Advertisement

Responsive Advertisement

Icap Icip Kuliner

Survei lapangan jelas membutuhkan tenaga yang banyak. Oleh karena itu, makanan dan minuman menjadi salah dua komponen survei yang tak terlepaskan (bahkan alat bisa lupa dibawa, tapi makan gak mungkin kelupaan). Sebelum survei, beli makan. Tengah hari kita makan. Kadang kalau pulangnya kemalaman juga makan lagi di jalan. Jadi layak lah ya aku buat segmen tersendiri untuk bahas makanan apa saja yang aku coba selama survei dimana makanan-makanan ini punya memori tersendiri. Yaaa, walaupun aku selera aku buruk (maafkan, hiks), tapi aku mau ceritakan beberapa cerita tentang makanan selama di Jogja untuk survei ANT. Untuk penilaiannya, ya jangan percaya-percaya banget sebelum coba sendiri ya (haha!).

 

1.          Nasi Wiwit dan Miyago Stageof

Makanan pertama yang akan aku bahas adalah dua makanan yang sering sekali dibeli selama di Jogja yang kalau dipikir lagi, ini tuh makanan biasa aja gak sih? Tapi nih ya, nasi wiwit yang komposisinya nasi ditambah teri, kulup, dan serbuk yang aku juga gak tau bahannya apa ini harganya murah banget! Bayangin cuma bayar Rp. 3.000 udah kenyang sampe siang (KAN!) Biasanya aku beli di depan perumahannya Bu Ayu. Yang jual itu orang Pasuruan dengan dua anaknya dan mereka kalau lagi ngomong, saaaaangat sopan. Kadang-kadang, karena tuntutan pekerjaan di pagi hari, aku datangnya kepagian. Bahkan pernah Ibunya baru mengeluarkan makanannya dari rumahnya dengan dibantu kedua anaknya. Kemudahan mendapatkan ditambah murahnya harga menjadikan menu ini jadi pilihan pertama sarapanku.

Miyago Stageof juga rasanya layak diceritakan. Alasan utamanya adalah ini miyago pertama kali yang pernah aku coba! Letaknya yang pas di depan Stageof membuat kami sering beli. Waktu pertama kali kesini, lebih sering pesan mie ayam biasa. Namun, sejak Bu Ayu menyuruh aku mencoba miyagonya, aku jadi tidak pernah pesan mie ayam lagi (murtad seleranya haha). Kuah kentalnya enak, apalagi dimakan dengan sate jamurnya. Lagi-lagi, karena harganya murah, makanan ini jadi ada nilai lebihnya lagi. Kalau mau liat ulasan lengkapnya, boleh ke postingan Instagram disini ya!

 

2.         Per-Nasi Goreng-an

Apalagi ini, makanan biasa lagi KAN! Tapi gini gais, nasi goreng itu dimana-mana orang jual, sehingga sering jadi opsi untuk makan malam kami dan ya semau-mauku lah mau ceritain apa (xixixi). Nah, ada dua nasi goreng menarik yang direkomendasikan Mas Ucup. Pertama adalah Nasi Goreng Taruna Simpang Ambarketawang. Gelar Taruna ini disematkan oleh Mas Ucup karena porsinya yang sangat tidak ngotak (at least buat aku ya). Pertama kali mencoba, aku dalam keadaan sangat lapar karena baru makan tengah malam dan beberapa lama kemudian aku kekenyangan, tidak bisa habis. Kalau ditaruh di piring itu nasinya sampai menggunung dan rasanya itu enak loh. Bukan lantas porsi banyak, rasa pas-pasan. Tapi masalah harga, sampai sekarang aku tidak tahu karena selalu dibelikan oleh Mas Ucup. Tempatnya cukup ramai dengan pelanggan dan letaknya yang di perempatan, makin bikin kerasa lagi di Jogjanya. 

Nasi goreng kedua adalah Nasi Goreng Arang di depan Depo Pertamina Rewulu. Sama, nasi goreng ini juga ramai dikunjungi orang. Rasanya enak dengan cita rasa khas bakaran arang. Selain nasi, disini juga ada mie goreng. Warungnya proper (tidak duduk seadanya di pinggir jalan) dan cukup luas. Tapi kadang agak ngeri karena letaknya yang pas di pinggir jalan Wates yang RUAME POL sama mobil dan truk. Walau rasanya enak-lebih enak dari yang Taruna bahkan-waktu tunggunya yang sangat lama bagi aku yang sukanya sat-set jadi. Terlebih aku waktu itu sudah sangat kelaparan. Karena pengalaman sekali makan lama banget, aku jadi tidak pernah makan disini lagi.

 

3.          Soto dan Pecel Bu Meslimah

Ini juga salah satu pilihan sarapan rekomendasi dari Mas Ucup. Bukanya cukup pagi dan letaknya juga pas di pinggir Jalan Wates, di depan SPBU biru. Dua menu ini enak semua. dan gak ada yang aku favoritkan. Tergantung mana yang aku pingin saat itu aja. Tapi paling sering aku pingin pecel sih. Karena aku lebih suka makanan keringan aja. Harganya bersahabat, direntang Rp. 7.000 - 10.000, tergantung apa yang dimakan. 

 

4.        Kupat Tahu dan Lotek Bu Susi

Siang hari panas mentar-mentar, selain Miyago, dua menu ini juga sering kami jadikan andalan. Warungnya berlokasi tepat di tengah-tengah Pasar Balecatur. Tempatnya juga ramai-wajar dikunjungi orang yang baik memesan secara langsung maupun melalui layanan daring. Waktu pelayanannya kadang agak lama karena pesanan yang banyak dan bahan-bahan yang digunakan selalu bahan segar yang digoreng dadakan. Kupat tahunya menurutku paling juara karena kuahnya segar. Dipadu dengan es teh yang manis, siang hari kepanasanku rasanya terobati.

 

5.         Kopi Panggang

Seperti namanya, kedai ini terletak di Jl. Siluk Panggang. Tempatnya mudah dikenali karena di depannya ada tugu dengan hiasan mobil terbalik diatasnya. Seukuran mobil asli loh, dengan hiasan kata-kata yang berkaitan dengan mobil listrik Indonesia. Sering kesini waktu dulu masih survei ANT dan geologi karena ada beberapa titik yang dekat dengan kedai ini, atau ketika jalan menuju suatu titik dan melewati kedai ini. Kebetulan waktu makan siang, ya sudah mampir. Menunya macam-macam dan sistemnya prasmanan gitu. Karena dulu masih gencar anti Covid-19, ketika ngambil makan disuruh pakai sarung tangan plastik. Menu favoritku sih disini pisang gorengnya. Besar-besar banget dan beneran bisa bikin kenyang, manis pula :)

 

6.         Bebek Goreng Kang Bedung – Parangtritis

Suatu hari, aku, Zaru, dan Mas Taul, survei HVSR di wilayah Purwosari. Medannya berat sekali karena kami harus menaiki gunung dan lembah beneran. Belum lagi harus menembus hutan jati yang penuh dengan nyamuk, lembab, dan bikin gerah. Hari itu, saat makan siang tiba kami masih di dalam hutan dan keluar hutan waktu sudah agak sore. Kira-kira pukul 14.30 dimana, mengejutkannya, semua kedai makanan terdekat sudah tutup. Memang daerahnya daerah sepi sih, jadi gak ramai orang jualan kaya di kota. Akhirnya, kami memutuskan untuk meneruskan pengukuran di beberapa titik dan pulang.

Waktu pulang, kami kehujanan di tengah jalan dan berteduh. Makin lapar lah rasanya ini perut. Saat sudah lumayan reda, kami lanjut lagi perjalanan pulang melewati jalan Panggang – Parangtritis. Waktu sudah dibawah, dekat dengan Jembatan Kretek I, kami menemukan kedai bebek yang kebetulan buka dan kami langsung makan disana. Kedai-kedai lain di sekitarnya tutup, selain karena hujan, juga karena mati lampu. Wah, ternyata jackpot guys! Bebeknya besar, nasinya lumayan banyak, rasanya juga menurut mereka berdua yang lebih melek rasa, enak! Jadi rekomendasi beberapa kali buat orang-orang di kantor setelah survei. Harganya standar aja sih. 

Ini dia porsi untuk tiga orang.

7.         Nasi Kulit Pak Sabar

Hari itu, Ditto yang sudah lama di Jogja untuk sekadar menghabiskan waktu, mau pulang dalam dua hari kedepan. Jadi, kita (aku dan Ardi sih waktu itu) mau perpisahan gitu ceritanya. Pertama, kita ke Kopi Merapi yang agak zonk karena Merapinya ketutupan kabut. Memang waktu itu agak gerimis sih. Disana kita cuma makan makanan ringan dan minum. Setelah cukup sore, kira-kira pukul 16:30, kita beranjak pulang. Sampai di bawah (maksudnya kota) saat waktu Maghrib. Saat kami mencari masjid, tiba-tiba hujan turun deres banget. Untunglah kami cepat dapat masjid. Setelah sholat, kami menunggu beberapa menit hingga cukup reda (maksudnya dimana kami pikir gak bakal terlalu kebasahan) kemudian mencari tempat makan. Dapatlah Depot Nasi Kulit yang aku lupa dimana lokasinya. Aku heran sih awalnya dengan namanya. Untuk membuktikan keheranan, aku coba menu yang sesuai dengan nama depotnya, nasi kulit. Ternyata yang datang beneran nasi sama kulit ayam dan lalapan doang. Bener-bener kulit, literally skin T.T. Aku kira tuh yaaaa apaaa kek tapi gak beneran kulit doang gitu. Agak sebel tapi tak mengapa, jadi kecoba kan kuliner aneh haha.

 

8.         Ayam Goreng Mbah Cemplung

Selesai survei perizinan ANT hari itu, kami masih punya banyak waktu sebelum makan siang sebenarnya. Kurang lebih waktu itu masih jam 10-an. Dalam perjalanan pulang, Bu Ayu memutuskan untuk makan saja dan tempat yang dipilih adalah Ayam Goreng Mbah Cemplung. Letaknya di Kasongan, agak masuk-masuk ke dalam gitu. Tapi waktu sampai, tempat makannya ternyata besar dan yang kerja di sana sudah pada kenal sama Bu Ayu. Aku ngikut mereka aja pesan menunya dan to my surprise, yang datang adalah ayam dengan porsi yang saangat besar. Hampir satu ayam bulat disajikan dengan sayuran yang banyak juga. Ini belum jam makan siang dan belum terlalu lapar. Tapi aku disuruh ngabisin ini :”) Tapi pada akhirnya ya habis juga sih.

 

9.         Nasi Kebuli Mas Hamid Kaliurang

Suatu pagi aku sama Ardi bersepeda. Dari rumah Adi, kita terus ke utara melewati Jl. Kabupaten. Lalu kita belok ke timur ke arah UGM karena dia pingin makan nasi kebuli yang dia dapat referensinya dari internet. Cukup jauh sebenarnya untuk menuju tempat makan ini ges dan untungnya dia buka saat itu. Jadi, penjualnya ini pakai sepeda motor di pinggir jalan dekat dengan Tempo Gelato Kaliurang. Kami pesan satu porsi dan inilah kali pertama aku makan yang namanya nasi kebuli. Rasanya sih ya B aja sebenarnya, gak bisa dilebih-lebihkan gitu. Cuma beda aja rasanya dengan masakan Indonesia gitu. Harganya tapi cukup murah dan untuk kali pertama, gak mengecewakan.

 

10.      Mangut Lele Mbah Marto – Patalan

Waktu itu aku dan Ardi habis survei di daerah Pundong. Dia punya ide untuk makan siang ke rumah makan ini yang terkenal di Instagram. Ada dua cabang, yang ini cabang kedua, satunya lagi di dekatnya ISI. Karena kita sudah lapar, jadi kita ke tempat terdekat dengan tempat survei saat itu, yaitu di Patalan. Kami datang kurang lebih pukul 13.30 ketika semua titik di hari itu sudah disurvei. Entah kenapa survei hari itu cepat selesai. Bermodal Google Maps, akhirnya kami sampai di tempatnya dimana saat itu ternyata hanya ada 1 orang yang makan dan dia sudah mau pulang. Praktis hanya kami berdua yang makan disana jadinya.

Keliatan kan rempahnya? 

Jadi sistemnya disini diambilkan nasi dan lelenya langsung dari panci di dapur! Minumnya juga langsung ambil di dapur saja. Bau rempah olahan masakan ini menyengat sekali. Benar saja, waktu dimakan memang rasanya kaya banget. Apalagi dimakan waktu siang hari, terasa segar, asli. Tapi pedesnya hmm, minta ampun buat aku. Intinya direkomendasikan, tapi kalau buat aku kayanya kok mikir dulu ya buat makan itu lagi karena preferensi pribadiku, lebih suka makanan yang secara rasa sederhana. 

 

11.       Sate Klathak Pak Pong Pusat

Sama dengan cerita nomor 10, waktu itu kami survei di daerah Bantul. Setelah beberapa titik, waktunya makan siang. Sejak awal memang direncanakan rute surveinya agar semakin siang, semakin menuju tempat makan ini. Setelah di titik terakhir yang paling dekat dengan tempat ini, kami mampir untuk makan. Ramai sekali! Wajar, karena memang ini gerai pusatnya. Kami memesan dua porsi sate dan kasirnya bilang harus menunggu sekitar 1 jam karena pesanan sedang ramai. Wah (?) Akhirnya kami menyetujui dan izin ke kasir untuk survei lagi di 1 titik lain yang dekat situ. Daripada menunggu dengan sia-sia kan ...(?)

Porsi untuk dua orang, ternyata dapatnya cuma total 4 tusuk :')

Setelah survei 40 menitan, kami datang lagi dan makanan kami sudah siap. Sate ini menggunakan besi panjang semacam ruji sebagai penusuknya. Satu tusuk isinya banyak. Disajikan dengan saus kacang dan kuah-kuahan yang aku lupa terbuat dari apa. Rasanya menurutku sih ya, kaya sate biasa aja gitu hehe. Cuma karena terkenal, makanya pingin nyoba disini. Direkomendasikan untuk kalian yang belum pernah. Kalau yang sudah sih, ya kalau memang lagi banyak waktu boleh lah. Tapi buat aku pribadi, not worth the waiting buat aku yang suka sat-set dan masakan sederhana hehe. 

Post a Comment

0 Comments