Advertisement

Responsive Advertisement

Tour Guiding Bagian 3

 - Selasa, 7 Desember 2022 -

Hari ini adalah hari yang aku tunggu-tunggu karena akhirnya aku akan mengunjungi Pasar Terapung. Dua belas tahun hidup di Kalimantan Selatan, petualanganku tidak sejauh di Jawa yang hanya empat tahun. Hanya seputar Pelaihari, Banjarmasin, dan Banjarbaru saja. Tidak pernah lebih jauh dari itu. Di Banjarmasin saja, ikon semacam Pasar Terapung Lok Baintan ini belum aku kunjungi. Terima kasih untuk Dendi yang jadi pendorong untuk merealisasikan keinginan ini.

Pagi buta, sebelum subuh, kami sudah bangun untuk mandi bergantian. Alhamdulillah pagi ini air PAM di rumah Izza tidak selambat sore kemarin. Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, kami berangkat menuju Masjid Sabilal Muhtadin untuk melaksanakan sholat Subuh. Karena pagi, jalanan kosong sehingga perjalanannya tidak lama. Dalam 15 menit, kami sudah sampai di masjid yang ternyata sudah selesai melaksanakan sholat.

Setelah sholat, kami menuju siring untuk memastikan lagi keberangkatan ke Pasar Terapung. Siapa tau ternyata ada rombongan yang sedang ingin menuju kesana dan kami bisa menumpang sehingga bayarnya tidak mahal. Namun, ternyata tidak ada rombongan turis sama sekali disana. Kami bulatkan suara untuk langsung ke Lok Baintan saja. Melewati jalan Veteran hingga akhirnya sampai di jalanan yang lebih kecil dan berakhir di jalanan pedesaan yang rapi. Kanan kirinya rawa-rawa dan terasa sekali aura kampung sungainya.

Setelah kurang lebih 45 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di pinggiran sungai Martapura, tapi masih agak jauh dari lokasi berkumpulnya para pedagang. Tiba di suatu tikungan di depan sekolah dasar, ada beberapa jukung yang bersandar yang dijaga oleh beberapa orang. Karena kami kebingungan, akhirnya kami berhenti dan bertanya kepada para penjaga tadi apakah pasarnya masih jauh. Bisa ditebak apa yang terjadi selanjutnya. Ya, kami ditawari naik jukung mereka. Kami mengiyakan daripada masih harus mencari-cari lagi.

Jukung yang akan kami naiki ini bagus, terbuat dari ulin dengan ukuran yang cukup besar. Tidak sesak lah untuk kami bertiga dan dua pengemudi jukung. Kami berangkat dan setelah 5 menit naik jukung, kami sampai di lokasi orang-orang berjualan. Sepertinya tidak ada sama sekali turis yang datang sepagi ini. Yang terjadi selanjutnya cukup mengejutkan. Kami dikejar-kejar oleh para penjual yang kebanyakan adalah ibu-ibu. Mereka mendayung dengan kencang agar bisa mengejar kami yang berjalan menggunakan diesel.

Mereka mengejar-ngejar untuk menjajakan jualannya. Seketika kami dikerubungi oleh para penjual. Aku merasa takut dan bingung di waktu itu karena mereka cukup agresif dalam berjualan. Sedikit memaksa mungkin ya. Dengan begitu, kami jadinya malah tidak membeli apa-apa. Pengemudi jukung kami diam saja melihat kami jadi sasaran para penjual. Karena kami tidak terlalu menghiraukan dan masih bingung mau beli apa dan ngapain, beberapa penjual mulai meninggalkan kami. Namun masih ada beberapa yang tetap mengelilingi kami.

Banyak sekali jukung disini. Dari yang tidak menggunakan atap hingga yang beratap. Yang tidak menggunakan atap biasanya merupakan pedagang yang menjajakan hasil bumi maupun souvenir. Sedangkan yang beratap cenderung menjual makanan untuk sarapan beserta kudapan sekaligus menjadi tempat makan. Yang berjualan disini rerata adalah ibu-ibu alias acil-acil. Walaupun mereka wanita, mereka sudah terbiasa dengan rutinitas mendayung yang butuh tenaga dan tidak takut lagi dengan air. Mungkin mereka semuanya bisa renang ya.

Kemudian datanglah satu acil ini dengan “pupur dingin” di sekujur wajahnya dan kerudung merahnya. Muntungnya lamis, tapi lucu orangnya. Namanya Acil Ibai (e-Bay wkwk). Sepanjang dia di samping jukung kami, dia tak henti-hentinya berpantun yang isinya gombalan untuk Dendi. Ramah sekali. Sembari terus berpantun, dia juga menjajakan jualannya. Tapi dia tidak agresif, cenderung biasa-biasa saja. Lebih banyak berinteraksi dengan kami dan minta direkam daripada mencoba untuk menjajakan jualannya. Alhasil kami senang ada dia dan tak terasa selama 1 jam penuh kita sudah bercengkerama.




Pasar Terapung Lok Baintan dengan keramaian penjualnya, terutama Acil E-Bay (Ibai)

Waktu terus berjalan. Rombongan penjual yang tadinya diam di sekitar jembatan mulai bergerak terbawa arus ke arah dermaga tempat kami sandar di awal tadi. Kami memutuskan untuk menyudahi kunjungan disini dengan membawa pulang dua kantong jeruk dan beberapa jajanan pasar. Kami cukup membayar 40.000 untuk pengalaman berada di jukung selama 1 jam lebih sembari berbelanja. Waktu masih cukup pagi. Karena kami belum sarapan, kami memutuskan untuk mencari sarapan. Aku minta ke Izza untuk mencarikan tempat makan Ketupat Kandangan yang direkomendasikan. Karena selama di Kalimantan aku belum pernah makan Ketupat Kandangan. Lagi-lagi belum pernah 😊

Kami ke daerah Kampung Melayu. Daerah kosnya Gufron yang lama yang katanya rawan maling (?). Bukan mau salty, tapi ya beginilah faktanya. Akhirnya secara acak dapat satu warung yang cukup sepi waktu itu. Kami semua memesan menu yang sama dan kemudian makan. Di tengah-tengah makanku, ada orang lain datang dan memesan ketupat kandangan juga. Kemudian orang itu menghancurkan lontongnya dan dicampur dengan isian dari makanan tersebut dengan tangannya. Jadi makanannya terlihat seperti makanan ayam (maaf banget :”) ). Aku yang melihat langsung terbelalak. Tapi ternyata memang harusnya seperti itu cara makannya. WHATT?!

Selesai makan, kami kembali mengembara. Tujuan pertama kami adalah pinggiran Sungai Barito. Aku mengajak mereka berdua menuju tempat biasanya aku mampir, semacam anjungan di Kuin yang ada di sebelah pos polisi terapung di Kuin. Tidak banyak yang kami lakukan disana kecuali hanya duduk menikmati pemandangan dan melihat-lihat kapal tongkang, jukung, kapal penumpang, yang bergantian hilir mudik. Setelah dari sini, kami juga mengunjungi Masjid Sultan Suriansyah.


Masjid Sultan Suriansyah dan interiornya

Tujuan kedua kami adalah membeli oleh-oleh khas Banjar di Toko Andalas. Baru tau ada toko semacam ini dan yang dijual cukup lengkap. Dendi membeli banyak sekali oleh-oleh disini karena mungkin kapan lagi kesini gitu kan. Setelah puas, kami masih mencari oleh-oleh lain. Kami menuju Kampung Sasirangan yang ada di Sungai Jingah, pinggiran Sungai Martapura. Melewati jalanan yang semakin mengecil dan akhirnya menuju jalan yang benar-benar hanya muat satu motor dan berada di atas air. Menegangkan membawa Dendi yang lebih berat dan besar dari aku disini. Takutnya jatuh haha. Tapi alhamdulillah kami selamat dan Dendi bisa membeli kain sasirangan untuk oleh-oleh orang tuanya di rumah.

Selesai dari sana, kami pulang dengan keadaan matahari sudah diatas kepala. Panas sekali rasanya waktu itu. Perjalanan memakan waktu sekitar 25 menit dan akhirnya kami sampai di rumah Izza. Sampai rumah Izza aku ingat setelah ibadah langsung tidur siang karena terlalu lelah rasanya. Mempersiapkan energi sebelum pulang nanti sorenya. Akhirnya petualangan kami selama dua hari di Banjarmasin diakhiri. Terima kasih Izza atas waktunya!


- Penutup -

Hari-hari selanjutnya kami sudah tidak jalan-jalan terlalu jauh lagi. Hanya sekali keliling ke Tajau Pecah, Pantai Linuh, dan kemudian mutar ke Pemalongan. Setelah itu, kami hanya bersepeda, kalau gak pergi ke tempat-tempat yang dekat saja. Hari Sabtu, 11 Desember 2022 akhirnya Dendi pulang dengan cara yang sama. Dengan pesawat menuju Surabaya dan kemudian melanjutkan menggunakan kereta Pasundan. Terima kasih Dendi sudah mau mampir di rumahku! Semoga kapan-kapan bisa mampir lagi hehe.

Post a Comment

0 Comments