan pasir pantai biasa. Mengitari pulau ini yang kurang lebih berjarak 3 km memakan waktu 1 jam. Namun cukup sepadan dengan apa yang didapat, yaitu pemandangan perairan Selat Sunda yang biru, formasi bebatuan berbentuk lembaran yang unik, serta pantai pasir putih yang cukup panjang.






Pemandangan yang aku dan Dendi dapat saat mengelilingi Pulau Merak Besar

Saat kami akhirnya sampai di titik penurunan kami dari perahu, kejadian yang sama dengan 2 tahun lalu terulang. Kami sudah ditunggu oleh perahu penjemput. Memang kami yang terlalu sore sih ya untuk napak tilas di pulau ini. Untung saja bapak pemilik perahu tidak kesal menunggu kami berdua (kelihatannya sih ya). Sedangkan Afi yang sudah membereskan semua barang kami dan menaikkannya ke perahu yang ngedumel cukup banyak (hihi maaf Afi).

Sesampainya di pulau Merak Kecil, aku melihat perubahan dibandingkan dengan dua tahun silam, saat aku dan teman kelasku menerjang badai disini. Warung-warung yang ada menjadi lebih tertata rapi dan diberi pagar. Pengelolaan juga sepertinya menjadi hal yang cukup diperhatikan. Saat kami datang, kami disambut oleh pengelola (yang merupakan penyedia tenda tadi) dan diantarkan menuju beberapa opsi tempat untuk berkemah. Mereka membawakan tenda sewaan kami. Kami memilih sisi barat pulau, tempat aku berkemah 2 tahun silam. Cuaca kali ini cukup mendukung, tidak ada tanda-tanda akan hujan seperti 2 tahun silam.

Perlengkapan tenda dikeluarkan, pasak ditancapkan, tenda didirikan, dan akhirnya tenda selesai dibuat. Baru setelah ini kami membicarakan tarif penyewaan yang ternyata cukup mencengangkan. Pasalnya, kami dikenai tarif yang menurutku, sudah sangat diluar batas wajar sekali (gak dilebih-lebihkan dan ini kekesalan terbesar). Beberapa kali menyewa tenda, tidak pernah setinggi ini tarifnya. Pihak A berkata bahwa memang di daerah sini berbeda. Berbeda boleh, tapi ya bedanya sedikit ngotak lah ya, gak sampai hampir 2 kali lipat juga. Saya tidak sebutkan harganya berapa untuk menghargai pihak A yang sudah baik hati mau menyewakan ya. Kami memutuskan untuk berunding mandiri terlebih dahulu karena kami masih sayang dengan uang kami (haha dasar kere).

Setelah beberapa lama, kami memutuskan untuk menawar. Akhirnya disepakatilah harga yang cukup memuaskan kami. Puas sebelum kami kembali ditarik uang retribusi lainnya yang total akhirnya jadi hampir sama seperti tarif awal. Serangkaian kebagongan ini membuat kami cukup kesal. Setelah transaksi, pihak A tadi meninggalkan kami. Setelah mereka menghilang, kami bertiga tertawa miris meratapi kenyataan, sambil sedikit ngedumel. Uang kami mulai menipis sedangkan masih ada perjalanan pulang. Matahari terbenam yang harusnya ada di depan kami untuk sedikit menghibur ternyata tidak muncul karena bersembunyi dibalik awan kelabu. Akhirnya kami hanya melihat semburat kemerahan yang juga tidak bertahan lama. What a day!

Ini dia tenda penuh drama itu

Waktu maghrib tiba, sebelum melaksanakan sholat kami bersantai sebentar melepas sedikit kepenatan kami setelah sehari di jalan. Tiba-tiba saja ada suara perempuan mengucapkan salam. “Assalamualaikum”, katanya. Kami reflek menjawab salam tersebut dan menengok belakang kami yang mana hanya ada tenda kami. Kami tidak melihat siapapun. Setelah mencoba melihat dengan lebih seksama, akhirnya kami menemukan sumber suara tadi. Seorang ibu-ibu penjaga pulau ini yang tadi tertutup oleh tenda kami yang besar. Perbincangan terjadi diantara kami. Beliau mengatakan bahwa beliau yang menjaga pulau ini, sekaligus menjaga warungnya di dekat dermaga kedatangan. Biasanya jika akhir pekan lumayan ramai, namun karena ini hari kerja, jadi ya sepi. Beliau berpesan bahwa jika terjadi apa-apa (antisipasi), langsung lapor saja ke beliau di warung. Setelah itu beliau berpamitan dan kami kembali menikmati waktu kami. Itu adalah kejadian yang cukup mengejutkan.

Ibadah kami tunaikan. Setelahnya, kami siap-siap untuk makan. Mie, air, sisa nasi, dan GoodDay pilihan Dendi kami keluarkan dan buat. Alhamdulillah, menu sederhana ini tidak mengurangi kehangatan. Bersama teman, suara deburan ombak, angin yang semilir, serta cahaya kota yang terpantul oleh air, pemandangan ini sungguh mengesankan. Sesekali feri lewat dan membunyikan klaksonnya untuk menyapa kami bertiga (ini gede rasa sih). Aku lupa malam itu kami ngapain saja. Sepertinya memang tidak banyak, hanya sedikit berbincang ringan dan setelah itu kami istirahat (red: tidur). Afi memutuskan untuk tidur di luar, di batu yang rata dengan berselimut tikar. Karena ia tidak tahan dengan panasnya tenda. Benar saja, tidak lama tenda kami buka agar angin bisa masuk. Akhir kata untuk hari ini, diketawain aja deh semuanya.

 

- Jum’at, 25 September 2021 -

Tidur yang cukup membuat diriku terbangun dengan sendirinya. Mata sudah segar dan  aku memutuskan untuk ibadah dan bersantai. Sedangkan Afi dengan tenangnya masih terbungkus tikar. Matahari masih belum terlihat. Dendi menyusul ibadah dan bersantai. Tak lama, sang fajar mulai muncul, menghadirkan warna langit dan kehangatan. Aku dan Dendi memutuskan untuk berkeliling pulau kecil ini sementara Afi masih terbalut tikar. Pemandangan daratan Merak yang berbukit terlihat dari sini beserta matahari yang pelan-pelan naik. Setelah kurang lebih 15 menit, kami sampai kembali di tempat berkemah kami.



Pemandangan pagi hari dari Pulau Merak Kecil

Rencana kami ke daratan utama sebelum Jum’atan dan ke Rangkasbitung jam 16-an. Cukup sore karena adanya di jam itu saja. Namun, tiba-tiba saja saat melihat jadwal kereta lokal di KAIAccess, muncul ide brilianku. Ada jadwal di jam 10-an dan sampai di Rangkasbitung jam 11-an. Intinya, masih bisa mengejar sholat Jum’at. Akhirnya aku bertanya bagaimana jika kita majukan kepulangan. Mereka berdua setuju dibandingkan harus menunggu tidak ngapa-ngapain dari selepas Jum’atan hingga pukul 16. Mengingat waktu yang singkat, kami langsung segera melakukan hal yang tersisa disini.

Minuman hangat di pagi hari

Kami ingin berenang. Berdasarkan survei keliling tadi pagi, daerah pantai dermaga kedatangan adalah yang paling ramah untuk direnangi. Akhirnya kami memutuskan untuk menuju daerah tersebut sekaligus pulang agar tidak buang-buang tenaga dan waktu. Tenda mewah ini kami bongkar dan barang-barang langsung kami bawa ke pantai. Setelah itu, kami menceburkan diri ke air laut yang biru ini. Waktu itu, hanya kami bertiga yang berenang disana, belum ada pengunjung lain karena memang masih terlalu pagi dan ditambah hari Jum’at. Waktu yang singkat untuk bepergian.

Birunya air disini memang indah. Apalagi dengan koral dibawahnya. Tapi, saat tidak sengaja melihat kulitku, ada bercak-bercak kecil berwarna hitam. Apa ini? Ternyata, saat aku lihat permukaan airnya, terdapat bercak-bercak hitam ini. Apa mungkin ini minyak dari perahu, kapal yang ada di sekitar ini? Bercak ini bisa diusap dengan memberi sedikit penekanan dan menurutku dengan usaha seperti itu, artinya ini cukup lengket. Seketika aku merasa perairan ini berkurang pesonanya karena tercemar. Tidak lama setelah mengetahui hal ini, aku tidak berenang lagi dan hanya duduk-duduk santai di pinggiran pantai. Begitupula mereka.

Ini pantainya memang putih banget ya gaes

Sudah bosan berenang, kami ngentas (red: mengeringkan) pakaian. Lalu kami merebus mie dan GoodDay (lagi). Kebetulan, bapak penjemput kami juga datang tidak lama setelah kami memulai kegiatan memasak. Kami meminta bapak untuk gabung makan bersama kami sembari menunggu kami makan. Untungnya bapaknya bersedia menunggu. Setelah semuanya matang, kami langsung santap karena kami memang kelaparan. Setelah itu barang-barang kami bereskan dan segera naik ke perahu. Target kami adalah siap di stasiun pada pukul 09.40-an karena kereta akan berangkat pada pukul 09.50.

Pukul 09.30-an kami baru sampai di darat. Diwaktu yang sempit ini, kami segera mandi bergantian hingga pukul 09.40-an. Setelah itu langsung berlari untuk mengejar angkot dan sampai di jalan masuk stasiun pada pukul 09.45-an. Aku berinisiatif untuk lari menuju stasiun, paling tidak check-in tiket terlebih dahulu. Tiket aku beli secara daring sebelumya agar lebih cepat. Setelah sampai, aku langsung check-in dan ternyata petugas menginfokan jika keretanya masih akan diberangkatkan cukup lama (kejutan lagi). Setelah Dendi dan Afi berhasil menyusul, kami segera naik. Di dalam gerbong, kami istirahat karena lelah mengejar kereta.

Saat kereta akhirnya diberangkatkan, Dendi langsung mengeluarkan skincare kit-nya. Kami bertiga ikut mencoba (hehe). Bagian belakang leherku terasa sangat panas, seperti terbakar. Aku mengoleskan entah lotion apa yang Dendi punya dan cukup membantu. Walaupun terasa lelah, aku hanya tertidur sebentar. Sisanya aku habiskan dengan mendengarkan musik dan melihat pemandangan. Kereta sampai di Rangkasbitung kurang lebih pukul 11.30-an. Kami segera keluar stasiun dan mencari masjid. Tak jauh, kami bertemu dengan masjid dan ternyata sholat Jum’atnya sudah dimulai. Jadinya kami masbuk deh.

Masjid ini menyediakan makan gratis selepas sholat Jum’at. Kami pun ikut makan. Setelah selesai makan dan berterimakasih kepada warga, kami kembali ke stasiun untuk melanjutkan perjalanan menggunakan KRL menuju Stasiun Pondok Ranji. Tak perlu menunggu lama, kami langsung mendapatkan KRL. Perjalanan kurang lebih 1,5 jam kembali kami tempuh dan akhirnya sampai di stasiun tujuan. Setelah itu, kami lanjut menggunakan GrabCar menuju kos. Akhirnya selesailah liburan singkat 2 hari kami. Terima kasih buat Afi dan Dendi yang sudah mau menemani!

Post a Comment

0 Comments