Advertisement

Responsive Advertisement

Survei HVSR

Survei ini merupakan metode kedua dalam penelitian disertasi bu Ayu. Walaupun nomor dua terkesan "sampingan", jangan salah! Usaha yang dikeluarkan untuk survei ini tidak boleh diduakan. Justru, petualangan sebenarnya lebih banyak aku temukan disurvei ini. Proses perencanaan yang mantap, serta eksekusinya yang lebih mantap lagi. Dikerjakan oleh banyak orang yang bekerjasama setiap harinya. Proses pasca surveinya pun, cukup panjang.

Mungkin namanya sudah sangat umum didengar dikalangan geofisikawan. Tujuan dari survei ini adalah untuk mengetahui struktur bawah tanah melalui informasi mengenai frekuensi natural dan kecepatan gelombang di bawah tanah. Kalau gak paham gak papa, lanjut aja bacanya hehe. Kedua informasi tadi, didapatkan dari perekaman sinyal derau seismik alami yang ada di tanah. Setelah sinyal tadi dianalisis dengan beberapa tahapan, maka kita akan mendapatkan dua informasi tersebut.

Beginilah suasana kalau lagi survei, kadang panas-panas di tengah sawah, kadang adem di bawah pepohonan.

Kadang juga kehujanan.

Masuk ke ranah yang lebih teknis, survei ini dilaksanakan dengan bantuan alat yang cukup ringkas. Sebuah digitizer Cube, sensor Lennartz, aki kecil, dan GPS. Empat alat itu cukup dimasukkan dalam tas ransel ukuran sedang. Jadi kita tidak lagi membawa boks kontainer besar, namun hanya berbekal ransel. Tapi, lagi-lagi, ke-simple-an ini dihadapkan dengan medan yang masyaallah naudzubillah subhanallah wadidaw mantap (lebay tapi bener sih).

Wilayah yang kami survei adalah di sekitar Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul. Titik-titik yang kami survei berbentuk garis yang melintasi sesar Opak dan perbatasan dua kabupaten tersebut. Ada tiga lintasan yang dibuat. Lintasan pertama dan ketiga terdiri atas kurang lebih 66 titik dengan jarak antar titik adalah 200 meter. Sedangkan lintasan kedua terdiri atas kurang lebih 65 titik. Totalnya adalah 197 titik dengan panjang masing-masing lintasan kurang lebih 13 km. Cukup ngeri waktu itu membayangkannya karena jumlah titik yang masif dan medan Gunung Kidul yang subhanAllah.

Nah, tujuanku disuruh ke Jogja sama Bu Ayu setelah pemberkasan CPNS ya untuk ini. Survei ini jelas butuh sekali tenaga tambahan, tidak hanya pegawai dari Stageof saja. Sejauh ini, cuma ada aku dan Adi. Beberapa hari setelah aku sampai di Jogja, mas Takhul datang. Kemudian, Izharu yang mendengar aku sedang di Jogja untuk survei, juga tertarik untuk ikut membantu dan akhirnya datang di pertengahan Februari, tepat sebelum survei dimulai. Lalu, Ardi ikut datang di akhir bulan. Harapannya bisa ikut survei ini, tapi ternyata telat. Sebenarnya masih ada beberapa titik setelah dia datang, tapi ternyata dia keburu sakit duluan. Dan ketika dia sembuh, selesai sudah survei HVSR ini.

Survei ini dimulai pada tanggal 12 Februari 2022 dan berakhir pada 27 Februari 2022. Jujur aku kaget lihat jangka waktu ini. Aku lupa sudah berapa lama ya, jadi aku coba scroll riwayat chat di grup yang isinya laporan harian saat sedang survei dan menemukan jangka waktu ini. Cukup cepat ya! Dengan 3 alat dan target per-alat perhari adalah 10 titik, maka sehari paling tidak ada 30 titik yang bisa diselesaikan. Untuk semua titik berarti paling minimum butuh waktu 7 hari nonstop. Justru logis ternyata ya kalau dihitung lagi (?) Selisih hari antara perkiraan ini dengan kenyataannya kami gunakan untuk istirahat.

Beberapa orang yang menemani selama survei. Atas adalah dengan mahasiswa KP dari UGM, bawah adalah dengan Mas Ucup dan teman kuliahnya yang penasaran dengan survei geofisika itu seperti apa.

Selama survei, kami menjalani rutinitas yang terjadwal. Bangun pagi hari dengan keadaan badan yang (kalau aku sih ya, biasanya) masih kelelahan sisa-sisa hari sebelumnya. Tapi mau bagaimana lagi, kami harus lawan rasa lelah tadi karena hari kami yang masih panjang. Aku biasanya akan membeli sarapan terlebih dahulu. Entah itu nasi wiwit, nasi uduk, ataupun nasi rames. Biasanya aku selesaikan semuanya sampai jam 06.30 dan tak lama, Adi datang dari rumahnya. Setelah itu, aku akan bergantian mandi dengan Izharu. Oiya, kali ini aku tinggal di Stageof, tidak di rumah Adi lagi. Selesai semuanya sekitar pukul 07.00 dan kami langsung kumpul di rumah dinas sebelah untuk melaksanakan briefing.

Briefing biasanya ngapain? Ya menjelaskan lagi titik mana saja yang akan diukur, biar lebih yakin setelah malam sebelumnya sudah dibagi-bagi. Tidak lupa juga untuk mencek alat yang dibawa dalam tas. Seismograf, digitizer, aki yang sudah diisi ulang malam sebelumnya, SPPD, formulir pengukuran, laptop dan chargernya, parang, cangkul, batu alas, serta yang tidak kalah penting adalah uang. Tiga alat ini dipakai oleh tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri atas empat orang dengan dua sepeda motor yang dipakai.

Jika masing-masing kelompok sudah siap dan lengkap, maka kelompok tersebut boleh langsung berangkat. Tidak harus berbarengan dengan kelompok lainnya. Oiya kelompok ini hampir selalu berubah setiap jalan. Kelompok-kelompok ini akan berpencar ke lokasi-lokasi yang sudah ditentukan. Yang tidak pernah dilupakan dari pengukuran ini adalah kami selalu membeli camilan dan minum sebelum sampai di titik pertama, atau intinya waktu keberangkatan. Logistik ini adalah barang wajib, gunanya nanti akan saya jelaskan di akhir.

Sampai di lokasi, belum tentu titik pengukuran kami ini ada di pinggir jalan, atau dekat rumah penduduk, atau tempat-tempat lainnya yang terdengar mudah dan enak dijangkau. Seringkali, kami menemui titik yang mengharuskan kami menaruh kendaraan dan berjalan menuju titik. Tidak jarang juga kami harus menerobos sawah, hutan, bukit-bukit gamping Gunung Kidul juga. Medan yang susah ini belum tentu juga mengarah ke lokasi yang ideal. Ada kalanya lokasi kami berada di tengah sawah atau rumah orang yang pasti mengganggu pengukuran. Maka kami harus merelokasi ke tempat yang pas dengan jarak yang paling dekat dari titik ideal. Sepertinya mayoritas titik pengukuran seperti ini sih, tidak ada yang benar-benar ideal.

Nah, kadang dapat tempat yang agak aneh gini juga, di pematang sawah. By the way, yang putih-putih kami tancapkan ke tanah itu adalah GPS untuk menangkap data waktu dan lokasi dari satelit GPS. 

Jika sudah menemukan lokasi ideal, maka kami segera menata alat. Batu alas kami gunakan jika menemui lahan yang agak basah atau gembur agar rekaman seismografnya tidak terlalu terpengaruh medan survei. Setelah meratakan alat, memasang kabel-kabel, dan cek kualitas rekaman, kami menjauh dari sensor dan gabut selama 30 menit kedepan. Nah, disinilah camilan yang kami bawa, berguna. Masa tunggu ini terkadang jadi masa yang membosankan dan kami habiskan dengan nyemil sambil ngobrol. Oiya, outfit yang aku gunakan sehari-hari itu baju panjang, celana outdoor, topi, dan sepatu boots. Enak banget pakai sepatu ini, gak perlu mikir basah, baret, dsb. Libas aja pokoknya jalan terus. 

Di awal survei, biasanya yang dilakukan adalah memastikan bahwa data masuk dengan benar, mencatat lokasi, waktu mulai survei, kemudian kondisi sekitar lokasi seperti apa. 

Setelah itu, kita mulai survei dan kita harus menjaga agar minim getaran selama 30 menit kedepan. Ngapain? Ya gabut!

Setelah selesai rekaman, kami segera melakukan pengolahan data sederhana dan meringkas alat. Biasanya, satu orang melakukan pengolahan sementara yang lainnya meringkas alat. Jadi waktunya efektif karena bisa selesai secara bersamaan. Setelah dua-duanya selesai, maka segera pindah ke titik selanjutnya. Dalam sehari biasanya sih tidak sampai 10 titik kalau kelompokku. Paling maksimal 8/9. Setelah selesai semuanya, maka kami akan pulang. Dengan mampir ke warung makan sebelum sampai Stageof untuk makan malam.

Sesampainya di rumah dinas, biasanya kami bersihkan peralatan terlebih dahulu dan kamudian kami setor hasil pengukuran selama sehari. Data, dokumentasi, dan formulir pengukuran dikumpulin langsung ke satu penyimpanan agar tidak hilang. Setelah itu, kita akan membagi-bagi titik di hari selanjutnya. Kalau sudah selesai, kita akan lanjut istirahat. Sebelum istirahat, biasanya aku mengisi ulang aki dan dicabut ketika bangun tidur.

Don't forget to treat yourself! Bonus makan + pemandangan :)

---

Semua yang aku bicarakan diatas itu adalah survei HVSR yang jenis pertama. Semua nama titiknya diawali dengan inisial HV. Kami melaksanakan dua jenis survei HVSR. Nah, yang kedua ini sistem pengukurannya sama dengan yang pertama, namun dengan titik yang berbeda. Melelahkannya juga gak kalah sama yang pertama. Tujuannya adalah untuk mengukur nilai periode dan frekuensi dominan dari titik-titik yang mengalami likuifaksi di kala gempa 2006 silam.

Alat yang digunakan kali ini berbeda di-digitizer-nya saja. Digitizer-nya menggunakan Taurus, bukan Cube lagi. Sehingga praktis, bawaan kami menjadi lebih berat karena ukurannya lebih besar. Taurus ini cukup lemot, sehingga waktu surveinya juga menjadi lebih lama. Untuk menyalakannya saja bisa lima menit. Belum lagi mengunduh data dan mematikan alatnya. Paling tidak 45 menit baru selesai. Belum termasuk waktu berpindah-pindahnya. Tapi karena kami sudah lumayan sat-set berbekal pengalaman sebelumnya, jadi ya sebenarnya kendalanya di alatnya yang kurang ringkas saja.

Jumlah titik yang disurvei ada sekitar 100-an dengan distribusi yang acak. Tidak seperti survei HV kemarin yang titiknya membentuk garis. Kali ini benar-benar acak. Awalnya sih cuma 50 titik dengan inisial LQ, kemudian ditambah lagi 50 titik dengan inisial LV. Kali ini yang berangkat hanya kami yang muda-muda, tidak didampingi pegawai dari Stageof Jogja. Ada tambahan tenaga yaitu Ardi. Mengulang sedikit, sebenarnya dia sudah datang sejak beberapa hari sebelum survei HV berakhir. Namun, saat dia baru sampai Jogja, dia justru sakit sehingga tidak bisa ikut survei secara langsung. Nah untuk survei yang ini, dia ikut terus dari awal hingga akhir. Kurang lebih selama satu minggu bisa selesai sih haha.

Pernah di satu titik survei, ternyata dekat dengan rumah orang yang punya banyak kucing kampung. Akhirnya pengukurannya jadi asik karena bisa mainan kucing, tapi juga bingung karena kucingnya pada loncat-loncat dan pastinya, mengganggu pengukuran (HAHA).

Survei ini walaupun titiknya acak, tapi aku rasa ada asiknya juga. Kenapa? Karena kita jadi sering berpindah-pindah dan lebih kerasa jalan-jalannya. Medan yang dilalui pun kalau tidak salah lebih mudah. Tidak seperti survei HV yang menembus hutan dan naik turun bukit. Paling pol di tengah sawah sambil panas-panasan. Selain itu, karena aku bareng dengan temen yang sukanya nyari kuliner, aku jadi berkesempatan mencoba beberapa kuliner. Aku ceritakan di bagian selanjutnya ya.

Post a Comment

0 Comments