Maret 2022, Ratu Pasuruan (a.k.a Emik) tiba-tiba mengabari bahwa dia ingin main-main ke Jogja. Satu karena ada banyak dari kami (Georanger) yang di Jogja (kayanya sih ya) dan yang pasti ya karena dia sedang ingin berlibur. Akhirnya, pada 21 Maret (kalau tidak salah) dia datang dan kita langsung buat rencana untuk menjelajah bersama. Kami sepakat untuk berkemah ke Pantai Tanjung Kesirat yang ada di Gunung Kidul. Entah kenapa waktu itu kami memilih tempat ini, aku pun sudah lupa apa alasannya. Langsung saja ke cerita intinya ya.
- Selasa, 22 Maret 2022 –
Hari ini kami akan berangkat. Pagi harinya, aku masih ada survei di 1 titik dan tidak lama, aku bersama tim sudah kembali ke Stageof. Setelah ini, kami mempersiapkan apa-apa saja yang perlu dibawa, menyewa alat-alat perkemahan seperti tenda, senter, pasak, dll di Sabana di Ring Road Utara dan kembali ke rumah Adi. Kenapa di rumah Adi? Karena Emik nginep di rumah Adi. Setelah persiapan grup selesai, kami kembali ke Stageof untuk packing barang-barang pribadi dan tiba-tiba saja ditengah jalan, kami diguyur hujan yang sangat deras. Kami basah kuyup KUEBES saat sampai di Stageof.
Selagi hujan, kami bergantian mandi, packing, dan beristirahat sebentar setelahnya. Sebenarnya, aku sudah merasa sangat lelah setelah bepergian kesana kemari dan terlelap sebentar. Dalam pikiranku, aku sudah pesimis akan kelancaran trip ini dan ditengah pikiran tidak baik dan kebimbanganku, Mas Takhul malah memutuskan untuk tidak ikut acara ini. Jadi hanya aku, Ardi, Izharu, Adi, dan Emik. Beruntungnya, tidak lama, hujan reda dan kami langsung berangkat ke rumah Adi. Sesampainya di rumah Adi, kami langsung berangkat lagi menuju tujuan kami. Langit masih terlihat tidak begitu menjanjikan karena hanya terang di beberapa titik dan sisanya, gelap gurita. Oleh karena itu, kami memacu motor sekencang dan seaman mungkin agar cepat sampai dan tetap selamat selama di jalan.
Kami sempat berhenti dua kali untuk membeli logistik. Saat kami berhenti kedua kalinya di Jl. Imogiri Barat, awan gelap terlihat menggantung diatas wilayah Panggang yang sudah dekat dengan keberadaan kami saat ini. Kami membeli makan di rumah makan Padang agar nantinya tidak diribetkan dengan per-makan-an, mengingat perjalanan kami yang masih jadi PR, waktu yang sudah mulai senja, dan cuaca yang tidak terlalu mendukung seperti ini. Setelah selesai membungkus 5 nasi padang komplit, kita berangkat lagi diiringi gerimis tipis yang mulai turun.
Memasuki wilayah Siluk, gerimis sempat hilang. Namun, semakin kami menaiki perbukitan, seiring dengan semakin gelapnya petang, awan gelap terlihat semakin dekat dan seolah-olah berada di sekeliling kami. Puncak ke-seram-an ini adalah saat kami sampai dekat Bukit Dermo, dimana hujan beserta anginnya menerpa kami dengan intensitas yang semakin deras. Kami mendadak berhenti dan memasang jas hujan kami. Pikirku, ini kacau karena aku tidak suka perjalanan ribet seperti ini (HAHAHAHA). Pelan-pelan kami terus melaju melewati hujan yang sejauh ini tidak ada hentinya sementara jalan semakin meliuk dan sepi. Kami bahkan belum sholat Maghrib karena terus mengejar agar sampai tidak terlalu malam. Setelah berapa lama, kami sampai di Panggang (akhirnya ada peradaban) dan hingga kami sampai di JLS, hujan sudah lumayan reda.
Alhamdulillah, pikirku, akhirnya perjalanan bisa dilanjutkan dengan tenang. Namun, keberuntungan ini ternyata tidak bertahan lama. Setelah kami masuk jalan kecil menuju Tanjung Kesirat, hujan kembali turun dengan intensitas yang benar-benar deras, tiada ampunnya. Namun karena waktu semakin malam, kami tidak memikirkan pilihan lain selain terus melaju melewati pedesaan yang penduduknya sudah aman dalam kehangatan rumah, berlapiskan selimut dan mungkin ditemani kopi dan singkong hangat. Jalanan terlihat gelap sekali dan kami semua tidak ada yang tahu sudah sampai dimana kami. Yang kami tahu hanya kami di jalan yang benar menuju Tanjung Kesirat dan yang penting kami melaju terus hingga akhirnya setelah kurang lebih 1 jam, kami sampai di warung yang jadi tempat masuk ke Pantai Wohkudu. Aku ingat tempat ini karena aku pernah kesini. Nah, dari sini, Tanjung Kesirat sudah dekat. Namun kami memutuskan untuk berteduh sejenak untuk makan nasi padang dan istirahat dulu. Kami banyak cerita-cerita dan tertawa-tawa disini hingga akhirnya hujan lumayan mereda.
Kami lanjutkan perjalanan dan kurang lebih setelah 15 menit, kami sampai di Tanjung Kesirat. Kami mencari tempat parkir dan akhirnya mendapatkannya. Tidak ada penjagaan siapapun malam itu. Hanya ada beberapa anjing yang kurang bersahabat, namun tidak berani menyerang juga. Baru disinilah kami menjamak sholat kami dan berjalan menuju area kemah setelahnya. Syukurnya, hujan sudah benar-benar berhenti namun juga tidak ada tanda-tanda terlihatnya cahaya bulan di langit. Pertanda langit diatas kami masih diselimuti awan mendung.
Kami set-up tenda di tanah yang miring dan kemudian keluar untuk berbincang-bincang. Ada beberapa tempat duduk di dekat pinggir tebing dan kami duduk disana. Banyak sekali yang kami ceritakan disini, efek dari lama tidak bertemu. Debur ombak terdengar sangat kencang menghantam dinding tebing dibawah. Lama-kelamaan, cahaya bulan terlihat samar karena awan yang semakin menipis. Semakin malam, angin terasa semakin dingin dan nyamuk yang mengganggu datang semakin banyak. Pukul 11, kami memutuskan untuk tidur, melepas lelah setelah tidak henti-hentinya bergerak selama satu hari penuh ini.
- Rabu, 23 Maret 2023 -
Sebelum subuh, aku sudah sempat terbangun namun tidur kembali. Menjelang fajar aku kembali bangun dan memutuskan untuk tidak tidur. Aku keluar tenda dan membangunkan yang lain saat melihat semburat merah di timur. Mencari-cari jalan mana menuju titik tertinggi di tebing ini untuk melihat matahari terbit namun ternyata sia-sia. Tidak ada tempat untuk bisa melihatnya secara penuh. Jadi kami hanya duduk-duduk lagi menunggu langit kembali terang.
Setelah berapa lama, akhirnya langit kembali terang tanpa awan karena sudah dihabiskan kemarin. Kami mengambil kesempatan untuk jalan-jalan di wilayah sekitar ini. Ada beberapa tempat untuk memancing yang berupa anjungan kecil diatas batu karang. Dilihat-lihat lagi, ternyata kami jauh diatas permukaan laut, mungkin sekitar 20 meter tinggi tebing ini. Karena matahari mulai meninggi, kami segera membuat makan dan minum untuk sarapan dan beres-beres dengan cepat setelahnya.
Motoin orang bagus loh, giliran dia fotoin aku, hmmm. |
Pemandangan pagi itu setelah hujan badai semalaman. |
Setelah mengambil foto seperlunya, kami pulang ke Jogja kembali. Di tengah jalan, Adi berhenti untuk membeli es legen. Disanalah Ardi minta gantian mengendarai sepeda motor. Aku jadi di depan, sementara dia di belakang, persiapan tidur karena sudah sangat ngantuk.
Kami yang kemping! |
0 Comments