- Lulus Seleksi Administrasi LPDP -
Alhamdulillah, aku lulus seleksi administrasi pada tanggal 27 Juli 2023 (gak papa lah ya masukin di Agustus). Waktu itu, aku lagi liburan di rumah dan senang sekali bisa merayakan dengan orang tua. Tahapan yang harus aku tempuh selanjutnya adalah tahapan Seleksi Bakat Skolastik yang setelah aku cari tahu, mirip tes psikologi atau IQ gitu dengan level yang lebih naik. Dan sebenarnya, (menurutku) soal-soalnya ini dapat dikerjakan asal tidak dikasih batas waktu aja. Gak kaya tes SBMPTN yang walau gak dikasih batas waktu, kayanya aku masih gak bisa jawab deh. Batas waktu ini ngebuat kita harus kontrol mental agar tidak gugup, down, sementara waktu semakin habis.
Menurut definisi dari Schoters, SBS ini bertujuan untuk mengukur potensi atau kemampuan belajar seseorang. SBS ini terdiri atas dua tes: 1)Tes Bakat Skolastik (TBS) yang dibagi jadi tiga subtes yaitu penalaran verbal (23 soal, 30 menit), penalaran kuantitatif (25 soal, 40 menit), dan pemecahan masalah (12 soal, 20 menit). Masing-masing subtes dibagi menjadi beberapa bagian lagi. Penalaran verbal terdiri atas analogi, penalaran logis, dan penalaran analitis. Penalaran kuantitatif terdiri atas deret angka dan huruf, aritmatika dan aljabar, kecepatan dan perbandingan, dan kecukupan data. Sedangkan pemecahan masalah tidak dibagi, terdiri atas soal diagram, tabel, dan grafik. 2) Kedua adalah Tes Kepribadian SJT (Situational Judgement Test) yang terdiri atas 40 soal dan dikerjakan dalam 45 menit.
Masing-masing peserta diberikan waktu spesifik dimana mereka dapat mengerjakan tes diantara pukul 08.00 - 16.00 WIB. Peserta menggunakan aplikasi bernama Exambrowser dengan username dan kata kunci tertentu. Terdapat beberapa peraturan yang wajib dipatuhi yang tertera dalam Buku Panduan yang diberikan oleh LPDP.
Singkat cerita, aku mempersiapkan diri. Aku mengikuti mock test dari Schoters, beli buku tentang TBS di Gramedia Banjarmasin, mengerjakannya sebanyak mungkin. Bahkan waktu lagi di ladang, ngejagain traktor, aku juga pakai buat belajar. Karena suasananya enak broh. Waktu hari-H tes, aku dapat giliran jam 1/2 siang dan alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar. Dari nilai yang muncul waktu selesai mengerjakan tes sih, aku lolos diatas passing grade dan alhamdulillah hasil akhirnya juga lolos. Terlewati satu tahapan lagi yang sebenarnya bisa di-skip kalau LoA-ku sudah tanpa syarat (hiks).
Aku melangkah ke tahapan selanjutnya, Seleksi Bakat Substantif atau tes wawancara. Berdasarkan pengumuman dari LPDP, aku dapat jatah wawancara di 19 September 2023 pukul 15.00 - 16.00. Ternyata setelah aku komunikasi dengan Izharu, dia dapat jadwal di tanggal yang sama jam 15.00 - 16.00 WITA. Berarti pas sebelum aku ya. Langsunglah aku persiapkan wawancara ini dengan membuat key points, key answers, dan mock up interview dengan Schoters.
Sehari sebelum hari-H, aku minta gantikan dinas dengan orang agar tidak kelelahan. Di hari-H, aku sudah tidak latihan lagi, hanya membaca-baca key answers yang sudah dipersiapkan. Waktu itu sih ngerasa sedikit gugup aja, selebihnya soalnya sudah diserahkan ke Allah seperti apa. Saat aku sudah dimasukkan ke Zoom, ada tiga pewawancara yang salah satunya memiliki latar belakang akademis yang sama dengan aku. Namun, alhamdulillah-nya tidak ada pertanyaan yang terlalu teknis dan terlalu diluar jawaban-jawaban yang sudah aku persiapkan sebelumnya. Puji Tuhannya lagi, aku pakai bahasa Indonesia penuh! Jam 4 sore, wawancara selesai dan aku merayakannya dengan cuci piring!
- Keputusan Terberat Tahun Ini -
Sebelum aku ke cerita intinya, aku mau balik ke bulan sebelumnya. Di akhir Juli, aku mendapatkan surel dari panitia pendaftaran Fulbright. Berkas-berkasku ternyata lolos ke tahapan wawancara. Akhirnya, berita bahagia ini diterima juga setelah menunggu cukup lama, hampir setengah tahun. Di kepala surel tersebut, salah satu tujuan nama yang disebut yang aku kenal adalah Mbak Clara. Beberapa hari kemudian, aku akhirnya tahu kalau Kak Destry, Kak Alia, dan Mas Ilham juga lolos ke wawancara. Alhamdulillah.
Perjuangan dimulai lagi. Aku mulai membuat janji dengan Schoters untuk simulasi wawancara, menyiapkan jawaban-jawaban dari kemungkinan pertanyaan yang akan ditanyakan panelis, dan tak kalah penting, persiapan mental yang aku lakukan dengan meyakinkan diri harus mengeluarkan yang terbaik, selalu senyum saat wawancara, dan mencoba untuk rileks. Agar semakin rileks, sehari sebelum jadwal wawancara tidak aku gunakan untuk latihan melainkan melakukan hal yang aku suka. Hal ini aku lakukan agar rileks yang aku bangun selama satu hari bisa bertahan hingga esok harinya.
Wawancaraku dijadwalkan pada 14 Juli 2023 pukul 9 pagi di Ayana Midplaza Hotel, daerah Sudirman sana. Aku berangkat pukul 06.30 menggunakan motor Supra X kesayanganku. Rute di Google Maps menunjukkan bahwa lebih cepat untuk lewat Sudirman. Oke aku ikuti. Jalanan lumayan macet, tapi masih normal sih. Waktu sampai di Semanggi, sial, kok jalannya macet banget gini. Aku coba maju sedikit-sedikit sampai mau masuk ke Jl. Sudirman lagi. Ternyata mau ada pejabat tinggi lewat sehingga jalanan disterilkan dulu. Jam sudah menunjukkan pukul 07.50-an. Untungnya tidak lama, dibuka lagi jalannya.
Setelah itu, aku segera ngebut ke tempat wawancara yang parkirannya terletak di basement gedung sebelah. Ah! Ngapain buat parkiran motor jauh banget sih, diskriminasi! Setelah memarkir, aku segera lari ke gedung wawancara dengan keadaan badan udah lumayan bermandi keringat. Alhamdulillah-nya bisa sampai jam 08.15 dan ada satu cewek yang sedang di ruang tunggu. Setelah ngobrol, ternyata rumahnya di Jl. Camar, deket kosanku. Aku segera buka berkas-berkas pendaftaran dan poin-poin wawancara untuk baca-baca sebentar. Lagi serius baca, lah tiba-tiba dipanggil jam 08.30-an pas. Duar!
Walaupun ini 30 menit sebelum jadwalku, aku berusaha tampil prima, rileks, lalu masuk ruangan dengan senyuman agar para panelis juga senang melihatku. Ada 4 panelis, 2 dari Amerika Serikat dan 2 dari Indonesia, serta 1 moderator. Masing-masing mempunyai tugas yang berbeda-beda. Moderator mempersilahkan masing-masing panelis untuk menanyakan 1 pertanyaan ke aku yang alhamdulillah aku bisa jawab dengan lancar (walaupun gak tau punya bobot atau gak). Setelah semuanya bertanya, moderator memberikan kesempatan lagi untuk memberikan pertanyaan tambahan dimana hanya 1 yang nanya lagi. Setelah itu aku dipersilahkan untuk nanya ke panelis tentang apapun dan wawancara selesai. HAH? MEMBAGONGKAN SEKALI?! Padahal ekspektasiku terhadap wawancara itu menyeramkan, lama, dan intens. Tapi aku gak ngerasa tiga-tiganya, bahkan jam 08.50 aku sudah berada di luar ruangan wawancara. Yak, 10 menit sebelum giliranku seharusnya.
Saat aku keluar, ada Mas Ilham lagi nunggu. Aku bercerita pengalamanku ke dia dan setelah itu giliran dia. Karena aku sudah tidak ada urusan lagi disini, ya aku pulang. Ya Allah, macet di Semanggi, sebentarnya wawancara, semuanya benar-benar diluar ekspektasiku dan jalan Allah yang sangat ajaib. Alhamdulillah.
![]() |
Me, right after the interview finished and about to go home |
Setelah wawancara, aku pulang kampung. Kalimantan sedang kemarau dan aku sedang di kebun, menggantikan ayah untuk jaga sampai agak sore. Saat membuka ponsel, aku melihat ada surel baru. Ternyata pengumuman seleksi Fulbright yang menyatakan aku lolos seleksi. Alhamdulillah! Penantian selama hampir setengah tahun dan jedag-jedug wawancara kemarin ternyata berbuah manis. Melihat isi surelnya, wow, sangat panjang dan aku merasa tidak siap untuk membacanya karena aku yakin isinya bakal ngerepotin (HUHU). Jadi aku tutup dan lanjut belajar tes skolastik LPDP.
Selesai menjaga ladang, aku pulang ke rumah dan mulai membaca surelnya secara pelan-pelan. Ternyata benar, banyak berkas yang dulu sudah diberikan saat pendaftaran, diminta kembali saat penerimaan ini, entah dalam bentuk softcopy maupun hardcopy (ngapain gitu kan 🙁). Selain itu, aku diberi waktu untuk memutuskan untuk lanjut ke tahapan-tahapan persiapan selanjutnya atau menolak dan memberikan kesempatannya kepada orang lain. Wah, ini keputusan yang sulit karena aku juga sedang dalam tahap menunggu gimana hasil LPDP untuk melanjutkan per-Cambridge-anku.
Sementara waktu, aku coba lengkapi berkas-berkas yang diminta softcopy-nya. Aku banyak berdiskusi dengan kak Destry dan kak Alia, termasuk keputusan apakah harus mengambil beasiswa ini atau tidak. Padahal lagi menikmati liburan musim kemarau di Kalimantan, malah mikerrr. Aku banyak bertanya ke Allah bagaimana jalan terbaiknya dan di-last minute, aku baru berani menyimpulkan dan mengambil keputusan. Beasiswa ini harus aku tolak dan aku berikan kuotanya ke orang lain. Keputusan yang berat, namun memang itu yang paling logis dan menguntungkan untuk aku dan orang lain. Jadi, semoga ini menjadi ladang pahalaku kedepannya dan memudahkan jalanku kedepannya. Bismillah ~
- Pendaftaran ke WGTN dan UTexas -
Karena dua universitas ini adalah universitas yang aku ajukan saat pendaftaran LPDP, jadi ada baiknya aku mulai pendaftaran ke dua universitas ini, walaupun LPDP masih belum ada hasilnya. Mari kita ceritakan satu persatu secara singkat saja.
Victoria University of Wellington (WGTN) adalah universitas negeri di Wellington, Selandia Baru. Universitas ini merupakan salah satu yang ternama di negeri tersebut dan terdapat jurusan Geophysics disini. Langsung menjadi sasaranku dan ternyata mata kuliahnya juga cocok dengan apa yang aku butuhkan. Satu hal, yang aku suka dari laman resmi universitas-universitas di Australia dan Selandia Baru adalah strukturnya yang rapi. Semua informasi, bahkan sampai ke detail mata kuliahnya ada dalam laman program studinya. Jadi kita bisa melihat informasi mengenai syarat, mata kuliah, hal-hal umum lainnya mengenai program studi di satu laman itu.
Pendaftaran ke universitas ini membutuhkan syarat-syarat pendaftaran yang umum seperti ke universitas dan beasiswa lainnya. Tapi, yang cukup merepotkan waktu itu adalah jika memiliki paspor, maka kita wajib mengunggah legalized copy of passport-nya. Jadilah aku harus mengurus ke Imigrasi belakang kantor bolak-balik berkali-kali dengan prosedur yang sedikit bikin usaha. Tapi alhamdulillah, sehari langsung jadi sehingga aku bisa lanjut dengan pendaftaranku.
![]() |
Sumber: ASEANOp |
Sedangkan University of Texas at Austin (UTexas) adalah universitas negeri yang ada di Texas, Amerika Serikat. Alasanku memilih universitas ini adalah karena aku ingin mencoba merasakan tinggal di Amerika Serikat dan aku merasa universitas ini yang cocok dengan kemampuanku yang middle ini dan course yang ditawarkan cocok dengan kemampuan yang mau aku kembangkan. Jadilah aku memilih universitas ini. Namun, universitas ini memiliki syarat yang cukup menyusahkan untuk mendaftar, membayar nominal uang yang cukup banyak, serta harus tes TOEFL lagi. Maka dari itu, aku mengurungkan niat untuk mendaftar ke universitas ini.
![]() |
Sumber: UTexas |
Ternyata, ditengah jalan aku harus menghentikan pendaftaranku ke kedua universitas ini dikarenakan … (baca bagian selanjutnya).
- One Little Note -
Di akhir bulan Juli, yang merupakan batas akhir dari keputusan aku mengambil tawaran kuliahnya atau tidak. Inginnya sih tepat waktu ya, namun apa daya ternyata aku belum punya beasiswa apapun, akhirnya aku mengurungkan niat untuk berkuliah di Oktober dan menunda perkuliahanku ke Easter term yang akan dimulai di bulan April nanti. Tak apa, aku juga belum siap rasanya jika harus berkuliah secepat itu.
0 Comments