- Selasa, 23 November 2022 -
Kereta api Bengawan berangkat dari Stasiun Pasar Senen dipagi
hari. Kami tidak duduk berdampingan menyesuaikan dengan tiket sisa yang ada.
Namun, kami saling membelakangi dan di lorong tengah. Paling tidak, kami tidak
terjepit penumpang lainnya, masih ada ruang untuk selonjorin kaki. Sebelum
naik kereta, kami beli makan di depan stasiun dan makan di peron sebelum kereta
berangkat. Sehingga di kereta sudah tidak ribet membuka makanan lagi.
Foto saat kereta sampai di Stasiun Cirebon Prujakan |
Sepanjang perjalanan, tidak banyak yang dilakukan kecuali
tidur, main hp, dan pindah posisi duduk. Perjalanan yang membosankan setelah
bolak-balik dengan kereta selama beberapa bulan terakhir. Akhirnya kira-kira
jam 15.00, kereta sampai di Stasiun Lempuyangan. Awalnya, temannya Mama katanya
yang mau menjemput. Tapi karena satu dan lain hal, batal menjemput. Kami
mengambil opsi untuk menggunakan ojek daring menuju alamat yang sudah dibagikan,
yaitu di seputaran Kotagede.
30 menit perjalanan, kami sampai di rumah yang dimaksud.
Rumahnya benar-benar di pinggir jalan besar, jadi tidak susah untuk menggotong
barang yang sangat banyak ini. Gak banyak yang dilakukan hari itu. Karena sudah
dekat dengan malam juga jadi ya hanya dihabiskan untuk istirahat. Setelah dua
hari perjalanan yang panjang.
-
Rabu, 24 November 2021 -
Pagi hari, aku, Mama, Bude Umi, dan suaminya pergi ke
Pasar Giwangan untuk membeli sayuran. Bude Umi hari ini ada pesanan katering,
entah untuk acara apa. Setelah membeli ini dan itu selama kurang lebih 40
menit, kami pulang dengan pemandangan Merapi yang kelihatan dengan jelas dari
Jalan Gambiran. Sampai rumahnya, kami sarapan soto yang dibeli di kedai dekat
situ. Sejak tahun ini aku ke Jogja, jadi sering banget makan soto. Padahal
sebelumnya tidak terlalu banyak. Hanya ketika ada kondangan atau Mama lagi buat
di rumah.
Tidak ada agenda khusus hari ini. Mama hanya ingin ke
rumah temannya yang namanya Mbak Idhok. Mbak Idhok ini adalah teman sekamar
Mama waktu kerja di Batam. Kalau Bude Umi adalah teman baik tapi beda kamar.
Bude Umi memberi petunjuk arah ke rumah beliau dengan disuruh coba cari Pagi
Padi Mentari di Google Maps. Setelah dicari, ternyata di daerah ya bisa
dibilang masih dekat dengan Djeladjah. Kita bersiap-siap, kemudian meminjam
motornya Bude Umi dan berangkat.
Berangkat kurang lebih jam 08.45-an, menembus ramainya
jalanan Yogyakarta dengan segala macam kendaraan bermotor yang membuat keadaan
jadi panas. Melewati kota, perempatan Kentungan, dan terus ke utara hingga
kurang lebih pukul 09.20-an, kami sampai di tempat. Tempat ini adalah salah
satu usahanya Mbak Idhok. Letaknya agak masuk dari pinggir jalan dan dikelilingi
sawah. Konsep tempat ini adalah tempat makan dan minum sehat, seperti salad dan
jus buah. Cocok buat yang baru bersepeda pagi-pagi ke atas, pulangnya ke bawah
mampir kesini dulu.
Kami dipersilahkan masuk oleh karyawannya sementara Mbak
Idhok-nya masih di pasar. Interiornya mirip dengan kafe-kafe pada umumnya
dengan warna utamanya putih-putih karamel gitu (ngerti maksudnya gak sih?). Ada
pojok untuk membaca dan tempat makan minum di dalam. Yang diluar juga ada dan langsung menghadap ke
sawah. Kami disuguhkan satu teko wedang sereh dingin. Icip-icip dan ternyata
enak. Apalagi untuk kami yang baru saja perjalanan cukup jauh menembus panas
dan macetnya Jogja.
Pisang coklat atau apalah itu (intinya bahan utamanya pisang)
dan kentang goreng jadi suguhan selanjutnya. Langsung dilahap pisan (hahaha
kemaruk). Kurang lebih setelah 1 jam menunggu, akhirnya Mbak Idhok datang.
Mereka berdua (Mbak Idhok dan Mama) berbagi cerita selama tidak bertemu setelah
berhenti kerja di Batam. Sementara aku hanya bisa menikmati cerita mereka
sambil melihat-lihat pemandangan sawah yang ada di sebelah.
Setelah kurang lebih 1 jam berbagi cerita, Mbak Idhok
harus kembali ke jadwal kerjanya yang harus membuat pesanan karangan buah.
Melihat kesibukan yang tak bisa dikompromi ini, aku dan Mama memilih untuk
pulang, daripada mengganggu dan kebetulan sudah cukup siang dan panas. Kami
pamitan, senang rasanya dijamu begitu hangat disini. Di tengah jalan aku
bertanya ke Mama mau kemana lagi. “Mau makan terserah dimana”, kata beliau.
Foto Mama dengan Mbak Idhok |
Mikir sejenak, apa yang searah pulang dan enak tempatnya.
Oh, aku teringat suatu tempat, yaitu Pakualaman. Aku ajak Mama kesana. Semakin
siang, kemacetan dan terik matahari makin menjadi-jadi, namun akhirnya kami
sampai. Kami memesan seporsi bakso dan es campur. Kombinasi yang sempurna di
siang ini. Selepas makan, aku merasakan kesegaran yang sungguh memuaskan (kok
kaya iklan?). Kami pulang setelahnya dan beristirahat.
Baru setelah Maghrib, kami pergi ke Malioboro untuk
bertemu temannya Mama yang kerja di Batik Hamzah depan Pasar Beringharjo. Pintu
depan toko batik ini dipenuhi pedagang asongan, sampai gak kelihatan tuh
pintunya. Setelah itu, kami langsung ke lantai paling atas, tempatnya restoran
Raminten. Disanalah Mama bertemu dengan temannya yang bernama Bude Ludi.
Nostalgia kali ini lebih singkat lagi karena Bude Ludi-nya harus cepat-cepat
kembali bekerja. Okelah tak apa, kami melanjutkan kegiatan dengan melihat-lihat
toko ini. Setelah puas, kami berpamitan pulang.
Foto Mama dengan Mbak Ludhi (tengah) dan Bude Umi (kanan) |
-
Sabtu, 27 November 2022 -
Hari ini, Bude Umi akan membawa kami keliling-keliling
pantai selatan Yogyakarta, tepatnya di Gunung Kidul. Pagi-pagi sekali, pukul 6,
kami sudah bersiap. Kami dibawa menggunakan mobil melewati Kotagede, menuju Jl.
Imogiri Timur. Di salah satu SPBU disini, kami berhenti, untuk mengambil pesanan
wedang uwuh untuk kami jadikan oleh-oleh untuk ke Kalimantan. Kenapa beli
disini? Karena kata Bude Umi disini yang enak dan murah gitu.
Perjalanan kami lanjutkan menuju tujuan pertama, yaitu
Pantai Ngunggah. Melewati jalan perbukitan Imogiri – Panggang hingga tiba di
JLS. Dari sini, dilihat dari Maps, masih lumayan jauh. Cuaca sebenarnya kurang
bersahabat karena agak mendung dan gerimis. Tapi kami tetap lanjut, menikmati
jalan beton yang kurang rata ini. Pertanda kami sudah memasuki jalanan desa
alias penduduk lokal sana. Lama-kelamaan, sudah tidak ada rumah penduduk dan berganti
dengan kebun penduduk di sebelah kanan dan kiri.
Setelah menempuh perjalanan selama 40 menit dari JLS,
akhirnya kami sampai di pantainya. Tidak ada orang sama sekali disini. Penyebabnya
jelas, karena jauh dan cuaca yang kurang mendukung. Tapi pemandangannya bagus.
Laut lepas dengan awan yang terlihat berat ingin menjatuhkan hujan ke Bumi.
Tidak ada pengelola yang terlihat di tempat ini, atau mungkin hanya karena
tidak musim liburan. Tak berapa lama gerimis mulai datang dan kami harus masuk
mobil, melanjutkan perjalanan ke pantai selanjutnya.
Foto saat di Pantai Ngunggah yang sangat sepi |
Tujuan selanjutnya adalah Pantai Mesra. Pantai ini agak
jauh sedikit ke timur dari Pantai Baron. Kayanya sih, ini pantai yang 2018 lalu
aku kunjungi tapi jalan lewat Baron dan belum seramai ini. Perjalanan cukup
jauh kami tempuh dari Pantai Ngunggah. Di tengah-tengah susur JLS yang memotong
bukit-bukit kapur dan masih terlihat baru bekas galiannya ini, kami juga
menembus hujan yang cukup deras. Tidak ada hentinya hujan mengguyur kami hingga
saat kami sampai di pantainya, kami tidak bisa turun. Akhirnya kami hanya
melihat-lihat sembari menikmati air hujan yang menuruni jendela mobil.
Pantai ini dikunjungi oleh banyak orang. Terlihat dari
banyaknya minibus maupun bus yang parkir didepannya. Ada semacam pendopo dan
tempat makan yang bisa digunakan untuk berteduh. Namun, kami rasa dalam hujan
seperti ini pun, kami tidak akan dapat pemandangan apa-apa. Jadi kami
memutuskan untuk putar balik ke jalan utama menuju pantai selanjutnya,
barangkali disana cuaca agak bersahabat. Selanjutnya adalah Pantai Krakal yang
tidak terlalu jauh dari Pantai Mesra tadi. Hujan sudah tidak terlalu deras
disini. Kami bisa turun dari mobil untuk sedikit menikmati pemandangan pantai
pasir kuning ini.
Pantai Krakal dengan pasirnya yang kuning |
Karena lapar, kami membeli sedikit camilan hangat untuk
kami yang cukup kedinginan ini. Di dalam mobil pakai AC, diluar anginnya
lumayan kencang, ditambah guyuran hujan. Setelah puas, kami lanjut ke Pantai
Indrayanti yang tidak jauh dari tempat kami sekarang. Namun, di tengah
perjalanan ada dua bis yang hendak berpapasan dan mengalami kendala karena
jalan yang kecil. Cukup lama membuat kami terhenti di jalan hingga akhirnya
kami bisa lewat dengan normal. Di Pantai Indrayanti, skip aja ceritanya
karena memang tidak ngapa-ngapain.
Tur pantai selatan Yogyakarta telah selesai. Dalam
beberapa jam di pagi ini, kami mengunjungi 4 pantai dengan medan jalan yang
cukup wow. Dalam perjalanan pulang, kami mampir ke rumahnya Bude Umi
yang ada di Gunung Kidul. Dulu, Mama pernah kesini dengan menggunakan bis dari
kota. Sekarang moda semacam itu sudah tidak ada lagi. Paling yang ada hanya
yang di dalam kota. Untuk antar kota di Yogyakarta sudah tidak ada. Semuanya
sekarang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi yang punya daya dukung
mobilitas lebih baik.
Disuguhi pisang goreng, aku sangat menikmatinya. Akhirnya
menemukan pisang goreng hangat. Mana perut keroncongan karena memang belum
sarapan. Empat atau lima pisang goreng aku habiskan. Tidak enak lagi mau
mengambil lebih, takut dikira kemaruk. Giliran dikasih makan nasi, aku tidak
makan banyak karena sudah kenyang terlebih dahulu. Berbincang-bincang dengan
keluarganya disana selama beberapa lama sebelum kami akhirnya pulang karena jam
sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sedangkan aku dan Mama harus bersiap-siap
untuk persiapan perjalanan kami malam ini. Perjalanan apa kira-kira? Tunggu di
bagian selanjutnya saja ya.
0 Comments